Pernyataan itu, diunggahnya di akun Twitter resminya @SitiNurbayaLHK pada Rabu (3/11/2021).
"Pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi," tulis Menteri Siti.
Unggahan ini pun langsung mendapat reaksi dari warganet dan Greenpeace Indonesia.
Mereka mempertanyakan dan mengkritisi pernyataan Menteri Siti.
Terlebih lagi, kicauan itu diunggahnya sehari setelah pertemuan Conference of Parties ke-26 (COP26) yang membahas isu perubahan iklim.
Dalam pertemuan tersebut, Presiden Joko Widodo ikut menandatangani komitmen untuk mengakhiri deforestasi dan degradasi lahan pada 2030 yang tertuang dalam The Glasgow Leaders' Declaration on Forest and Land Use (Deklarasi Pemimpin Glasglow atas Hutan dan Pemanfaatan Lahan).
Melanjutkan unggahannya, Menteri Siti menjelaskan bahwa menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation atau deforestasi sama dengan melawan mandat UUD 1945.
"Menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk values and goals establishment, membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi," tulis Siti Nurbaya.
Sebetulnya, twit itu merupakan penggalan dari utas yang diunggah Siti Nurbaya. Dalam utasnya, Siti bicara soal FoLU Net Carbon Sink 2030 yang jangan diartikan sebagai zero deforestation.
Lewat akun Twitternya Greenpeace Indonesia langsung memberikan balasan atas cuitan Menteri Siti.
"Saudara-saudara, kami perkenalkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia," demikian tulis @GreenpeaceID.
Twit itu lantas dilanjutkan contoh pembangunan jalan Trans Papua yang tidak memberikan dampak signifikan bagi masyarakat Papua.
"Jalan trans Papua, salah satu contoh pembangunan yang digadang-gadangkan, namun apakah dampaknya bagi orang Papua dan lingkungan?," tulis Greenpeace.
"Penelitian LIPI sebut pembangunan jalan trans Papua ini tidak berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi orang asli Papua," lanjutnya.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, M Iqbal Damanik mengatakan, sangat disayangkan Indonesia memiliki menteri lingkungan yang pro pembangunan skala besar.
Iqbal mengingatkan, pembangunan semacam itu berpotensi merusak lingkungan hidup.
"Sangat disayangkan Indonesia memiliki menteri lingkungan hidup yang pro terhadap pembangunan skala besar yang jelas-jelas berpotensi merusak lingkungan hidup," ujar Iqbal saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (4/11/2021).
Iqbal menuturkan, pernyataan Menteri Siti tersebut sangat mengecewakan meski dibaca dalam konteks statement secara keseluruhan.
"Statement ini justru semakin menunjukkan kemana keberpihakan Menteri LHK," tegasnya.
"Sementara presiden ikut menandatangani komitmen mengakhiri deforestasi dan degradasi lahan 2030, justru pernyataan yang bersebrangan datang dari Menteri LHK hanya berselang satu hari setelahnya," lanjut Iqbal.
Dia pun mengingatkan, tidak ada pembangunan dan pertumbuhan yang bermanfaat di atas lingkungan yang buruk atau bumi yang tidak layak dihuni.
Selain itu, saat ini kita dunia sedang menghadapi krisis iklim.
"Kalau tidak ada tindakan yg signifikan utk menurunkan atau menjaga suhu bumi dibawah 1,5 derajad serta mitigasi iklim, maka kehancuran di depan mata," tambahnya
Konsep pembangunan diluruskan
Kritik keras juga disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Dalam akun Twitter @walhinasional, Walhi menganggap Siti lebih mendukung pembangunan skala besar daripada melindungi lingkungan hidup dan kehutanan sebagai tugas pokok seorang Menteri LHK.
"Menteri Lingkungan Hidup tapi kok malah pro banget sama pembangunan skala besar yg jelas2 berpotensi merusak lingkungan hidup sebuah kementerian yg harusnya menjadi pelindung kan," tulis Walhi dalam akun Twitter @walhinasional yang dikutip Kompas.com, Kamis (4/11/2021).
Walhi mengingatkan kepada Siti Nurbaya bahwa saat ini dunia sedang menghadapi krisis iklim.
Menurut Walhi, pernyataan Siti Nurbaya memperlihatkan Indonesia masih disibukkan dengan prioritas pembangunan daripada menjaga lingkungan hidup.
Apabila pembangunan skala besar terus menjadi prioritas dengan mengesampingkan upaya deforestasi, maka mustahil mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, baik dan bersih.
"Terus siapa yang menikmati pembangunan, oligarki lagi?" tulis akun Walhi.
Saat dihubungi Kompas.com, Manajer Kampanye Keadilan Iklim Walhi, Yuyun Harmono mengatakan, pihaknya meminta semua pihak meluruskan tentang konsep atau paradigma pembangunan.
Pandangan Walhi, kata Yuyun, pembangunan haruslah berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia, sekaligus lingkungan hidupnya.
"Jadi, pembangunan yang dimaksud itu harusnya bukan ditopang oleh pembangunan infrastruktur skala besar, bukan ditopang oleh food estate, sawah dan pertanian skala besar, bukan ditopang oleh pertambangan, perkebunan sawit," ujar Yuyun.
Yuyun mengatakan, selama ini pembangunan tidak pernah dikoreksi untuk melindungi sumber daya manusia sekaligus lingkungan hidupnya.
Di sisi lain, ia justru melihat pembangunan dengan konsep food estate bahkan memicu konflik di masyarakat.
"Karena menyebabkan terjadinya penggundulan hutan dan seterusnya. Ini kan kontradiktif. Maka, yang perlu diluruskan itu adalah paradigma pembangunannya itu," tutur Yuyun.
Lebih lanjut, Yuyun meminta pemerintah dalam hal ini Menteri LHK mengetahui bahwa tujuan pembangunan berskala besar haruslah memiliki subjek kepada anak muda atau generasi ke depan.
Ia pun mengungkit pernyataan sejumlah pemangku kebijakan yang menilai, Indonesia akan mencapai tahun emas pada 2045 atau 100 tahun Kemerdekaan RI.
Menurut Yuyun, seharusnya pembangunan diutamakan melindungi lingkungan hidup dan peningkatan sumber daya manusia agar anak-anak muda dan generasi mendatang bisa menikmatinya pada tahun tersebut.
DPR minta penjelasan
Sementara itu, anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin mengingatkan Menteri Siti bahwa pembangunan tetap harus berlandaskan aspek kelestarian lingkungan.
"Jangan sampai atas nama pembangunan, semua dilegalkan dan tidak memperhatikan aspek lingkungan dan kerusakan hutan," kata Andi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (4/11/2021).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berpandangan, apabila pembangunan berskala besar diteruskan tanpa mengutamakan aspek lingkungan, maka akan sangat berbahaya.
Menurut dia, pembangunan besar seperti itu akan membuat kerusakan hutan dan pencemaran lingkungan semakin marak.
"Ini yang bahaya bagi keberlanjutan bangsa ke depan seperti tambang dan kebun ilegal. Itu banyak merusak hutan dan pencemaran lingkungan," ucapnya.
Oleh karena itu, Andi meminta Siti Nurbaya memberikan penjelasan lebih lanjut terkait pernyataan yang disampaikan terkait pembangunan dan deforestasi.
Ia meminta Siti menjelaskan apa maksud dari pernyataan tersebut sehingga tidak menimbulkan persepsi negatif dan bias di masyarakat.
"Karena pembangunan, kita bisa pahami sebagai upaya mensejahterakan rakyat, tapi tetap menjaga kelestarian lingkungan," ujar dia.
Andi mengaku tak sepenuhnya sependapat dengan pernyataan Siti bahwa pembangunan besar tak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi.
Sebab, menurut dia, perlu ada penjelasan bahwa pembangunan yang seimbang harus menjunjung tinggi aspek lingkungan dan mengurangi kerusakan hutan.
https://nasional.kompas.com/read/2021/11/05/06255601/kontroversi-pernyataan-menteri-lhk-soal-pembangunan-dan-deforestasi