Salin Artikel

Ombudsman Surati Presiden dan Ketua DPR Terkait Rekomendasi TWK Pegawai KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Puan Maharani mengenai tidak dilaksanakannya rekomendasi Ombudsman dan usulan pengenaan sanksi administrasi.

Adapun rekomendasi tersebut terkait temuan malaadministrasi peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Benar ORI mengirim surat itu, namun kami belum mengetahui apakah sudah diterima atau belum," ujar Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, kepada Kompas.com, Jumat (1/4/2022).

Surat yang diteken oleh Ketua Ombudsman itu merupakan laporan atas nama Yudi Purnomo dkk yang merupakan mantan pegawai KPK yang diberhentikan usai dinyatakan tidak lolos TWK sebagai alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

Dalam laporan ini, yang menjadi pihak terlapor adalah KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Adapun rekomendasi itu dikeluarkan Ombudsman setelah melalui proses pemeriksaan laporan dan upaya resolusi dan monitoring.

"Ombudsman RI sesuai kewenangan menerbitkan Rekomendasi Ombudsman Nomor: 0001/RM.03.01/0593.2021/1X/2021 tertanggal 15 September 2021 mengenai maladministrasi yang terjadi pada proses pengalihan pegawai KPK menjadi Pegawai ASN," demikian bunyi surat Ombudsman tersebut.

"Akan tetapi rekomendasi Ombudsman RI dimaksud belum dilaksanakan sampai saat ini atau setidak-tidaknya sampai dengan surat ini disampaikan kepada DPR RI dan Presiden RI," tulis surat tersebut.

KPK dan BKN sama-sama keberatan

Sebelumnya, KPK menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai menjadi ASN melalui TWK.

"Dengan ini, kami menyampaikan bahwa KPK keberatan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Kamis (5/8/2021).

Ghufron mengatakan, KPK akan menyampaikan surat keberatan kepada Ombudsman, pada Jumat (6/8/2021). Menurut Ghufron, ada 13 poin keberatan atas laporan Ombudsman.

Pada intinya, KPK menilai Ombudsman tidak berwenang untuk memeriksa proses pelaksanaan TWK yang menjadi ranah internal. Dengan demikan, KPK keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan oleh Ombudsman.

Seminggunya, BKN juga menyatakan keberatan atas LAHP Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai KPK tersebut.

Wakil Kepala BKN, Supranawa Yusuf mengatakan, pihaknya telah melayangkan dokumen penjelasan atas keberatan tersebut kepada Ketua Ombudsman RI.

Hal itu sebagaimana Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Ombudsman RI Nomor 26 Tahun 2017 tentang Tata Cara penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian Laporan khususnya di Pasal 25 Ayat 6 b.

"BKN sudah memberikan tanggapan, dan per hari ini sudah dikirim ke ORI surat yang sudah ditandatangani oleh kepala BKN ditujukan kepada Ketua Ombudsman RI," ujar Yusuf dalam konferensi pers, Jumat (13/8/2021).

Yusuf mengatakan, dalam dokumen keberatan atas LAHP Ombudsman RI yang disampaikan, terdapat lampiran sebagai kelengkapan atas tanggapan BKN.

Ia menyebut, setidaknya ada dua lampiran penjelasan dalam dokumen yang dikirimkan BKN yakni terkait tindakan korektif yang disarankan ORI dan permintaan agar BKN melakukan penelaahan aturan.

"Karena di dalam kesimpulan ORI itu juga menginggung hal-hal mulai proses, pelaksanaan sampai dengan kesimpulan, dan singgungannya tersebut menurut kami kurang tepat," kata Yusuf.

"Nah melalui pintu inilah, kami, BKN menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan atas pernyataan Ombudsman," ucap dia.

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/01/20423441/ombudsman-surati-presiden-dan-ketua-dpr-terkait-rekomendasi-twk-pegawai-kpk

Terkini Lainnya

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke