Salin Artikel

Wajarkah Pejabat Laporkan Aktivis?

WAJARKAH seorang pejabat melaporkan aktivis? Tentu saja ada yang bilang wajar, ada yang bilang tidak wajar. Namun, jawaban atas pertanyaan ini tidak semata-mata dilihat dari perspektif hukum tapi juga keberlangsungan demokrasi.

Lho, apakah demokrasi tidak boleh bicara penyelesaian hukum? Sangat boleh. Syarat dan ketentuan berlaku.

Apa syarat dan ketentuannya? Inilah yang jadi inti perdebatan.

Saat ini ada dua kasus somasi yang dilayangkan kepada aktivis.

Somasi Moeldoko

Yang pertama adalah somasi Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko kepada Indonesia Corruption Watch (ICW). Kasus ini bermula dari siaran pers ICW yang berjudul Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis.

Peneliti ICW Egi Primayogha dan Miftachul Choir ini menyebut, ada keterkaitan antara Sofia Koswara dan Joanina Rachma.

Sofia adalah petinggi PT Harsen Laboratories, perusahaan farmasi yang memproduksi Ivermectin yang disebut-sebut sebagai obat alternatif untuk Covid-19.

Joanina adalah putri Moeldoko. Perusahaan Joanina kerap bekerja sama dengan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang dipimpin Moeldoko. Dalam siaran pers itu disebutkan, Moeldoko mendistribusikan Ivermectin ke Kudus, Jawa Tengah.

ICW menulis dalam siaran pers yang dirilis 22 Juli 2021,

"Fenomena tersebut kian menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan dan memperkaya diri. Presiden Joko Widodo bahkan tidak menindak tegas pejabatnya yang diduga terlibat dalam konflik kepentingan distribusi Ivermectin.

Alih-alih demikian, ia bahkan membuka ruang perburuan rente dengan membiarkan instansi tertentu campur tangan dalam penanganan covid di luar tugas dan kewenangannya." 

Atas pernyataan ICW ini, Moeldoko mengirim tiga somasi kepada ICW dan meminta ICW memohon maaf atas pernyataan yang disebut Moeldoko tidak berdasar.

ICW bergeming: tidak mencabut pernyataan, juga tidak minta maaf. Moeldoko pun berniat melanjutkannya ke ranah pidana. 

"Karena ini adalah character assassination, membunuh karakter seseorang yang kebenarannya belum jelas! Apalagi dengan pendekatan ilmu-ilmu cocoklogi, dicocok-cocokkan! Ini apa-apaan ini," kata Moeldoko kepada wartawan, Selasa (31/8/2021) lalu.

"Sungguh saya tidak mau terima yang seperti itu. Berikutnya, saya tidak terlalu banyak meminta. Anda minta maaf, klarifikasi, cabut pernyataan, selesai. Tapi kalau itu tidak Anda lakukan, saya harus lapor polisi. Itu sikap saya," tegas Moeldoko. 

Somasi Luhut Binsar Pandjaitan

Kasus kedua adalah somasi yang dilayangkan Menko Maritim dan Investasi Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan kepada Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti.

Somasi ini terkait kanal youtube Haris yang salah satu videonya berjudul Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! 

Sampai sekarang video itu masih bisa diakses. Dalam video tersebut, Fatia mengungkapkan dugaan soal kelindan bisnis Luhut di Papua dan Operasi Militer di sana.

"Kita tahu juga bahwa Toba Sejahtera Group ini juga dimiliki sahamnya oleh salah satu pejabat kita. Namanya adalah Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Lord Luhut. Jadi, Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini," kata Fatia dalam tayangan youtube Haris Azhar.

Luhut keberatan.

"Tanpa dasar dan tidak berdasar menyatakan bahwa Luhut Binsar Panjaitan, klien kami, bermain. Nah ini kata-kata bermain tambang maupun pertambangan yang terjadi di Papua!" kata Pengacara Juniver Girsang dalam keterangan video yang diterima Kompas TV, Minggu (29/8/2021) lalu.

"Pernyataan ini sangat tendensius. Pernyataan ini sangat merugikan klien kami," tambah Juniver.

Wajarkah pejabat melaporkan aktivis?

Somasi adalah teguran resmi,  dilakukan sebagai tanda ajakan untuk mengklarifikasi atau menyelesaikan sebuah persoalan yang memiliki konsekuensi hukum poisitif di Indonesia. Jika somasi tak diindahkan, bisa dilanjutkan dengan pelaporan.

Moeldoko disebut akan melaporkan ICW ke polisi.

Pertanyaannya, wajarkah? jawabannya bisa ya, bisa pula tidak! 

Untuk menjawab ini saya meminta pendapat dua ahli. Pertama adalah Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini. Kedua adalah Pengajar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar.

"Jangan lupa, demokrasi itu soal dialog dan dialog itu semestinya tidak melibatkan upaya-upaya hukum, pejabat versus rakyat, pejabat versus masyarakat sipil. Justru data yang tidak sama ini harus dipertemukan dengan skema dialog," kata Titi kepada KompasTV.

Sementara dari sisi hukum, Abdul Fickar berpendapat, tak semestinya pejabat menggunggat kritik yang dialamatkan kepadanya, sekalipun kritik itu salah.

Alasannya, pejabat negara memang sungguh wajar untuk dikritik. Kritik harus dijawab dengan apa yang benar menurut pejabat, bukan justru menghukum pengkritik, sekalipun ada kesalahan dalam isi kritik tersebut.

Pertanyaan saya, kapankah proses hukum bisa dilakukan oleh pejabat yang notabene merupakan sosok individu yang memiliki hak yang sama di mata hukum?

"Bila ada indikasi mens rea, alias niat jahat. Darimana indikasi niat jahat itu? Dari tulisan yang lebih dari satu kali menyasar sosok pejabat yang sama dan ditulis juga oleh orang yang sama. Jadi tak boleh hanya karena satu kali tulisan lalu langsung memolisikan aktivis yang mengkritik," kata Fickar kepada program AIMAN KompasTV.

Masih hangat di ingatan, pada 2020 lalu, Indeks Demokrasi di Indonesia turun drastis, terpuruk selama 14 tahun terakhir.

Tentu jadi pelajaran dan peringatan untuk seluruh komponen bangsa jangan sampai terbersit keinginan apalagi upaya untuk kembali ke masa silam.

Bukankah karena demokrasi, siapapun punya hak yang sama, termasuk menjadi seorang pejabat negara bahkan presiden.

Kondisi yang mustahil terjadi di era otoritarianisme yang terkonsentrasi pada satu pemimpin yang pernah kita alami di masal lalu.  Jangan!

Saya Aiman Witjaksono.

Salam

https://nasional.kompas.com/read/2021/09/07/14465961/wajarkah-pejabat-laporkan-aktivis

Terkini Lainnya

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke