Salin Artikel

Peluang Andika, Gatot, dan Moeldoko sebagai Capres Menurut Survei…

Menjadi orang nomor satu dalam kepemimpinan militer jelas bukan sembarang prajurit yang mampu menggapainya.

Ia pun melewatinya tidak dengan waktu singkat. Semenjak lulus dari Akademi Militer di tahun 1987, perlu waktu 34 tahun berkarir pada berbagai lini jabatan prestius kemiliteran Angkatan Darat, hingga jabatan panglima direngkuh.

Prestasinya tidak hanya dalam dunia militer. Sebelumnya, berbagai pendidikan formal hingga jenjang paling tinggi pun sudah ditamatkan.

Catatan panjang gelar akademik yang disandangnya cukup untuk melegitimasikan sosoknya sebagai intelektual. Tercatat sebagai sarjana ekonomi (SE), pemegang tiga gelar akademik strata 2 (MA, MSc, dan MPhil), hingga puncaknya menyandang gelar doktoral (PhD) dari perguruan tinggi di Amerika Serikat.

Dengan segudang prestasi Jenderal Andika, apalagi kini terlengkapi dengan jabatan panglima TNI yang disandang, semakin mengenalkan sosoknya pada masyarakat. Dapat dipastikan popularitasnya meroket.

Popularitas meningkat, dapat ditebak selanjutnya, menjadi semakin potensial dirujuk masyarakat sebagai calon pemimpin negeri. Terlebih, momen kehadiran Jenderal Andika tergolong tepat di saat genderang calon presiden 2024 mulai banyak ditabuh.

Jika demikian yang terjadi, maka bursa calon presiden menjadi semakin menarik. Kemunculan Jenderal Andika menambah panjang deretan tokoh berlatar belakang kepemimpinan militer yang berkualitas.

Hebatnya lagi, jika memang kehadiran Jenderal Andika masuk sebagai rujukan calon presiden mendatang, maka baru kali ini tiga tokoh sekelas panglima TNI tampil bersamaan.

Sebelum Andika, terdapat mantan panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan Jenderal (Purn) Moeldoko yang juga populer.

Tampilnya tiga tokoh pemimpin militer dalam arena persaingan calon presiden menjadi suatu pemandangan politik yang langka. Walaupun masih hanya sebatas rujukan publik dan bukan dalam arena persaingan kontestasi pemilu sesungguhnya.

Saat itu, tidak hanya sampai pada tahapan popularitas calon presiden hasil jaringan survei opini publik saja, karir politik Wiranto bahkan berlanjut sebagai calon presiden bersama pasangannya Jusuf Kalla, pada Pemilu Presiden 2009.

Jika memang kehadiran tiga tokoh pimpinan militer tersebut juga berlanjut dalam arena persaingan politik, pertanyaannya seberapa besar peluang dukungan masyarakat tertuju pada calon pemimpin berlatar militer?

Merujuk survei opini publik, potensi dukungan terhadap pemimpin berlatar belakang militer bersifat dialektik. Pada masa sebelumnya terdapat kecenderungan adanya relasi antara ketertarikan publik pada para pemimpin militer, kehadiran tokoh berlatar militer saat itu, dengan citra TNI yang terbentuk.

Dalam hal ini, tatkala citra TNI dalam penilaian masyarakat kurang memuaskan maka saat yang sama keinginan publik untuk mendukung tokoh berlatar belakang militer sebagai calon presiden redup.

Survei Litbang Kompas pada September 1998, misalnya, mengungkapkan 62 persen responden menilai citra TNI buruk.

Saat itu, sejak kemunduran Presiden Soeharto di bulan Mei 1998, tekanan anti kepemimpinan militer tengah menguat.

Tokoh militer yang tampil, Jenderal Wiranto, misalnya, tidak mampu meningkatkan citra yang telanjur terpuruk. Tergambarkan pula pada survei yang sama, jelang Pemilu 1999, sebanyak 59 persen responden menolak kepemimpinan berlatar militer.

Jelang Pemilu 2004, kondisi berubah. Pamor kepemimpinan militer meroket. Pasalnya, produk kepemimpinan sipil yang berjalan dirasakan kurang banyak memenuhi harapan. Citra TNI justru berbalik dinilai positif oleh hampir 60 persen responden.

Apalagi, saat yang sama sosok Susilo Bambang Yudhoyono mulai tenar. Berdasarkan survei di bulan April 2004, sebanyak 58,7 persen responden justru berbalik menginginkan sosok kepemimpinan berlatar belakang militer.

Bagaimana dengan kondisi saat ini? Hasil survei Litbang Kompas di bulan Oktober 2021 menunjukkan citra TNI sangat positif di mata publik. Sembilan dari 10 responden menyatakan baik citra yang terbentuk.

Hanya saja, citra TNI yang sedemikian tinggi itu belum banyak berelasi pada ketertarikan publik pada kehadiran para tokoh militer saat ini.

Kehadiran Gatot Nurmantyo dalam peta persaingan calon presiden, misalnya, sudah sejak Pemilu 2019 ternominasikan.

Popularitasnya sebagai calon presiden tergolong tinggi, dan masih bertahan hingga ia mengakhiri jabatan panglima TNI (2017).

Namun, popularitas yang tinggi tidak diimbangin oleh derajat elektabilitasnya. Berbagai hasil survei menunjukkan tingkat keterpilihan Gatot tidak mampu mencapai papan atas persaingan.

Saat ini, sosok Gatot Nurmantyo memang masih menjadi bagian dari preferensi publik sebagai calon presiden.

Hanya, sepanjang tahun 2021 ini, proporsi pendukung yang masih merujuk dirinya sebagai presiden kurang signifikan. Baik pada hasil survei Litbang Kompas maupun survei yang dilakukan oleh SMRC, hanya berkisar pada proporsi 1-2 persen.

Kondisi yang kurang lebih mirip dihadapi Moeldoko. Popularitasnya belum mampu terkonversi menjadi sosok yang didukung publik sebagai calon presiden.

Berdasarkan hasil survei, sepanjang tahun 2021 ini, derajat keterpilihan Moeldoko tetap bertengger pada proporsi 1 persen.

Khusus terhadap Jenderal Andika, bisa jadi berpeluang sama. Namun, dengan momentum yang ia miliki saat ini, dapat pula sebaliknya.

Sebelum namanya dinominasikan sebagai Panglima TNI, tidak cukup kuat pula sosoknya tampil sebagai rujukan publik. Survei SMRC di bulan Mei dan September 2021 lalu misalnya, menempatkan Andika pada kelompok yang didukung 1 persen responden.

Sosoknya belum kuat tertanam sebagai top of mind publik. Elaborasi terhadap survei ini, hingga survei bulan September, baru sebanyak 24 persen yang mengetahui sosok Andika. Dari sejumlah itu, tidak kurang dari dua pertiganya mengaku menyukai sosoknya.

Setelah menjadi Panglima TNI, tentu saja popularitasnya kian membubung. Tingkat keterpilihannya pun potensial meningkat.

Namun, tampaknya waktu kepemimpinan yang dimiliki relatif singkat. Setahun setelah masa jabatannya, Andika mengakhiri tugas kemiliterannya.

Di saat itu, ia pun harus mampu membuktikan kepiawaian profesionalitas kepemimpinan yang tidak beraroma politik.

Dengan keterbatasan semacam itu, akan melonjakkah dukungan diraih? Tidak sabar rasanya menunggu hasil survei mendatang.

https://nasional.kompas.com/read/2021/11/09/07181441/peluang-andika-gatot-dan-moeldoko-sebagai-capres-menurut-survei

Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke