Salin Artikel

Gonjang-ganjing di KPK, Kemerosotan Kepercayaan Publik, dan Ketidaktegasan Sikap Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik yang terus terjadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belakangan ini dinilai sebagai akibat dari ketidaktegasan sikap Presiden Joko Widodo.

Gonjang-ganjing muncul pascapengesahan Undang-Undang (UU) tentang KPK hasil revisi, yakni UU Nomor 19 Tahun 2019.

Salah satunya mengenai pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman RI, terdapat malaadministrasi dalam penyelenggaraan asesmen tersebut.

Kemudian, hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan ada 11 jenis pelanggaran hak asasi dalam pelaksanaan TWK.

Komnas HAM merekomendasikan agar Presiden Jokowi memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat. Presiden juga diminta untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses TWK.

Namun hingga kini, Presiden Jokowi belum bersikap. Sedangkan 56 pegawai nonaktif KPK yang tak lolos TWK akan diberhentikan pada 30 September 2021.

“Kami mengamati, melihat dan mengevaluasi bahwa gonjang-ganjing KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia terjadi karena Bapak Presiden gagal untuk bersikap tegas dan keras terhadap siapa pun yang menganggu upaya pemberantasan korupsi,” ujar Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo, melalui siaran pers, Selasa (28/9/2021).

“Bahkan Bapak Presiden langsung yang membuka keran bagi pelemahan kerja pemberantasan korupsi melalui revisi UU KPK,” kata dia.

Adnan menyoroti tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK yang terus merosot.

Berdasarkan hasil survei lembaga Indikator Politik, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK hanya 65 persen. Sementara responden yang menyatakan tidak percaya sebesar 26 persen. KPK menjadi institusi negara dengan tingkat kepercayaan keempat setelah TNI, Presiden dan Polri.

Kemudian, Adnan menuturkan, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2020 memburuk dan menjadikannya sebagai negara yang dianggap sangat korup.

IPK yang dirilis Transparency International Indonesia (TII) memperlihatkan penurunan skor, yakni di angka 37. Tahun sebelumnya skor Indonesia tercatat di angka 40. Skor 0 menunjukkan sangat korup dan 100 artinya sangat bersih.

Selain itu, posisi Indonesia merosot ke peringkat 102 dari 180 negara yang dinilai IPK-nya. Padahal, Indonesia sempat berada di posisi 85.

“KPK sebagai badan antikorupsi yang selama ini sangat disegani, baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia, kini sedang terpuruk,” kata Adnan.

Adnan juga menyinggung soal pemilihan pimpinan KPK yang kontroversial dan tidak bisa dilepaskan dari peran serta tanggung jawab Presiden Jokowi.

Ia menilai, Jokowi gagal memilih dan menempatkan para calon pimpinan KPK yang berintegritas tinggi. Diketahui, dua pimpinan KPK, yakni Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar, terlibat kasus pelanggaran etik.

Oleh sebab itu, Adnan berharap Presiden Jokowi segera mengambil sikap, khususnya terkait pemberhentian 56 pegawai nonaktif KPK.

Ia berpandangan, Jokowi dapat dengan mudah mengambil keputusan jika menggunakan ketajaman hati nurani dalam melihat situasi.

“Kami mengartikan sikap diam Bapak Presiden RI sebagai persetujuan secara tidak langsung atas pemecatan secara sewenang-wenang 56 pegawai KPK tersebut,” kata Adnan.

Usulan Kapolri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berencana merekrut 56 pegawai nonaktif KPK untuk menjadi ASN Polri.

Menurut Listyo, Polri membutuhkan para pegawai KPK di Bareskrim untuk menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

"Saya telah berkirim surat kepada Bapak Presiden untuk memenuhi kebutuhan organisasi Polri terkait pengembanan tugas-tugas di Bareskrim, khususnya tipikor," kata Listyo dalam konferensi pers, Selasa (28/9/2021).

Listyo menilai, 56 pegawai KPK yang bakal diberhentikan tersebut memiliki rekam jejak dan pengalaman memadai untuk bertugas di Polri.

Karena itu, ia mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo agar para pegawai nonaktif KPK direkrut menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri.

"Kami melihat terkait rekam jejak dan pengalaman dalam penanganan tipikor tentu sangat bermanfaat untuk memperkuat jajaran organisasi Polri yang saat ini kami kembangkan," ucapnya.

Listyo menuturkan, Presiden Jokowi telah menyetujui rencana tersebut. Saat ini, Polri diminta menindaklanjuti usulan itu ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

"Tanggal 27 (September) kami mendapatkan jawaban dari Bapak Presiden melalui Mensesneg secara tertulis, pada prinsipnya beliau setuju 56 orang pegawai KPK tersebut untuk menjadi ASN Polri," ujar Listyo.

Terkait rencana itu, pegawai nonaktif KPK tengah melakukan konsolidasi. Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi nonaktif KPK Giri Suprapdiono mengatakan, banyak pertanyaan yang harus diklarifikasi terkait rencana tersebut.

“Kami masih konsolidasi dahulu bersama dengan 56 pegawai lainnya dan semua stakeholder antikorupsi untuk menyikapi kebijakan pemerintah ini,” ujar Giri kepada Kompas.com, Selasa.

“Banyak pertanyaan dan hal yang harus diklarifikasi terkait rencana kebijakan ini. Nanti akan kami sampaikan secara resmi setelah ada kejelasan sikap kami,” tutur dia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/29/05300081/gonjang-ganjing-di-kpk-kemerosotan-kepercayaan-publik-dan-ketidaktegasan

Terkini Lainnya

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke