Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hermawan Saputra memberi gambaran mengenai peningkatan kasus Covid-19 yang setiap hari terus mengalami kenaikan. Ia menyebut, lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Omicron saat in mirip seperti yang terjadi tahun lalu.
"Di akhir Januari 2021 lalu, juga sekitar 160 ribu kasus aktif," kata Hermawan Saputra dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV yang disiarkan pada 5 Februari 2022, seperti dikutip Kompas.com, Senin (7/2/2022).
Kasus aktif adalah pasien yang dinyatakan positif Covid-19 dan sedang menjalani perawatan.
Per hari kemarin, Minggu (6/2/2022), total kasus aktif Covid-19 ada sebanyak 188.889 setelah adanya 36.057 penambahan kasus positif dalam sehari.
"Jadi kalau misalnya kita melihat 3 hari ke depan dengan konstitensi laju yang terus menanjak ini, boleh jadi kita sudah menyentuh angka 262 ribu kasus aktif," tutur Hermawan.
Pada gelombang kedua Covid-19 akibat varian Delta pertengahan tahun lalu, menurutnya, rumah sakit mulai mengalami over kapasitas ketika kasus aktif mencapai angka 260 ribu.
Hermawan menyebut, kala itu stagnasi terjadi di fasilitas-fasilitas kesehatan, tepatnya di bulan Juni-Juli 2021.
Namun karakteristik Delta dan Omicron memang memiliki perbedaan. Hermawan menyebut varian Delta tingkat bahayanya lebih tinggi daripada varian Omicron.
"Kemungkinan besar hemat kami, untuk kasus Omicron ini baru akan sangat mengkhawatirkan apabila kasus aktif lebih dari 300 ribu kasus aktif," tuturnya.
"Dan itu boleh terjadi akan terjadi dalam satu minggu ke depan, dengan laju kenaikan lebih dari 30 ribu kasus sehari," sambung Hermawan.
Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang signifikan untuk bisa melandaikan kurva peningkatan kasus Omicron. Jika tidak, kata Hermawan, akan sangat berdampak terhadap kemampuan fasilitas kesehatan.
"Jadi kalau satu minggu ke depan kita tidak melakukan upaya signifikan menuju flattening the curve atau pelandaian kurva, maka tentu saja kita pun akan mendapatkan kepayahan atau tekanan pada faskes kita," tegasnya.
Untuk itu, Hermawan mengingatkan pentingnya berbagai pencegahan dilakukan. Seperti kampanye dan edukasi protokol kesehatan kepada masyarakat, hingga dibuatnya kebijakan yang lebih ketat.
"Kembali kepada protokol kesehatan minimal 5 M. Tapi di sisi lain juga harus ada intervensi kebijakan yang sifatnya kuat untuk juga menghambat laju transmisi yang berkonsekuensi terhadap kenaikan kasus ini," imbau Hermawan.
Ia mengatakan, sebagian orang memang sudah lebih aman bagi yang telah menerima vaksin Covid-19. Hanya beberapa kelompok juga masih sangat rentan terhadap virus ini.
"Tapi kita juga masih punya PR untuk lansia dan komorbid karena cakupan vaksinasi kedua masih di bawah 50%," ucapnya.
Kemenkes akui kewalahan tracing
Sementara itu wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengungkap, lonjakan kasus Covid-19 akibat Omicron sudah diprediksi sejak awal.
"Dan ini belum sampai puncaknya. Pada puncaknya, beberapa negara mengalami kondisi membutuhkan kira-kira 40-60 hari. Berdasarkan kasus Delta, saat kasus puncaknya di Jawa, Bali itu baru butuh waktu satu bulan (kemudian)," ungkap Dante.
"Mungkin kasus Omicron polanya sama, bahkan mungkin lebih cepat. Persiapan-persiapan harus sudah dilakukan. Tapi yang paling penting adalah memahami karakteristik varian Omicron ini," tambah dia.
Dante menyebut, kebutuhan perawatan pasien di rumah sakit untuk kasus Omicron tidak sebesar ketika varian Delta melanda. Saat ini pun, banyak pasien Omicron yang dirawat di rumah sakit merupakan pasien dengan gejala ringan, bahkan tidak bergejala.
"Yang menjadi hal penting yang utama pada rumah sakit sebenarnya bukan soal jumlah pasien yang akan masuk rumah sakit, walaupun kasus meningkat, tapi bagaimana supaya tenaga-tenaga kesehatan tidak tertular sehingga rumah sakit tidak berfungsi secara optimal," sebut Dante.
Wamenkes pun mengakui tracing pada program 3T (testing, tracing, dan treatment) kepada pasien Omicron kurang berjalan optimal. Alasannya, menurut Dante, adalah karena penyebaran virus Omicron sangat cepat.
"Kita mengakui kita melakukan tracing pada kasus Omicron demikian sulit karena self check pada kasus Omicron ini melebihi kemampuan kapasitas percepatan tracing yang akan bisa kita lakukan," katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah saat ini tidak menitikberatkan kepada optimalisasi tracing untuk kasus-kasus yang belum teridentifikasi.
"Tapi bagaimana kita menghadapi isolasi pasien yang lebih baik pada kasus-kasus Omicron," terang Dante.
Pasien gejala ringan diimbau isoman
Ketua Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi mengatakan, sebenarnya rumah sakit sudah menyiapkan kapasitas tempat tidur pasien sebagai antisipasi tingginya peningkatan kasus Covid-19 dampak varian Omicron.
"Tapi jika lonjakan terus naik, skenario akan disiapkan juga seperti saat bulan Juli tahun lalu," ujar Adib.
Ia pun mengingatkan pihak rumah sakit agar juga menyiapkan alat-alat kesehatan, yang sebelumnya banyak digunakan ketika menangani pasien varian Delta. Menurut Adib, sudah saatnya pihak rumah sakit kembali mengeluarkan alat-alat kesehatan seperti alat bantu pernapasan.
"Tolong juga dicek peralatan yang dulu pernah dipakai di bulan Juli-Agustus. Karena itu yang penting. HFNC (high-flow nasal oxygen), NIV (non-invasive ventilation), ventilator, dan sebagainya," papar dia.
"Yang Oktober-November kemarin turun, sekarang harus disiapkan semuanya. Jadi bukan hanya tempat tidur saja, tapi alat kesehatan juga harus disiapkan," imbuh Adib.
Untuk meringankan beban faskes dan tenaga kesehatan, pasien Omicron yang tidak memiliki gejala atau yang bergejala ringan diminta untuk melakukan isolasi mandiri.
Namun Adib mengingatkan, pasien-pasien tetap harus berada dalam pantauan medis sehingga disarankan memanfaatkan layanan telemedisin yang disiapkan Pemerintah.
"Kalau mereka bisa terpantau dengan baik, tidak perlu ke rumah sakit. Ini yang perlu diketahui masyarakat. Sehingga tidak semua masyarakat berbondong-bondong ke rumah sakit," urainya.
Jika pasien dengan gejala ringan ramai-ramai datang ke rumah sakit, dikhawatirkan fasilitas kesehatan justru akan collapse.
"Akhirnya terjadi disaster di UGD, seperti yang terjadi di bulan Juli. Isolasi terpantau ini yang harus ditingkatkan, dan triage community ini lah, kapan dia harus datang ke rumah sakit," tutup Adib.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/07/17004961/pakar-prediksi-ri-segera-tembus-300-ribu-kasus-aktif-covid-19-faskes-bisa