Salin Artikel

Heldy Djafar, Istri Ke-9 Soekarno, Jatuh Cinta dalam Tarian Lenso

Heldy lahir pada 11 Juni 1947 di Tenggarong, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Ia mengembuskan napas terakhir pada usia 74 tahun.

Dikutip dari intisari.grid.id dan dari buku berjudul "Heldy, Cinta Terakhir Bung Karno" yang ditulis Ully Hermono dan Peter Kasenda disebutkan bahwa pernikahan Soekarno dan Heldy terjadi pada 11 Juni 1966.

Saat itu, Heldy, anak bungsu dari sembilan bersaudara menikah di usia 18 tahun. Sementara, Soekarno saat itu berusia 65 tahun.

Pernikahan itu diselimuti duka, lantaran sehari sebelum akad nikah, ayah Heldy, H. Djafar meninggal dunia karena serangan jantung dalam perjalanan ke Jakarta.

Tanpa ada kebaya khusus dan bunga harum dalam pernikahannya, Heldy berharap ayahnya memberikan izin untuk menikah dengan Soekarno.

Saksi pernikahan Soekarno dan Heldy ketika itu adalah Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Idham Chalid, Erham Djafar kakak Heldy selaku wali, dan Menteri Agama K.H. Saifuddin Zuhri.

Bung Karno dan Erham (kakak laki-laki Heldy) saat itu berjabatan erat, kedua saksi mendengarkan kata yang terucap dari bibir Bung Karno.

“ … dengan emas kawin sebuah gelang emas putih bermata berlian dengan kadar enam karat ….”

Surat nikah yang telah ditandatangani oleh saksi dan wali itu dipegang Idham Chalid. Saksi yang juga Menteri Agama menyatakan, "Ya, Yang Mulia, sah pernikahan ini,”

Perasaan Heldy pun kelewat girang sehingga lupa meminta surat itu.

Kisah cinta Heldy dan Soekarno dalam tari lenso

Pada 1964, Heldy yang saat itu kelas 2 Sekolah Kepandaian Keputrian Atas (SKKA) terpilih menjadi anggota barisan Bhineka Tunggal Ika yang diprakarsai Soekarno.

Suatu hari pada tahun tersebut, Heldy berdiri berjajar di tangga Istana Merdeka bersama anggota barisan Bhineka Tunggal Ika. Ia mengenakan kebaya berwarna merah jambu dengan kain lereng, berselendang dan rambut yang disanggul.

Soekarno yang berjalan di anak tangga, seperti biasa mengamati satu per satu anggota barusan, tersenyum dan tepat di depan Heldy Bung Karno mendekat dan menepuk bahu kirinya.

“Dari mana asal kamu?”

“Dari Kalimantan, Pak,” jawab Heldy kaget dan gemetar. 

“Oh, aku kira dari Sunda. Rupanya ada orang Kalimantan cantik.”

Mendengar pernyataan Soekarno tersebut, ada rasa bangga, khawatir, deg-degan dalam diri Heldy.

Orang yang selama ini hanya bisa dilihat lewat foto dan didengar suaranya lewat radio, menepuk dan menyapanya. Pertemuan pertama yang penuh ketegangan namun sangat berkesan. 

Pertemuan berikutnya kembali terjadi, dalam salah satu pertemuan, Soekarno mengajaknya untuk menari lenso.

Pikiran Heldy pun berkecamuk karena akan menari lenso dihadapan banyak tamu penting dan artis yang lebih senior seperti Titiek Puspa, Rita Zahara, dan Feti Fatimah.

Dalam tarian lenso tersebut, Heldy menyambut uluran tangan Presiden. Dengan ragu ia memberikan telapak tangan kirinya yang dingin untuk digenggam Soekarno, sementara ia harus meletakkan tangan kanannya di bahu kiri presiden pertama RI tersebut.

Ia hanya bisa menunduk, membiarkan pinggang kecilnya dipeluk Bung Karno yang terus-menerus menatapnya.

Saat menari lenso, Soekarno berbisik menanyakan namanya, asal sekolah, usia dan meminta izin untuk bertamu ke rumah Heldy.

Hatinya berdegup dalam gerakan tari lenso. Tak hanya itu, para tamu mulai bernyayi "Baju hijau siapa yang punya, baju hijau siapa yang punya, baju hijau Bapak yang punya,"

Kegaduhan nyanyian itu menyadarkannya, matanya menyapu ruangan mencari-cari orang berbaju hijau. Baru ia sadar, ia satu-satunya yang berbaju hijau. Tapi apa makna ”Bapak yang punya,"

Pada 12 Mei 1965, Soekarno berkunjung ke rumah Erham tempat Heldy tinggal. Soekarno datang dengan penampilan berbeda yaitu tanpa memakai peci, celana panjang hitam, kemeja putih lengan pendek yang kancing atasnya terbuka, bahkan mengenakan sandal.

Soekarno bertemu dengan H. Djafar yang saat itu berada di Jakarta. Soekarno langsung menyatakan ketertarikannya kepada Heldy, namun Heldy merasa terlalu muda dan meminta presiden mencari perempuan lain.

Soekarno hanya tersenyum dan memberikan bungkusan kecil berisi jam tangan Rolex. Setelah kunjungan pertama, Soekarno semakin sering ke rumah Erham.

Pada Juni 1966, cukup satu tahun bagi Heldy menjadi kekasih Soekarno. Ini waktu yang cukup bagi Soekarno menikahi Heldy.

Menikah bertahan 2 tahun

Pernikahan tersebut hanya bertahan 2 tahun, setelah berpisah dengan Soekarno, Heldy resmi menjadi istri Gusti Suriansyah Noor, putra Pangeran Mohammad Noor dari Istana Kutai Kartanegara.

Dalam pernikahan tersebut, Heldy mendampingi suaminya di Departemen Pekerjaan Umum, dan aktif di Dharma Wanita. Ia dikaruniai 6 orang anak dari pernikahan tersebut.

https://nasional.kompas.com/read/2021/10/12/21202911/heldy-djafar-istri-ke-9-soekarno-jatuh-cinta-dalam-tarian-lenso

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke