Irfan menyebut, ritual Kendi Nusantara yang mengisi bejana dengan tanah dan air dan seluruh penjuru Indonesia merupakan simbol perwujudan tekad kuat terhadap sesuatu yang sedang dilakukan.
"Itu kayak nalar pengetahuan lama. Kayak krentek (hasrat) hati, doa, yang kemudian diwujudkan lewat simbol," kata Irfan saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/3/2022).
Simbol Kendi Nusantara itu berupa air dan tanah yang maknanya adalah sumber kehidupan. Namun pada intinya adalah, kata Irfan, ritual Kendi Nusantara merupakan perwujudan doa atas harapan agar IKN sebagai ibu kota negara baru bisa sukses.
"Sarana bisa berubah, tapi untuk memancing niat kita yang kuat bahwa kita itu ingin ini itu berhasil, hidup, tekad kita kuat, bahwa kita ingin itu berhasil, ingin itu hidup, tekad kita kuat. Kira-kira begitu," tuturnya.
Irfan membantah ritual Kendi Nusantara sebagai bentuk klenik. Menurutnya, ritual ini lebih kepada pelestarian tradisi atau budaya.
"Itu sistem nalar lama, bukan klenik. Itu mungkin orang yang nggak tahu saja. Sarana adatnya seperti itu, tinggalannya seperti itu. Misalnya diambilin dari air 7 sumber, memang tradisinya begitu," tuturnya.
Irfan lalu memberi ilustrasi mengenai tradisi doa bersama yang masih sering dilakukan di tengah-tengah masyarakat.
"Agar doa kenceng, doa saya wujudkan misalnya undang tetangga-tetangga, kemudian saya minta doa. Kemudian saya simbolkan keinginan saya itu," ucap Irfan.
"Karena kehendak doa yang saya lahirkan, wujudkan lewat simbol-simbol, itu akan memperkokoh niat keinginan saya di dalam hati saya untuk tambah dekat dari niat saya," lanjut pendiri Yayasan Langgar itu.
Hal senada juga disampaikan oleh Antropolog Y. Argo Twikromo. Menurutnya, ritual Kendi Nusantara mengandung harapan akan perwujudan keharmonisan kehidupan bersama di Indonesia.
"Karena ada partisipati dan keterlibatan daerah-daerah melalui simbol tanah dan air yang dibawa oleh perwakilan gubernurnya masil-masing," jelas Argo, dihubungi terpisah.
Master of Art Antropologi dari Ateneo de Manila University, Filipina tersebut mengatakan, memang kerap kali esensi dari budaya kurang dipahami. Padahal, menurut Argo, seharusnya simbol dilihat dari esensinya.
"Esensi ini sering kali kurang dirawat dan dijaga, dilupakan, dibelokkan, atau dihancurkan oleh kita sendiri yang menggunakan logika-logika dari luar bumi Nusantara. Ritual Kendi Nusantara itu khas Indonesia betul, khas Nusantara," papar pengajar Antropolog Universitas Atma Jaya Yogyakarta itu.
Argo pun mengatakan, seharusnya ritual Kendi Nusantara dilihat dari kaca mata kearifan lokal yang harus selalu dijaga. Sebab kearifan lokal merupakan kekuatan yang dimiliki bangsa.
"Karena simbol itu kan kekuatan doa. Itu (ritual Kendi Nusantara) kebersamaan, partisipasi. Ada ikatan, solidaritas, harapan. (Dengan harapan) karena ikut partisipasi, kalau ada bahaya apapun ya selamet. Itu kan doa," urai Argo.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyebut ritual Kendi Nusantara yang digelar hari ini di titik nol IKN merupakan bentuk politik klenik.
"Praktik semacam itu dalam terminologi sosiologi budaya dan sosiologi politik bisa dikatagorikan sebagai politik klenik. Suatu praktik politik mengimplementasikan kemauan penguasa (IKN) berdasar imajinasi irasionalitasnya yang meyakini semacam adanya mistisisme tertentu," ucap Ubedilah, Minggu (13/3/2022).
Ia menyebut, praktik mengisi Kendi Nusantara dan membawa tanah dan air dari seluruh provinsi adalah sesuatu yang mengada-ada tetapi diyakini sebagai sebuah hal yang mengandung pesan mistik.
"Politik klenik itu menunjukkan suatu kemunduran peradaban politik. Praktik itu bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern," tukas dia.
"Sebab politik modern yang menghadirkan pemerintahan modern meniscayakan syarat rasionalitas dalam seluruh implementasi kebijakannya. Membawa kendi berisi air dan tanah dari 34 provinsi itu sesuatu yang irasional," lanjut Ubedilah.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/14/21064701/luruskan-anggapan-ritual-kendi-nusantara-sebagai-klenik-budayawan-itu