Salin Artikel

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Distrik Berwakil Banyak di Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan umum atau pemilu merupakan ajang demokrasi rakyat untuk memilih calon wakilnya di legislatif.

Selain presiden dan wakil presiden, pemilu digelar untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) RI, dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi dan kabupaten/kota, juga dewan perwakilan daerah (DPD).

Lantas, sistem pemilu seperti apa yang digunakan di Indonesia?

Sistem pemilu DPR dan DPRD

Pemilu legislatif atau pileg di Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka. Sistem ini digunakan untuk memilih anggota DPR RI serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

Ketentuan mengenai sistem pemilu legislatif diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168.

"Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka," demikian Pasal 168 Ayat (2) UU Pemilu.

Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih bisa langsung memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh setiap partai politik peserta pemilu.

Sistem ini berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang hanya memungkinkan pemilih memilih partai politik peserta pemilu. Sementara, anggota legislatif dipilih oleh partai.

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjelaskan, pada sistem pemilu proporsional terbuka, perolehan jumlah suara calon legislatif dihitung secara proporsional atau berimbang dengan perolehan jumlah kursi.

Artinya, jika suatu partai memperoleh 10 persen suara, maka perolehan kursinya di DPR atau DPRD provinsi dan kabupaten/kota juga diharapkan proporsional dengan perolehan suara yakni sebesar 10 persen.

Namun, dalam sistem ini, dimungkinkan terjadi distorsi ada disparitas yang disebut sebagai disproporsionalitas.

"Disproporsionalitas itu misalnya perolehan suaranya 7 persen, tapi perolehan kursinya 10 persen, atau lebih dari 7 persen," kata Titi kepada Kompas.com.

Disproporsionalitas bisa terjadi karena berlakunya ambang batas parlemen atau parliamentary threshold.

Sistem pemilu DPD

Lain dengan pemilu DPR dan DPRD, pemilu DPD menggunakan sistem single non transferable vote (SNTV) atau sistem distrik berwakil banyak.

"Pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak," bunyi Pasal 168 Ayat (3) UU Pemilu.

Single non transferable vote merupakan sebuah sistem yang memungkinkan pemilih memberikan satu suara pada calon anggota DPD di suatu daerah pemilihan (dapil) yang berwakil majemuk.

"SNTV adalah sebuah sistem di mana pemilih memberikan hanya satu suara berorientasikan kandidat untuk seorang kandidat di daerah pemilihan yang berwakil banyak yang memperebutkan beberapa kursi. Jadi tidak hanya memperebutkan satu kursi, tapi memperebutkan beberapa kursi atau berwakil majemuk, atau multimember constituency," jelas Titi.

Melalui SNTV, pemilih memilih satu calon anggota DPD, bukan partai politik. Selanjutnya, di daerah pemilihan itu, akan terpilih beberapa anggota DPD yang mewakili dapil tersebut.

Adapun satu dapil pada pemilu DPD merujuk pada suatu provinsi. Artinya, ada 34 dapil di pemilu DPD.

Namun, di satu dapil atau provinsi, akan ada 4 orang anggota DPD terpilih. Dengan demikian, total ada 136 anggota DPD di Indonesia.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/10/19335961/sistem-pemilu-proporsional-terbuka-dan-distrik-berwakil-banyak-di-indonesia

Terkini Lainnya

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Maā€™ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Maā€™ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke