Salin Artikel

“Kami Sudah Melawan Sebaik-baiknya…”

“Terima kasih. Kami sudah melawan sebaik-baiknya melawan.”

KOMPAS.com - Pesan singkat itu dikirimkan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo ketika saya menghubunginya melalui WhatsApp.

Saya menyampaikan ucapan selamat karena permohonan uji formil atas UU Cipta Kerja yang mereka ajukan dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (25/11/2021).

Organisasi yang fokus pada isu pekerja migran itu bersama lima pihak lainnya mengajukan permohonan uji formil pada 15 Oktober 2020.

Para pemohon berpandangan, pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan ketentuan atau asas yang diatur Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satunya, asas keterbukaan.

Artinya, tahap perencanaan UU Cipta Kerja, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, hingga pengundangan seharusnya transparan serta terbuka.

Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang luas untuk memberikan masukan.

Namun, dalam proses pembahasan UU Cipta Kerja, kelompok masyarakat buruh migran, seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Migrant Care, dan organisasi buruh migran lainnya tidak dilibatkan.

Padahal, UU Cipta Kerja juga berdampak pada perubahan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).

Dalam salah satu poin pertimbangannya, MK menyatakan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal. Fakta ini terungkap selama proses persidangan.

Meski telah dilaksanakan berbagai pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat, akan tetapi belum membahas naskah akademik dan materi perubahan undang-undang.

Sehingga, masyarakat yang terlibat dalam pertemuan tidak mengetahui secara pasti materi perubahan undang-undang apa saja yang akan digabungkan dalam UU Cipta Kerja.

Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Sementara itu, berdasarkan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, akses terhadap undang-undang diharuskan memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan maupun tertulis.

Lantas, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Apabila pemerintah dan DPR tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja dalam dua tahun, maka UU tersebut dapat menjadi inkonstitusional permanen.

“(Migrant Care) sama sekali tidak dilibatkan (dalam pembahasan). Putusan MK menunjukkan bahwa proses pembuatan (UU Cipta Kerja) tidak demokratis,” ucap Wahyu, saat dihubungi, Kamis.

Proses yang tidak mudah

Sejak UU Cipta Kerja disahkan, berbagai organisasi masyarakat sipil lintas-sektoral melakukan konsolidasi. Tidak hanya terkait isu ketenagakerjaan, tetapi juga ekologi, pertanian, hingga lingkungan.

Mereka sampai pada kesimpulan bahwa UU tersebut memiliki daya rusak yang sistematik. Migrant Care sendiri berpandangan, sejumlah pasal UU Cipta Kerja justru sangat kontraproduktif dengan upaya pelindungan pekerja migran.

“Kita konsolidasi juga dengan teman-teman yang lain, kok sama, UU ini punya daya rusak yang sistematik,” tutur Wahyu.

Dalam UU Cipta Kerja, Migrant Care mempersoalkan Pasal 89A UU Cipta Kerja yang mengubah UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).

Pasal tersebut menyatakan, Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja, pengertian atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai Perizinan Berusaha.

Artinya, Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau SIP3MI menyesuaikan dengan perizinan berusaha di UU Cipta Kerja.

Padahal secara filosofi, pengaturan perizinan berusaha bagi perusahaan yang menempatkan manusia berbeda dengan perizinan berusaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang lain.

Selanjutnya, UU Cipta Kerja menghapus ketentuan Pasal 57 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PPMI yang mengatur tentang syarat perpanjangan SIP3MI yang harus dipenuhi.

Adapun pasal tersebut merupakan bentuk pengawasan dan evaluasi bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), sebagai upaya pelindungan pekerja migran dari perusahaan yang tidak professional, tidak berkompeten, dan tidak bertanggung jawab.

Setelah permohonan uji formil diajukan, proses pengumpulan bukti pun tidak mudah. Dihubungi terpisah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menuturkan sulitnya mendapatkan naskah resmi RUU Cipta Kerja.

Upaya mendapatkan draf resmi UU Cipta Kerja melalui Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR hingga Badan Legislatif (Baleg) tidak membuahkan hasil.

Sementara itu, berbagai versi draf RUU Cipta Kerja telah beredar.

Naskah UU Cipta Kerja yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 terus mengalami perubahan.

Perubahan itu tak hanya terjadi saat naskah itu masih berada di DPR. Setelah diserahkan ke Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara, naskah UU yang dikerjakan dengan metode omnibus law itu masih mengalami perubahan.

Merujuk pernyataan Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR kala itu, naskah yang diserahkan oleh DPR ke Presiden berjumlah 812 halaman.

Azis memastikan naskah itu final setelah sebelumnya beredar naskah lain setebal 905 dan 1.035 halaman.

“Kita tidak dapat naskah UU Cipta Kerja secara resmi. Akhirnya naskah yang beredar itu yang kita jadikan alat bukti,” ujar Anis.

Jadi catatan penting

Bagi Anis, putusan MK atas uji formil UU Cipta Kerja menjadi catatan penting bagi pemerintah dan DPR.

Penyusunan UU Cipta Kerja secara jelas dinyatakan tidak sesuai dengan ketentuan asas pembentukan peraturan perundang-undangan atau cacat formil, sebab proses pembahasannya tidak partisipatif.

Dia berharap, dalam kurun dua tahun perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR membuka ruang pelibatan yang lebih luas kepada masyarakat.

“Bagaimana ini kemudian dimatangkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, dari sisi prosedur maupun substansi,” ucap Anis.

Harapan senada disampaikan oleh Wahyu. Menurut dia, organisasi masyarakat sipil yang selama tak sepakat dengan UU Cipta Kerja, harus memastikan jangka waktu dua tahun tidak dimanfaatkan sebagai status quo oleh pemerintah.

Wahyu menuturkan, pemerintah dan DPR harus segera memperbaiki UU Cipta Kerja secara lebih partisipatif.

“Saya kira gerakan masyrakat sipil tidak boleh kecolongan lagi, untuk memastikan ini. Kita harus mendorong proses penyusunannya benar-benar partisipatif,” kata Wahyu.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/26/06362911/kami-sudah-melawan-sebaik-baiknya

Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke