Ferdiansyah (25 tahun), peserta asal Jakarta Selatan, berpendapat bahwa acara seperti ini perlu diteruskan dibarengi dengan perubahan sikap dari aparat supaya memahami aspirasi yang dituangkan oleh seniman melalui mural.
"Mudah-mudahan saja harapan ke depan ini acara seperti ini terus ada, terus didukung sama pemerintah, terus sama itu sih, sudut pandang dari mereka harus disesuaikan dengan seniman," kata Ferdiansyah saat berbincang dengan Kompas.com di lokasi lomba, Lapangan Bhayangkara, Jakarta, Sabtu (30/10/2021).
Ferdiansyah mengatakan, selama ini ia memang belum pernah membuat mural bernada kritik di tempat publik.
Namun, ia merasa tergerak untuk membuat mural berisi kritik setelah ramainya mural bernada kritik yang dihapus oleh aparat pada beberapa waktu lalu.
"Mumpung dibolehin, daripada takutnya kalau kita mengkritik enggak ada ajangnya begini kan ngeri jadi masalah, jadi mendingan seperti ini," ujar dia.
Senada, Medi (36), peserta asal Karawang, mengaku tidak takut untuk membuat mural bernada kritik dalam lomba mural tersebut karena kritik terhadap Polri memang menjadi salah satu tema yang diangkat.
Ia pun berharap, ke depannya para pemural tidak perlu khawatir membuat karya seni berisi kritik di tempat publik.
"Semoga ke depannya para pemural bisa lebih diberi ruang untuk mereka bebas berkreasi berekspresi mengutarakan kreasi mereka dan kritik-kritik mereka," kata Medi.
"Ngecat sedikit saja tentang acara 17-an atau har-hari bensar negara saja sudah dicari-cari," ujar peserta asal Depok itu.
Ia juga sempat khawatir untuk mengikuti lomba ini. Namun, ia akhirnya berani mendaftar setelah dibujuk oleh temannya yang menjamin bahwa ia akan aman-aman saja.
Senada dengan Ferdiansyah dan Medi, Masteng berharap masyarakat dapat terus bebas berkarya menurut minatnya masing-masing, termasuk dalam membuat mural.
"Masih banyak, kayak skateboard itu belum difasilitasi, anak-anak BMX juga masih kurang, banyaklah, tato-tato itu juga belum ada sama sekali (wadahnya)," kata dia.
apolri Jenderal (Polisi) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, lomba mural ini merupakan bukti bahwa Polri dan pemerintah tidak antikritik serta tidak membungkam kebebasan berekspresi.
"Kami sebagai institusi Polri memegang teguh aturan-aturan yang ada, arahan dari Bapak Presiden, terkait dengan kebebasan berekspresi sehingga tentunya hari ini adalah bukti kami menghormati kebebasan berekspresi," kata Listyo.
Pantauan Kompas.com, sejumlah peserta menyelipkan kritik dalam karya-karya mereka, antara lain soal pembungkaman terhadap masyarakat serta ketidakadilan dalam penegakan hukum.
Tidak sedikit pula peserta yang mengangkat tema pandemi Covid-19 atau mengapresiasi kinerja Polri dalam karyanya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/30/15360541/peserta-harap-jaminan-kebebasan-berekspresi-tak-berhenti-di-lomba-mural