Sidang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2022). Agenda sidang adalah pembacaan eksepsi atau nota keberatan terdakwa atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Eksepsi Napoleon disampaikan tim kuasa hukumnya. Berbagai bantahan disampaikan, utamanya soal dakwaan yang dianggap telah menunjukan fakta yang bertolak belakang.
Dua sisi berbeda dalam dakwaan
Kuasa hukum Napoleon, Erman Umar, menyebutkan bahwa surat dakwaan jaksa terhadap kliennya menunjukan dua sisi fakta yang berbeda.
Pertama, Napoleon bersama empat terdakwa lain yaitu Dedy Wahyudi, Djafar Hamzah, Himawan Prasetyo, dan Hermeniko disebut telah melakukan kekerasan terhadap Kece pada 26 Agustus 2021. Namun di sisi lain, dakwaan jaksa mengungkapkan bahwa Napoleon melumuri sendiri kotoran manusia ke wajah Kece.
“Sehingga tidak memenuhi ‘dengan tenaga bersama’ unsur sebagaimana diwajibkan untuk memenuhi dakwaan dengan Pasal 170 Ayat (2) Ke-1 KUHP,” kata Erman.
Berdasarkan isi dakwaan itu, Erman berpandangan bahwa tempat dan waktu kejadian perkara Napoleon dengan empat terdakwa lain berbeda.
Sebab ketika penganiayaan dilakukan terhadap Kece, Napoleon sedang mencuci tangan di kamar mandi ruang tahanan Kece. Lantas, Erman menyimpulkan dakwaan jaksa tidak cermat dan bertentangan satu sama lain.
Desak hakim
Anggota tim kuasa hukum Napoleon yang lain, yaitu Eggi Sudjana, mendesak hakim untuk mendengarkan eksepsi kliennya. Ia pesimis eksepsi itu tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.
“Berkali-kali saya sidang (eksepsi) ditolak. Jadi kita tidak diterima untuk apa ilmu hukum yang sudah dibacakan tadi?” ungkap Eggi.
“Kita sudah sangat jelas menguraikan ilmu hukum tapi akhirnya, biasanya, kalau ini pesanan, ini order, pasti Yang Mulia memutuskan menolak kita,” sambungnya.
Eggi juga beralasan, eksepsi Napoleon mesti dipertimbangkan majelis hakim karena tindakannya pada Kece adalah upaya membela agama.
Sebelum menutup sidang, Hakim Ketua Djuyamto menanggapi desakan Eggi. Djuyamto menegaskan, majelis hakim akan memutuskan perkara secara adil tanpa niat merugikan orang lain.
“Pasti kami tidak ada niat untuk memutus dengan menzolimi, nanti kan disaksikan publik,” terangnya.
Tindakan meredam emosi
Saat ditemui usai persidangan, Napoleon mengaku tindakannya terhadap Kece merupakan upaya meredam emosi tahanan lain di Rutan Bareskrim Polri. Ia mengeklaim, banyak tahanan tersinggung karena Kece melakukan penistaan agama.
“Justru tindakan saya adalah sebagai jalan keluar yang harus saya lakukan malam itu melihat suasana emosional tahanan lain,” jelasnya.
Namun Napoleon menyatakan, upayanya itu tak berhasil karena beberapa tahanan melakukan penganiayaan terhadap Kece.
Napoleon menampik narasi yang berkembang bahwa Kece dipegangi terdakwa lain saat ia melumurinya dengan kotoran manusia.
“Buat apa saya lakukan langkah pengecut seperti itu. Saya seorang perwira tinggi (Polri) secara fisik pun Kece lebih kecil dari saya. Sangat tidak masuk akal menggembar-gemborkan (narasi) demikian,” imbuh dia.
Dalam perkara itu Napoleon didakwa dengan dakwaan primer Pasal 170 Ayat (2) ke-1, Pasal 170 Ayat (1) KUHP dan dakwaan subsider Pasal 351 Ayat (1) Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Dia terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Kasus penganiayaan dan pengeroyokan terhadap Kece itu terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada 25 Agustus 2021. Saat itu, Napoleon merupakan salah satu penghuni di tahanan yang sama.
Saat ini Napoleon tengah menjalani hukuman dalam kasus korupsi penerimaan suap untuk menghapus red notice terpidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Napoleon menjalani hukuman empat tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Napoleon juga berstatus sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) atas perkara yang sama.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/08/07204251/dalam-eksepsi-irjen-napoleon-bantah-telah-mengeroyok-muhammad-kece