Penyebabnya adalah soal pemecatan Terawan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang viral di media sosial.
Dalam video itu, IDI tampak membacakan rekomendasi pemecatan keanggotaan Prof. Dr. dr Terawan Agus Putranto, SpRad(K) dari keanggotaan IDI.
Pemecatan Mantan Menteri Kesehatan ini ini berdasarkan rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI yang dibacakan dalam Muktamar ke 31 IDI di Banda Aceh, Jumat (25/3/2022).
Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman mengatakan, rekomendasi pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI merupakan hasil evaluasi kinerja pengurus sebelumnya.
Menurut Safrizal, rekomendasi pemberhentian Terawan merupakan hasil rekomendasi pada saat muktamar di Samarinda pada tiga tahun lalu.
"Rekomendasi pemberhentian dokter Terawan itu bukan produk baru saat muktamar di Aceh, tapi sudah sama itu dibahas pada saat muktamar lalu," kata Safrizal saat dikonfirmasi Kompas.com melalui telepon, Sabtu (26/03/2022).
Namun, pengurus PB IDI sebelumnya tidak mengeksekusi hasil rekomendasi tersebut.
Alasan pemecatan
Dilansir dari Tribunnews, surat rekomendasi tersebut tertanggal 8 Februari 2022 nomor 0280/PB/MKEK/02/2022 dan ditujukan kepada Ketua Umum PB IDI.
Surat berisi hasil keputusan MKEK setelah Rapat Pleno MKEK Pusat IDI pada 8 Februari 2022.
Adapun rapat itu mempertimbangkan Rapat Koordinasi MKEK Pusat IDI bersama MKEK IDI Wilayah dan Dewan Etik Perhimpunan pada 29-30 Januari 2022, khususnya pada sesi dokter Terawan.
Pada poin kedua, MKEK Pusat IDI meminta kepada Ketua PB IDI segera melakukan penegakan keputusan MKEK berupa pemecatan tetap sebagai anggota IDI.
Tertulis alasan pemecatana karena dokter Terawan dinilai melakukan pelanggaran etik berat (serious ethical misconduct). Serta tidak beritikad baik sepanjang 2018-2022.
Berikut ini 5 poin alasan dilakukannya pemecatan kepada dokter Terawan menurut isi surat edaran tersebut:
Berawal dari video
Adapun isu pemberhentian Terawan Agus Putranto sebagai anggota IDI secara permanen sebelumnya beredar di media sosial.
Adapun rekomendasi pemberhentian itu dibacakan saat sidang khusus MKEK yang berlangsung dalam Muktamar ke-31 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Banda Aceh, Aceh.
Dalam video amatir berdurasi 90 detik itu, pimpinan sidang membacakan putusan sebagai berikut.
"Surat tim khusus MKEK Nomor 013/2/PB/MKEK/03/2022/memutuskan, menetapkan pertama, meneruskan hasil keputusan rapat sidang khusus MKEK yang memutuskan pemberhentian permanen sejak sejawat dokter Terawan Agus Putranto, sebagai anggota IDI," dikutip dari isi video tersebut.
"Kedua, ketetapan ini, pemberhentian dilaksanakan oleh PB ini selambat-lambatnya 28 hari kerja. Ketiga, ketetapan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan," masih dari isi video tersebut.
Terkait hal itu, Ketua IDI Aceh, Safrizal Rahman menyebutkan, rekomendasi pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI merupakan hasil evaluasi kinerja pengurus sebelumnya.
Menurut Safrizal, rekomendasi pemberhentian Terawan merupakan hasil rekomendasi pada saat muktamar di Samarinda pada tiga tahun lalu, namun pengurus PB IDI sebelumnya tidak mengeksekusi hasil rekomendasi tersebut.
"Rekomendasi itu belum dilaksanakan oleh pengurus IDI sebelumnya sehingga kemarin dievaluasi kembali agar pengurus untuk menjalankan hasil putusan tersebut," sebutnya.
Safrizal juga menyebutkan, hasil rekomendasi pemberhentian Terawan memang sudah dilakukan pengurus PB IDI sebelumnya.
Namun hanya saja, ketua umum tidak mengeksekusi dalam sistem keanggotaan IDI dicabut semuanya dan segala macam.
"Evaluasi rekomendasi muktamar sebelumnya belum dikerjakan, sehingga dievaluasi untuk kepengurusan yang baru," katanya.
Pun demikian, Safrizal tidak ingin menjelaskan alasan dan pertimbangan MKEK yang merekomendasikan pemberhentian mantan menteri kesehatan itu dari anggota IDI secara permanen.
"Kalau mau kejelasannya terkait itu, silahkan konfirmasi ke Ketua Umum PB IDI," ucapnya.
Pernah diberhentikan sementara
Sebelum diberhentikan permanen, dokter Terawan juga pernah diberhentikan sementara dari MKEK IDI terhitung selama 12 bulan.
Yakni sejak 26 Februari 2018 hingga 25 Februari 2019.
Pemberitaan Kompas,com pada Rabu (4/4/2018) menyebutkan, Ketua MKEK dr Prijo Pratomo, SpRad mengungkap, penyebab pemecatan sementara dokter Terawan saat itu adalah ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar.
Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.
Pada pasal empat tertulis bahwa “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”.
Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.
Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.
Pada pasal empat tertulis bahwa “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”.
Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.
Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam.
Bunyinya: “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat”.
Terawan lulus gelar doktoral di Universitas Hasanudin pada tahun 2016 dengan disertasi berjudul "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis" dengan promotor dekan FK Universitas Hasanuddin yakni Prof Irawan Yusuf, PhD.
Temuannya ini dikembangkan menjadi terapi cuci darah yang memicu perdebatan.
“Sebetulnya kami tidak mengusik disertasi yang diajukan Terawan, apalagi Prof Irawan sebagai promotor,” jelas Prijo.
Namun, temuan hasil penelitian akademik yang akan diterapkan pada pasien harus melalui serangkaian uji hingga layak sesuai standar profesi kedokteran.
Bukan berarti yang sudah ilmiah secara akademik lantas ilmiah secara dunia medis.
“Ada serangkaian uji klinis lewat multisenter, pada hewan, in vitro, in vivo. Tahapan-tahapan seperti itu harus ditempuh,” imbuh Prijo.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/28/06452941/duduk-perkara-pemecatan-permanen-mantan-menkes-terawan-dari-keanggotaan-idi