Salin Artikel

Epidemiolog: Pengurangan Masa Karantina Pelaku Perjalanan Internasional Jadi 5 Hari Tidak Tepat

Sebab, kata dia, meski kasus Covid-19 sudah berada di titik rendah, namun situasi penularan virus masih terjadi dalam transmisi komunitas.

"Kalau mengurangi 5 hari karena Covid-19 itu sudah terkendali saya kira tidak tepat. Mengapa? Walau kasus kita turun, saat ini kita ini masih berada pada situasi transmisi komunitas, itu artinya belum terkendali," kata Madalina saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/10/2021).

Masdalina tak setuju dengan pengurangan masa karantina tersebut karena masa inkubasi rata-rata terjadi pada hari kelima dan keenam.

Apalagi, kata dia, penderita Covid-19 terkadang tidak merasakan gejala namun masih bisa menularkan virus.

"Meski penularannya kecil dan itu mencegah penularan dengan 3M di masyarakat, tapi 5 hari masih puncak-puncaknya ya. Kita lihat saja nanti evaluasi kebijakan itu kalau kita ketemu varian lain, salah satu kontribusi dari karantina yang terlalu singkat," ujarnya.

Selain itu, Masdalina mempertanyakan referensi yang digunakan pemerintah dalam mengurangi masa karantina menjadi 5 hari.

Ia mencontohkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengurangi masa karantina bagi pelaku perjalanan menjadi 7 hari dengan pemeriksaan PCR negatif, namun masa karantina bisa menjadi 10 hari tanpa dilakukan pemeriksaan.

"Nah sekarang bagaimana dengan Indonesia, saya belum menemukan referensi yang menyatakan masa inkubasi itu bisa 5 hari," ujarnya.

Lebih lanjut, Masdalina mengingatkan, pengurangan masa karantina pernah dilakukan pemerintah pada Januari 2021, saat itu masa karantina pelaku perjalanan internasional juga ditetapkan menjadi 5 hari.

Namun, masa karantina yang pendek tersebut berakibat pada masuknya variant of concern (VoC) ke Indonesia.

"Artinya cukup efektif 8 hari untuk karantina, nah sekarang kalau diturunkan (lagi) 5 hari, oke, mari kita amati saja nanti kalau ada masuk (varian) Mu maka kita ingatkan lagi," ucap dia.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana mengurangi masa karantina pelaku perjalanan internasional yang tiba melalui Bandara Ngurah Rai Bali, dari delapan menjadi lima hari.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pengurangan dilakukan dengan mempertimbangkan masa inkubasi Covid-19.

Oleh karenanya, meski masa karantina dikurangi, namun risiko penularan virus corona telah telah berkurang.

"Kenapa lima hari, karena kami hitung masa inkubasi itu empat, delapan hari. Jadi maksimum (lima hari) itu sudah turun di bawah 4 persen probability (kemungkinan) penularannya," kata Luhut, dalam konferensi pers daring, Senin (11/10/2021).

Pengurangan masa karantina juga dilakukan mengingat situasi pandemi virus corona di Indonesia sudah mulai membaik.

Dalam satu minggu terakhir kasus Covid-19 harian nasional turun 98,4 persen dibandingkan dengan puncaknya pada pertengahan Juli 2021.

Sementara, kasus konfirmasi Jawa-Bali turun hingga 98,99 persen.

Tak hanya itu, jumlah kematian pasien Covid-19 harian juga terus mengalami penurunan. Data terbaru 10 Oktober 2021 menunjukkan bahwa terdapat 39 kasus kematian nasional dan 17 kasus kematian di Jawa Bali.

Bersamaan dengan itu, Luhut mengungkap, cakupan vaksinasi Covid-19 di Indonesia meningkat signifikan, khususnya di kalangan lansia.

"Jadi saya kira risikonya makin rendah karena tingkat imunitas kita juga bertambah sejalan dengan jumlah yang divaksin bertambah, juga jumlah lansia yang divaksin juga bertambah," ujar Koordinator PPKM Jawa-Bali itu.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/13/09495331/epidemiolog-pengurangan-masa-karantina-pelaku-perjalanan-internasional-jadi

Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke