Salin Artikel

Majelis Angka: Ketika Harga Keadilan Bertarif

Mencari keadilan
Ternyata melelahkan
Dan perlu uang
Beraratus-ratus juta

Tapi rakyat sudah melek hukum
Tanpa ketukan palu hakim
Mereka sudah tahu
Siapa yang benar
Siapa yang butuh uang
Beratus-ratus juta

“Okelah kalau begitu”
Kata warteg boys
Dan rakyat tahu
Dewi keadilan sudah tak tahu malu
Ia tak hanya menggenggam pedang
Tapi sudah tahu uang
Beratus-ratus juta

Koin-koin dikumpulkan
Uang recehan dihimpun
Orang-orang kecil
Yang sering ditelikung pengadilan korup
Bah!

Kini beratus-ratus juta
Uang recehan itu siap dilemparkan
Ke muka hakim

Puisi berjudul “Kepada Koin” ini ditulis sahabat saya mendiang Asep Sambodja saat berada kereta api Argo Lawu dalam perjalanan Yogya menuju Jakarta awal Desember 2009 silam.

Ketika bekerja bersama di Majalah Berita “Sinar” di tahun 1995 - 1996, saya sudah melihat idealisme yang tinggi dari alumni Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) ini.

Mungkin karena sama-sama alumni UI yang kebetulan “membenci” rezim tiran Orde Baru, Asep yang begitu mendalami dunia sastra dan sebaliknya saya yang berkhidmat di kajian komunikasi politik, angle tulisan yang kami garap berdua mengkritik ketimpangan yang ada saat itu.

Andai Asep Sambodja masih hidup saat ini dan sempat melihat “kebobrokan” dunia peradilan saat ini, mungkin saja puisi di atas akan direvisinya.

Harga keadilan yang ditarif Dewi Keadilan bukan lagi senilai ratusan juta, tetapi sudah menyentuh miliaran rupiah, bahkan lebih.

Tersebutlah seorang hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang bernama Itong Isnaeni Hidayat.

Saat menangani perkara pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP), ternyata ketok palu putusan yang ditangani Itong bisa diatur menurut penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Melalui pengacara PT SGP Hendro Kasino, PT SGP harus dibubarkan agar aset perusahaan senilai Rp 50 miliar bisa dibagi.

Bagai pucuk dicinta ulam pun tiba, ketok palu putusan dari hakim Itong tidak “gretongan”. Harga keadilan tersebut bertarif Rp 1,3 miliar.

Saat Hendro menyerahkan uang muka Rp 140 juta melalui panitera pengganti PN Surabaya bernama Hamdan, petugas KPK menangkapnya dalam operasi tangkap tangan atau OTT di Surabaya (Rabu, 19 Januari 2021).

KPK menduga baik hakim Itong, pengacara Hendro dan panitera Hamdan terlibat kongkalingkong untuk mengurus perkara pembubaran PT SGP.

Dana untuk dewi keadilan senilai Rp 1,3 miliar rencananya akan dibagi untuk para hakim, mulai dari pengadilan tingkat pertama hingga Mahkamah Agung (Kompas.com, 21/01/2022).

Kode upeti untuk penyamaran suap

Tidak hanya menguasai ilmu hukum dalam praktik, hakim Itong dan panitera pengganti Hamdan ternyata juga menguasai bahasa isyarat.

Untuk melancarkan transaksi suap-menyuap, dipakailah kode “upeti” untuk pemberian suap.

Saya jadi teringat dengan kode “sumbangan untuk masjid” untuk menyamarkan kutipan proyek-proyek pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintahan Kota Bekasi yang dilakukan Wali Kota Rahmat Effendi (Kompas.com, 07/01/2022).

Rahmat sudah menyandang status tersangka usai ditangkap KPK.

Kode “sapi betina” atau nama surat dalam kitab suci Al Quran “Al Baqarah” sering dipakai oleh pelaku rasuah kasus penambahan kuota impor daging sapi yang melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat itu, Luthfi Hasan Ishaaq, dengan orang kepercayaannya Ahmad Fathanah pada 2013.

Baik Luthfi maupun Fathanah sudah divonis dan mendekam di penjara.

Modus-modus kasus rasuah di tanah air selama ini memang lekat untuk menyamarkan permintaan uang dan penyediaan fasilitas dengan bahasa-bahasa simbol.

Dalam konteks penggunaan bahasa isyarat dalam kasus-kasus rasuah, biasanya digunakan untuk menghindari sadapan atau mengaburkan makna dari amatan pihak lain.

Komunikasi yang digunakan dalam keseharian terdiri dari dua macam, yakni komunikasi verbal dan komunikasi non-verbal.

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan menggunakan kata-kata. Sementara komunikasi non-verbal menggunakan isyarat tertentu atau bahasa tubuh.

Meski demikian, dua model komunikasi tersebut bisa dipadupadankan, sehingga komunikasi bisa berbentuk kalimat verbal, tetapi mempunyai isyarat tertentu.

Komunikasi dengan memadukan bahasa verbal dan isyarat ternyata tidak selamanya digunakan untuk hal positif.

Sebut saja dalam kasus-kasus rasuah di tanah air, komunikasi semacam ini justru digunakan untuk mengelabuhi orang lain.

Terlebih bagi para pelaku kasus korupsi, mereka menggunakannya untuk menyembunyikan maksud terselubung.

Mereka menggunakan kata-kata tertentu untuk menyembunyikan maksud yang sebenarnya. Cara komunikasi ini kemudian kerap disebut sebagai sandi atau kode.

Sandi atau kode yang telah disepakati, galibnya dilakukan secara berulang dan menjadi kebiasaan untuk menyamarkan aktivitas dan keinginan para pihak.

KPK menduga, Hakim Itong tidak sekali ini saja tersangkut dengan patgulipat keadilan yang bertarif, tetapi juga untuk kasus-kasus lain yang ditanganinya selama ini.

Hakim Itong Isnaeni ternyata pernah diskors Mahkamah Agung karena putusannya yang “nyentrik”.

Saat bertugas di PN Tanjungkarang, Lampung, Hakim Itong pernah membebaskan mantan Bupati Lampung Timur Satono yang menjadi terdakwa korupsi pada tahun 2011.

Satono didakwa melakukan korupsi dengan nilai mencapai Rp 199 miliar.

Tidak hanya itu, Hakim Itong juga membebaskan Bupati Lampung Tengah Andy Achmad Sampurna Jaya dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 28 miliar.

Di pengadilan tingkat kasasi, putusan Hakim Itong dikoreksi. Satono akhirnya dihukum 15 tahun penjara, sedangkan Andy diganjar 12 tahun bui.

Itong diskors karena terbukti melanggar kopde etik atas kedua kasus yang ditanganinya ini (Kompas.com, 20/01/2022).

Saat konferensi pers di KPK untuk mengumumkan OTT kasus Itong (Kamis 20/01/2022), dengan berani dan menantang Itong berteriak kalau penangkapannya adalah rekayasa tanpa bukti.

Para pengawal KPK yang berjaga dengan sigap mengendalikan kemarahan Itong dan kejadian ini menjadi kali pertama ada tersangka yang berani “bersuara” saat konferensi pers pimpinan KPK tengah berlangsung.

Kasus Hakim Itong pembuka kotak pandora

Melihat pengungkapan kasus “rekayasa” keadilan yang terjadi di pengadilan, sudah saatnya semua kalangan berkomitmen untuk membuka dan berani untuk membersihkan rumah dewi keadilan dari tikus-tikus peremah keadilan.

Komitmen untuk menegakkan wibawa keadilan tidak saja harus dituntut dari warga yang berperkara, tetapi juga harus berasal dari pengacara, jaksa serta hakim.

Hakim yang menjadi garda terakhir putusan yang berkeadilan harus merawat dan meruwat marwah hukum dan keadilan.

“Kendati kapal akan karan, tegakkan hukum dan keadilan! Jangan takut menegakkan hukum dan jangan takut mati demi menegakkan hukum”.

Walaupun absurb, selarik pesan dari mendiang Baharuddin Lopa, Jaksa Agung di era Presiden Abdurrahman Wahid itu sangat relevan sepanjang masa dan harusnya dijadikan komitmen bersama.

Jika tidak, maka rasuah demi rasuah di lingkungan peradilan menjadi momok tersendiri bagi para pencari keadilan ketika vonis bisa dinego dengan kekuatan kapital dan kekuasaan.

Saya yakin kasus hakim seperti Itong banyak ditemui di semua peradilan.

Tetapi saya juga tidak kalah yakin masih lebih banyak lagi hakim-hakim yang mewarisi semangat Baharuddin Lopa.

Seperti halnya hakim, KPK juga bukan Tuhan dan terbuka kemungkinan menjalankan kesalahan dan cacat prosedur.

Kasus penyidik KPK yang bernama Stepanus Robin Pattuju dalam pusaran kasus rasuah Mantan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memperlihatkan fakta penyalahgunaan kekuasaan di lembaga antirasuah.

Oknum KPK pun doyan “fulus”. Demikian juga dengan kasus Harun Masiku di KPK yang hingga kini “lenyap” di telan bumi juga menjadi antitesa penegakkan keadilan di tanah air.

Lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah. Hukum harus tegak berdiri walau ada iming-iming hukum bisa dibayar.

Dunia penegakkan hukum di tanah air itu ibaratnya seperti hutan belantara. Di mana seseorang demikian mudahnya untuk difitnah, diperkarakan, dilucuti kedaulatan politiknya bahkan hingga hilangnya nyawa.

Dunia penegakkan hukum di tanah air itu laksana kehidupan “liar” di hutan belantara di mana pilihan-pilihan tersebut direduksi sedemikian rupa.

Tinggal tersedia pilihan: dimangsa atau dimangsa! Jangan sampai dipaksa kalah dan divonis salah.

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/24/14462321/majelis-angka-ketika-harga-keadilan-bertarif

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke