Pramono menegaskan perpres tersebut tidak akan memperpanjang alur birokrasi dalam pembuatan peraturan menteri (permen) atau peraturan kepala lembaga (perka).
"Perpres ini tidak dalam rangka untuk memperpanjang birokrasi, sama sekali tidak ada niatan itu. Bahkan, saya secara khusus meminta kepada para deputi substansi yang ada di Sekretariat Kabinet untuk membantu mempercepat kalau ada persoalan-persoalan yang timbul di lapangan,” ujar Pramono dilansir dari siaran pers di laman Sekretariat Kabinet, Kamis (26/8/2021).
Menurut Pramono,arahan dan keputusan dalam sidang kabinet dan rapat terbatas yang tertuang dalam risalah sidang/rapat harus menjadi acuan dalam menyusun permen dan perka.
Namun, dia mengakui hal tersebut masih belum diterapkan sepenuhnya pada periode pertama kabinet Presiden Joko Widodo.
“Seperti kita ketahui bersama pada periode pertama, seringkali apa yang menjadi arahan, keputusan, kebijakan, putusan dalam rapat rerbatas, ternyata diterjemahkan berbeda oleh beberapa kementerian dan lembaga. Sehingga, terjadi hal-hal yang kemudian oleh Bapak Presiden dianggap bahwa perlu untuk dilakukan penertiban,” ungkap Pramono.
Sehingga Keberadaan Perpres 68/2021 tidak hanya untuk ketertiban pembuatan permen dan perka secara administratif tetapi juga untuk memastikan bahwa arahan dan keputusan Presiden dalam sidang kabinet atau rapat rerbatas diterjemahkan dengan benar dalam permen dan perka tersebut.
“Bapak Presiden meminta kepada kami untuk membuat Perpres ini agar ada ketertiban secara administratif. Tetapi juga dengan semangat, apa yang menjadi arahan presiden itu diterjemahkan dengan benar, atau apapun yang diputuskan oleh presiden di dalam rapat terbatas itu diterjemahkan dengan benar,” tutur Pramono.
Dia pun meminta agar kementerian dan lembaga memahami dan melaksanakan mekanisme terkait pemberian persetujuan presiden terhadap Rpermen atau Rperka tersebut.
“Saya berpesan kepada deputi di internal Setretariat Kabinet untuk selalu mempercepat apa yang menjadi kebutuhan dalam membuat peraturan menteri ataupun peraturan kepala lembaga ini. Tetapi, tentunya prosedur harus dilewati dengan baik dan proper dan benar,” tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga.
Aturan ini menegaskan bahwa semua rancangan peraturan menteri dan rancangan peraturan kepala lembaga harus mendapat persetujuan presiden.
Namun, sebelum dimintakan persetujuan presiden, RPermen/RPerka harus sudah melalui pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi yang dikoordinasikan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham).
Kemudian, setelah proses harmonisasi tersebut, pemrakarsa menyampaikan permohonan kepada Presiden.
"Berdasarkan permohonan yang disampaikan pemrakarsa, Sekretariat Kabinet menyampaikan memo kepada Bapak Presiden untuk mendapatkan persetujuan dari usulan tersebut, dari pemrakarsa tersebut,” jelas Pramono Anung.
Jika Presiden telah memberikan persetujuan, pihak Sekretariat Kabinet segera menyampaikan secara tertulis kepada kementerian/lembaga.
Sebaliknya, apabila RPermen/RPerka belum mendapatkan persetujuan atau tidak mendapatkan persetujuan oleh Presiden, maka Sekretariat Kabinet akan melakukan pengkajian.
"Tentunya proses itu kita kaji, kita dalami kembali, kita evaluasi apa yang belum atau tidak mendapatkan persetujuan dari Bapak Presiden,” tutur Pramono.
Adapun untuk RPermen/RPerka yang mendapat persetujuan dari Presiden selanjutnya dapat ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga pemrakarsa dan diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia di Kemenkumham.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/26/07455611/setkab-ketentuan-peraturan-menteri-wajib-disetujui-presiden-tak-akan