JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti SMRC Saidiman Ahmad menilai, ada dua persoalan yang harus dilihat tentang upaya Presiden Joko Widodo dalam menekan polarisasi.
Saidiman mengungkapkan hal itu menanggapi pujian yang disampaikan seorang profesor asal Singapura, Kishore Mahbubani.
Ia mengakui bahwa Indonesia berhasil mengatasi polarisasi dengan cara merangkul lawan politik tersebut tidak pernah terjadi di negara manapun.
"Di satu sisi, itu satu kejeniusan dalam mengatasi persoalan polarisasi. Tetapi ada dua persoalan di sana," kata Saidiman di acara diskusi virtual bertajuk '2 Tahun Jokowi Ma'ruf di Luar Dipuji, di Dalam Dicaci' secara virtual, Minggu (24/10/2021).
Ketika lawa politik dirangkul, ia menambahkan, harus dipastikan apakah polarisasi benar-benar terjadi atau tidak.
Menurut dia, perlu dibedakan antara polarisasi di tingkat elite dan polarisasi di tingkat massa.
"Kami menemukan bahwa di tingkat elite (polarisasi) selesai persoalan, tapi di tingkat massa polarisasi itu masih terjadi," kata dia.
Hal tersebut ditemukan dalam beberapa survei yang digelar SMRC. Antara lain mereka yang menyatakan puas dengan pemerintahan Jokowi mayoritas datang dari massa pemilih Jokowi sebelumnya.
"Sedangkan yang menyatakan tidak puas, mayoritas berasal dari mereka yang tidak memilih Jokowi," kata dia.
Kedua, Saidiman menilai bahwa merangkul opisisi memiliki persoalan dalam demokratisasi karena secara langsung itu melemahkan oposisi. Padahal, kata dia, oposisi juga sangat dibutuhkan dalam demokrasi.
Ia menjelaskan, sebelumnya sepertiga dari jumlah anggota dewan di DPR merupakan kelompok oposisi.
Ketika Prabowo masuk ke pemerintahan, hanya tersisa dua oposisi di parlemen yaitu, Partai Demokrat dan PKS.
Ditambah lagi, imbuh dia, ada upaya secara tidak langsung dari orang pemerintahan yang ingin mengambil alih Partai Demokrat, yaitu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
"Kalau itu terjadi, itu artinya kita tinggal hanya punya oposisi 50 kursi parlemen yang dimiliki PKS. Ini persoalan. Satu sisi ingin menyelesaikan persoalan polarisasi, tapi sebetulnya melemahkan demokrasi," ucap dia.
Sebelumnya diberitakan, profesor di National University of Singapore (NUS) Kishore Mahbubani menuliskan artikel berjudul The Genius of Jokowi.
Artikel tersebut mengatakan, Presiden Jokowi merupakan sosok pemimpin negara yang genius.
Artikel yang diterbitkan pada 6 Oktober lalu itu menceritakan capaian Jokowi selama menjadi Presiden Indonesia.
Poin penting yang disampaikan Kishore adalah Jokowi mampu menjaga stabilitas politik bahkan menyatu dengan lawan politiknya.
"Ketika beberapa negara demokrasi besar memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Joko Widodo layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas," demikian salah satu kutipan tulisan Mahbubani dalam artikel tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2021/10/24/14030001/jokowi-dianggap-berhasil-atasi-polarisasi-oleh-profesor-singapura-smrc-ada