Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar menilai, relasi kuasa itu tampak dari tidak ditetapkannya Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) sebagai tersangka.
Padahal, lokasi penjara manusia itu ada di rumahnya.
“Kami menduga relasi kekuasaan tersebut bisa saling mengamankan satu sama lain. Hal itu terbukti dengan tidak ditetapkannya tersangka pada aktor elite yang berada di areal kerangkeng,” sebut Rivan dalam keterangannya, Senin (4/4/2022).
“Terutama inisiator kerangkeng dan teritorial keberadaan kerangkeng memang berada di rumah TRP, dan keluarga lainnya yang dianggap mengetahui eksistensi kerangkeng sebagai tempat perbudakan dan penyiksaan,” jelas dia.
Lebih lanjut Rivan menuturkan, tim advokasi korban yang tergabung dalam Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) telah mencoba melayangkan laporan ke Sentra Pelayanan Terpadu Kepolisian (SPKT) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Namun, laporan itu ditolak dengan alasan lokasi terjadinya perkara ada di Polda Sumut.
“Padahal TAP-HAM melakukan pelaporan karena melihat adanya proses penyidikan yang sangat lambat di Polda Sumut, penetapan tersangka hanya menyasar aktor lapangan tanpa mengungkap aktor-aktor intelektual, kepolisian terkesan subjektif karena tidak menahan tersangka,” paparnya.
Dalam pandangan Rivan, tidak ditahannya para tersangka dapat menimbulkan potensi penghilangan barang bukti.
“Maka para korban memiliki hak untuk membuat laporan di Bareskrim Polri karena dugaan adanya kekuatan politik yang mendera kekuasaan hukum di wilayah Sumatera Utara,” katanya.
Diberitakan Polda Sumut telah menetapkan 8 tersangka terkait penjara manusia di Langkat, yaitu SP, HS, IS, TS, RG, JS, DP dan HG pada 21 Maret 2022.
Inisial DP adalah Dewa Perangin-angin yang merupakan anak Terbit.
Polisi menyangkakan 7 tersangka dengan Pasal 7 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ancamannya pidana penjara 15 tahun.
Kemudian tersangka SP dan TS disangkakan dengan Pasal 2 UU TPPO dengan ancaman yang sama.
Para tersangka tidak dijerat dengan pasal penganiayaan karena perkara ini berkaitan dengan TPPO yang merupakan kasus lex spesialis atau bersifat khusus.
Polda Sumut juga tak menahan para tersangka dengan alasan kooperatif saat diperiksa.
Namun para tersangka diwajibkan melaporkan diri satu kali setiap pekan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/04/15483771/kontras-duga-ada-pengaruh-relasi-kuasa-dalam-penanganan-kasus-penjara