Salin Artikel

Sedekah Wi-Fi untuk Para Pewaris Negeri

SEJAK Minggu (19/9/2021) sore, suasana “horor” tiba-tiba menyeruak di semua wilayah tanah air. Pelajar dan mahasiswa kesulitan mencari data dan mengerjakan tugas-tugas. Calon pendaftar kerja juga kesulitan mempersiapkan materi ujian.

Guru dan dosen “kelimpungan” menyiapkan materi untuk kelas awal minggu. Trader pasar saham juga terganggu karena tidak bisa menyiapkan analisis pasar untuk permbukaan perdagangan Senin pagi.

Pangkal persoalan adalah terganggunya jaringan internet IndiHome milik Telkom yang merata di seluruh tanah air. Demikian juga dengan jaringan Telkomsel di beberapa wilayah tertentu.

Gangguan sistem komunikasi kabel laut di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan (Jasuka) khususnya di ruas Batam - Pontianak ditengarai Telkom sebagai penyebab down-nya akses internet sejak hari Minggu.

Bahkan hingga Senin (20/9/2021) siang, gangguan masih dirasakan sebagain warga yang kesulitan mengakses zoom, tidak bisa mengakses ujian asesmen nasional berbasis komputer serta penurunan kualitas jaringan (Kompas.com, 20 September 2021).

Kita yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Jogyakarta, Medan, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, atau Pontianak misalnya, gangguan internet selama sehari saja sudah jadi perkara besar.

Tidak bisa dipungkiri, hampir semua urusan pekerjaan, perekonomian dan pendidikan kini sangat mengandalkan dan bertumpu pada ketersediaan akses internet.

Apalagi sejak pandemi Covid-19 melanda tanah air, praktis semua aktivitas kehidupan sangat mengandalkan kehandalan jaringan internet.

Internet dan sinyal di pedalaman

Tetapi jika kita sering berkunjung ke daerah-daerah di tanah air, di Tarakan saja yang menjadi kota terbesar di Provinsi Kalimantan Utara, daya jangkau internet masih jadi masalah.

Sahabat saya yang bertugas di Pelabuhan Tengkayu, Tarakan, kesulitan berkomunikasi dengan istrinya yang berdinas sebagai guru Geografi SMAN Negeri 1 Desa Long Beluah, Tanjung Palas Barat di Kabupaten Bulungan.

Padahal antara Tarakan dengan Bulungan hanya dipisahkan oleh perairan dan sama-sama berada di Provinsi Kalimantan Utara. Jangankan internet, sinyal seluler pun menjadi “benda” beharga.

Pertemuan fisik antara sahabat saya dan istrinya hanya dilakukan di akhir pekan. Kecintaannya terhadap dunia pendidikan membuat istri sahabat saya rela berpisah dengan suaminya.

Keterpisahan ini sudah dijalaninya dengan sabar hampir 12 tahun.  Hingga kini sahabat saya belum dikarunia momongan.

"Mahalnya" sinyal juga terjadi di pedalaman Kampung Kelian Luar, Kampung Ujoh Halang dan Kampung Kelian Dalam di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. 

Hanya untuk mendapatkan sinyal telepon, warga harus mendaki bukit yang disebut sebagai "bukit telepon". Di musim hujan seperti sekarang ini butuh perjuangan untuk menelpon karena jalan mencapai puncak bukit licin dan rawan longsor.

Selain licin, kontur bukit yang curam menjadi penghalang untuk kaki-kaki kecil melangkah. Ya, bocah-bocah ini harus berjibaku dengan alam demi mendapat sinyal agar bisa mengikuti belajar daring.

Warga dewasa juga harus mendaki ke "bukit telepon" mencari sinyal agar bisa mengirimkan laporan atau tugas-tugas kuliah (Kompas.com, 17 September 2021).

Selain akses jalan ke ibukota kabupaten yang jauh, daerah "bukit telepon" juga belum teraliri listrik. Warga hanya mengandalkan pembangkit genset milik desa dan pembangkit listrik tenaga surya.

Untuk komunikasi keluar, masyarakat di sekitaran "bukit telepon" entah siang atau malam harus keluar dari kampung dan mendaki perbukitan agar mendapat “anugerah” terhubung dengan jaringan seluler.

Jika di Kutai Barat harus mendaki bukit untuk mendapat akses internet maka di Banyumas, Jawa Tengah, para siswa harus memanjat pohon di puncak bukit demi memperoleh sinyal untuk belajar daring.

Walau Dusun Karanggondang, Desa Sambirata, Kecamatan Cilongok ini hanya berjarak 12 kilometer dengan pusat Kota Purwokerto, kondisi geografisnya membuat segala frekuensi yang masuk ke wilayah ini seolah-olah “terperangkap” (Kompas.com, 29 Desember 2020).

Untuk menjaring sinyal provider, para siswa harus berjalan beberpa kilometer mendaki bukit di sekitar Telaga Kumpai. Di atas bukit, para siswa harus memanjat puncak pohon tinggi agar bisa “menjaring” sinyal.

Potensi jatuh terpeleset bisa saja terjadi karena ranting yang licin dan rapuh. Untuk para siswi, tentu lebih sulit lagi jika harus mendapat akses internet.

Sama-sama memiliki semangat juang tinggi sebagai “pemburu” akses internet dengan para siswa di Kutai Barat dan Banyumas, pelajar di pedalaman Flores, Nusa Tenggara Timur tepatnya di Desa Wailamun, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka juga harus berjalan jauh.

Untuk bisa tersambung dengan akses internet, para pelajar harus mendaki bukit Lorowanan karena di atas bukit inilah jaringan seluler bisa tertangkap.

Bersama masyarakat umum yang juga memiliki keperluan berkomunikasi, para pelajar terpaksa harus ditemani orangtuanya di malam hari jika ada tugas yang harus dikumpulkan (Kompas.com, 29 September 2020).

Pewaris negeri butuh perhatian

Saya teringat cita-cita saya dulu saat masih bocah. Setiap ditanya apa cita-citanya, dengan lantang saya atau teman-teman akan ucapkan ingin menjadi tentara, guru, dokter atau insinyur. Cita-cita kita dulu begitu sederhana.

Andai pertanyaan serupa diajukan di masa kekinian, maka impian akan cita-cita anak-anak sekarang menjadi semakin "spesifik". Ada yang ingin menjadi vlogger, youtuber, make up artis bahkan spesialis robotik selain ada juga yang masih bercita-cita seperti kita dahulu.

Biarkan anak-anak berceloteh dengan mimpinya. Kita tidak bisa melarang karena mimpi adalah hak setiap anak-anak untuk membayangkan kehidupannya di masa yang akan datang.

Justru menjadi tugas kita semua dan pemerintah untuk lebih peduli dengan ketersediaan segala fasilitas yang menunjang kemajuan dan pendidikan mereka.

Anak-anak di perkotaan yang berasal dari keluarga mapan kerap bercita-cita tinggi. Tetapi, sadarkah kita dengan mimpi anak-anak di daerah batas negara seperti di Skow, Papua, atau di Jagoi Babang di Kalimantan Barat atau di Wini, Nusa Tenggara Timur?

Mimpi mendapatkan akses internet gratis bagi mereka sebuah anugerah. Mimpi bisa makan sehari tiga kali adalah berkah yang luar biasa.

Perjuangan Arif pelajar kelas IV SDN 7 Kota Parepare, Sulawesi Selatan yang terpaksa menjadi pekerja bongkar pasang tenda hajatan dan pesta demi bisa membeli kuota internet pantas menjadi sinyal keprihatinan kita.

Memanjat dari satu tiang ke tiang yang lain dan memasang atap tenda hajatan adalah keseharian kerja Arif. Tekadnya hanyalah bisa meringankan beban orang tua dan bisa terus bersekolah serta mampu beli kuota internet untuk belajar daring (Kompas.com, 10 September 2021).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) memiliki program bantuan internet di 2021. Di periode 11–15 September, 11–15 Oktober serta 11–15 November 2021 ada program penyaluran bantuan kuota internet.

Untuk level peserta didik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mendapatkan kuota sebesar 7 GB setiap bulan, Untuk siswa SD hingga menengah memperoleh 10 GB setiap bulan.

Sedangkan untuk pendidik dari jenjang PAUD hingga pendidikan menengah mendapat jatah kuota 12 GB saban bulan. Dosen dan mahasiswa akan memperoleh kuota sebanyak 15 GB setiap bulan.

Bantuan kuota data internet tersebut dapat digunakan untuk mengakses seluruh aplikasi dan situs. Situs-situs yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tidak bisa dibuka oleh penerima bantuan kuota (Kompas.com, 19 September 2021).

Bantuan kuota data internet dari Kemendikbub Ristek ini tidak bisa dipakai untuk membuka aplikasi media sosial seperi Badoo, Bigolive, Facebook, Instagram, Periscope, Pinterest, Snackvideo, Snapchat, Tinder, Tumblr, Twitter, Vive, Vkontake, atau YY.

Demikian juga halnya untuk game online seperti 8 Ball Pool, Candy Crush, Clash of Clans, Clash of Kings, Clash Royale, Crisis Action, Fifa Mobile Football, Garena, Garena AOV, Garena Free Fire, Growtopia, Lineage Revolution, Lords Mobile Battle of The Empires, Mobile Legends, PUBG, Roblox, dan Steam. Game-game tersebut “dikunci” agar penerima bantuan kuota data internet tidak bisa mengakses.

Selain media sosial dan game online, tidak ketinggalan aplikasi video seperti  Dailymotion, JWPlayer, Likee, Netflix, QQVideo, Tiktok, TVUNetwork dan Viu juga “diboikot”.

Hanya saja, penyaluran bantuan kuota data internet dari Kemendikbud Ristek yang menyasar 22,8 juta nomor ponsel peserta didik jenjang PAUD hingga pendidikan tinggi serta 1,6 juta pendidik jenjang PAUD hingga pendidikan tinggi masih kurang dari jumlah yang mencukupi (Kompas.com, 13 September 2021).

Kelemahan data baik di tingkat jenjang PAUD hingga perguruan tinggi masih menjadi persoalan klasik. Di lapangan masih terjadi kasus-kasus pelajar atau mahasiswa yang tidak kebagian jatah bantuan kuota data internet.

Kasus yang menimpa Arif di Parepare, Sulawesi Selatan, bisa terjadi karena tidak adanya pemutakhiran data nomor ponsel peserta didik dan pendidik di sistem data pokok pendidikan (Dapodik) dan pangkalan data pendidikan tinggi (PD Dikti.

Masih banyak yang berhak mendapatkan bantuan kuota data internet yang tidak terjaring dalam daftar penerima bantuan dari Kemendikbud Ristek.

Perlu gerakan sedekah Wi-Fi

Selarik kalimat “anak-anak adalah pewaris masa depan” akan terdengar absurd jika kita hanya menyerahkan persoalan keterbatasan akses internet kepada kemampuan pemerintah semata. Andai kita peduli, begitu banyak anak-anak yang kurang beruntung dalam kehidupan.

Suatu ketika saya pernah diminta salah satu partai politik untuk memberi pembekalan ke kader-kadernya di 17 provinsi.

Hampir satu tahun penuh saya berkililing ke berbagai ibukota provinsi untuk membuka pola pandang komunikasi politik bagi pengurus partai dari tingkat provinsi hingga utusan kabupaten.

Saya selalu meminta pengurus partai baik di dewan pimpinan daerah hingga cabang serta anak cabang sampai tingkat ranting untuk menyediakan akses Wi-Fi bagi warga sekitar terutama bagi pelajar dan mahasiswa.

Rakyat tidak hanya perlu sembako untuk kepentingan sesaat dan jangka pendek tetapi kalangan terdidiknya butuh jendela pengetahuan dengan dunia luar melalui penyediaan akses internet. Kehadiran partai politik di tengah masyarakat bisa dirasakan, misalnya, hanya dengan menyediakan akses internet gratis di kantor-kantor partai politik. .

Kantor-kantor partai tidak boleh ramai ketika saat membuka pendaftaran calon kepala daerah atau ketika penjaringan calon anggota legeslatif. Kantor-kantor partai harus bisa didayagunakan untuk kepentingan warga di daerah.

Dengan menyediakan fasiltas pendukung seperti meja, kursi dan suasana yang instagramable maka kantor partai akan jadi tujuan hang out anak muda untuk berselancar di dunia maya.

Kantor-kantor pemerintah dari tingkat provinsi, kabupaten hingga kelurahan harus menyediakan akses internet yang bisa digunakan secara optimal oleh warga.

Pernah saya mempresentasikan perlunya kantor-kantor pemerintah di suatu provinsi membuka akses Wi-Fi nya untuk masyarakat umum mengingat pandemi sangat memukul kehidupan warga.

Dengan skeptis seorang kepala dinas menyebut usulan saya tersebut akan membuat jaringan lemot karena banyaknya pengakses Wi-Fi pada saat bersamaan. 

Saya tidak kurang akal menanggapi kekhawatiran ini. Bukankah jam kantor aparat sipil pemerintah hanya sampai sore hari dan sudah rahasia umum pula, sebelum jam kantor selesai justru para pegawai sudah pulang dan keluar kantor?

Penyediaan akses internet gratis untuk masyarakat tentu saja bisa fleksibel dan terbuka untuk umum sejak sore hari misalnya.

Kalangan swasta pun bisa melakukan sedekah Wi-Fi bagi pelajar, mahasiswa, dan warga dengan pola yang hampir sama dengan usulan saya di atas, misalnya menyediakan akses internet usai bubaran kantor.

Perusahaan provider wajib melaksanakan kewajiban tanggungjawab sosialnya (Coorporate Social Responsibility atau CSR) kepada masyarakat dan lingkungan.

Hal yang sama juga bisa dilakukan oleh para operator menara base tranceiver station (BTS) di daerah-daerah terpencil. Sedekah Wi-Fi juga bisa dilakukan secara perseorangan. 

Saya jadi teringat dengan ucapan pejuang, seorang guru sekaligus wartawan dari Sulawesi Utara, Sam Ratulangi. Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) ini pernah berujar, "Si tou timou tumou tou". Yang berarti, manusia baru dapat disebut sebagai manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia.

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/20/18372431/sedekah-wi-fi-untuk-para-pewaris-negeri

Terkini Lainnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke