Salin Artikel

Perjalanan Kasus Edy Mulyadi: Berawal dari "Tempat Jin Buang Anak", Terancam 10 Tahun Penjara

JAKARTA, KOMPAS.com - Edy Mulyadi resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta penyebaran berita bohong atau hoaks.

Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan Edy sebagai tersangka pada Senin (31/1/2022).

Berangkat dari celotehannya tentang calon ibu kota negara baru di YouTube, Edy kini mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

Berawal dari "tempat jin buang anak"

Kasus Edy bermula dari kritik yang ia sampaikan soal pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Melalui sebuah video yang ditayangkan di YouTube, Edy menyebut wilayah calon ibu kota baru dengan istilah "tempat jin buang anak".

Dalam video tersebut, Edy menyampaikan kritik bahwa lahan IKN tidak strategis dan tidak cocok untuk investasi.

"Bisa memahami enggak, ini ada tempat elite punya sendiri yang harganya mahal punya gedung sendirian, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak," kata Edy dalam video di kanal YouTube Mimbar Tube dikutip dari Tribunnews.

Melalui rekaman videonya, Edy juga sempat menyebut Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seperti "macan yang jadi mengeong".

Pernyataan Edy itu seketika menuai kritik publik. Edy pun sempat memberikan klarifikasi dan meminta maaf atas pernyataannya itu.

Ia berdalih, "tempat jin buang anak" merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu tempat yang berada di kejauhan.

“Nah di Jakarta, tempat jin buang anak itu untuk menggambarkan tempat yang jauh,” kata Edy melalui kanal YouTube Bang Edy Channel, Senin (24/1/2022).

Menurut dia, istilah "tempat jin buang anak" juga pernah menjadi julukan kawasan Monas dan BSD, Tangerang Selatan, pada zaman dahulu.

Edy menekankan, itu hanya istilah yang dipakai untuk menyebut suatu tempat yang jauh dan terpencil.

“Jangankan Kalimantan, istilah, mohon maaf ya, Monas itu dulu tempat jin buang anak. BSD tuh tahun '80-an masih tempat jin buang anak. Istilah biasa,” ucap dia.

Edy menilai, ada pihak yang berupaya memainkan isu tersebut hingga menjadi ramai.

Namun demikian, ia tetap meminta maaf atas pernyataannya. Edy mengaku bahwa dirinya tidak berniat merendahkan dan menghina pihak tertentu melalui pernyataannya.

“Itu mau dianggap salah, tidak salah, saya tetap minta maaf,” kata Edy.

Jadi tersangka

Buntut dari ucapan Edy, setidaknya ada 4 laporan masyarakat ke polisi di tingkat Mabes dan Polda.

Dua laporan diterima di Bareskrim Polri, serta masing-masing satu laporan di Polda Sulawesi Utara dan Polda Kalimantan Timur.

Kemudian, Polri juga mendapat 16 pengaduan masyarakat dan 18 pernyataan sikap terkait ucapan Edy.

Dalam perjalanan kasusnya, Edy sempat absen dari panggilan pemeriksaan polisi. Semula ia diminta hadir pada 28 Januari 2022.

Namun, karena mangkir, pemeriksaan Edy akhirnya digelar pada 31 Januari 2022.

Menjelang pemeriksaan, Edy sempat mengaku kehilangan ponsel. Kuasa Hukum Edy, Herman Kadir, mengatakan, ponsel milik kliennya sudah tidak menyala alias mati.

"HP-nya mati. Kebetulan kemarin itu kayaknya HP-nya jatuh di mana itu. HP-nya ilang itu, gara-gara dia naik motor, ke mana, jatuh iya. Kelupaan dia, orang posisi panik," kata Herman di Bareskrim Polri, Jakarta, dikutip dari Tribunnews.com, Senin (31/1/2022).

Meski demikian, Herman tak menjelaskan secara rinci ihwal kronologi hilangnya ponsel milik Edy.

Namun, ia mengeklaim, hilangnya ponsel tersebut bukan sebagai upaya menghilangkan barang bukti.

"Iya, jadi dia teledor, (ponselnya) sudah mati. Ini dahsyat banget salahnya, bukan kayak peristiwa-peristiwa biasa. Menghadapi emosional masyarakat yang ribuan gini kan enggak gampang," imbuh Herman.

Meski demikian, pemeriksaan tetap berjalan. Selama beberapa jam tim penyidik kepolisian memeriksa 57 orang yang terdiri atas 37 saksi dan 18 ahli.

Dari hasil pemeriksaan itu, Edy kemudian ditetapkan sebagai tersangka.

Terancam 10 tahun penjara

Pihak kepolisian langsung menahan Edy setelah menetapkannya sebagai tersangka. Polisi mengaku punya sederet alasan untuk menahan Edy, meliputi alasan subjektif dan objektif.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menuturkan, alasan subjektif Edy langsung ditahan lantaran dikhawatirkan dia melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatan.

"Alasan objektif ancaman dikenakan di atas 5 tahun," kata Ramadhan kepada awak media di Jakarta, Senin (31/1/2022).

Sebagaimana diketahui, Edy sempat mangkir dari panggilan polisi dan mengaku kehilangan ponsel jelang pemeriksaan.

Edy pun bakal menjalani penahanan di Rutan Bareskrim selama 20 hari.

Akibat perbuatannya, Edy disangka telah melanggar pasal 45 A Ayat 2, jo Pasal 28 Ayat 2 UU ITE. Lalu, Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 Jo pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana Jo Pasal 156 KUHP.

"Ancaman masing-masing pasal ada, tapi ancaman 10 tahun," kata Ramadhan.

Minta perlindungan hukum

Merespons hal ini, Kuasa Hukum Edy, Damai Hari Lubis, mengaku akan mengirimkan surat ke Dewan Pers untuk meminta perlindungan hukum.

"Hari Rabu besok akan mengirim surat ke Dewan Pers, karena hari ini libur, untuk meminta perlindungan hukum. Karena di dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) kemarin ada 30 pertanyaan, itu semua yang ditanyakan adalah produk-produk pers di mana yang selalu ditanyakan itu Youtube," kata Damai dikutip dari tayangan Youtube KompasTV, selasa (1/2/2022).

Damai mengeklaim, setiap tayangan video Edy yang diunggah melalui Youtube adalah produk pers atau jurnalistik. Sebab, menurut dia, kanal Youtube Edy sudah terdaftar di Dewan Pers.

"Nah Pak Edy itu Youtube-nya produk pers, tidak bisa tidak. Itu sudah terdaftar di Dewan Pers," kata Damai.

Damai juga menyayangkan penetapan status Edy sebagai tersangka. Ia mengaku akan mengajukan penangguhan penahanan kliennya ke Bareskrim Polri.

"Atas dasar pertimbangan hukum presumption of innocent, kami tim advokasi selaku pengacara dan pembela akan mengajukan penangguhan penahanan sesuai persyaratan sistem hukum yang berlaku," ucap Damai.

Damai menilai, pernyataannya Edy mengenai 'tempat jin buang anak' masih bisa diperdebatkan. Menurut dia, objek perkara ucapan Edy berada di ruang seni, bahasa ungkapan, atau satire pada sebuah daerah sesuai adat dan budaya atau kebiasaan Betawi.

Ia berpendapat, tidak ada ungkapan kalimat kotor atau kasar yang terlontar dari kliennya terkait kritikan tersebut.

"Demi kepastian hukum dan demi keadilan, selayaknya pihak penyidik tidak terburu-buru melakukan penahanan yang prematur, bagaimana semisal kelak ternyata vonis hukum berkata lain, namun terhadap diri EM (Edy Mulyadi) sudah dilakukan penahanan," kata Damai.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/02/08285741/perjalanan-kasus-edy-mulyadi-berawal-dari-tempat-jin-buang-anak-terancam-10

Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke