Salin Artikel

Komnas HAM: Diduga TWK Jadi Upaya Singkirkan Pegawai KPK Tertentu dengan Stigma Taliban

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, ada 11 pelanggaran dalam proses alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pegawai aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

Hal itu diketahui dari proses penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan perwakilan 75 pegawai KPK.

Salah satu temuan Komnas HAM yakni, proses alih status kepegawaian melalui TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai dengan latar belakang tertentu, khususnya terkait stigma Taliban.

"Pelabelan atau stigmatisasi Taliban terhadap Pegawai KPK yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, baik faktual maupun hukum, adalah bentuk pelanggaran HAM," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam konferensi pers, Senin (16/8/2021).

Anam mengatakan, label Taliban di dalam internal KPK sengaja dikembangkan dan dilekatkan kepada pegawai KPK dengan latar belakang tertentu sebagai bagian dari identitas maupun praktik keagamaan tertentu.

Kenyataan yang sebenarnya, kata dia, stigma atau label tersebut sangat erat kaitannya dengan aktifitas kerja profesional pegawai KPK.

"Tidak hanya itu, label ini juga melekat pada pegawai KPK yang tidak bisa dikendalikan," kata Anam.

"Padahal, karakter kelembagaan internal KPK merujuk pada kode etik lembaga, justru memberikan ruang untuk bersikap kritis dalam melakukan kontrol internal maupun kerja-kerja penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," ucap dia.

Berdasarkan temuan dan analisis atas fakta peristiwa, Komnas HAM akan menyampaikan rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan dan selaku pejabat pembina kepegawaian tertinggi direkomendasikan untuk mengambil alih seluruh proses TWK Pegawai KPK.

Kemudian, Komnas HAM merekomendasikan Presiden untuk memulihkan status Pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) untuk dapat diangkat menjadi ASN KPK.

Hal itu, menurut Taufan juga dapat dimaknai sebagai bagian dari upaya menindaklanjuti arahan Presiden yang sebelumnya telah disampaikan kepada publik.

Selain itu, hal ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 70/PUU-XVII/2019 yang dalam pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun.

"Mengingat MK berperan sebagai pengawal konstitusi dan hak konstitusional, maka pengabaian atas pertimbangan hukum dalam putusan MK tersebut dapat dimaknai sebagai
bentuk pengabaian konstitusi," ujar Taufan.

Komnas HAM juga merekomendasikan presiden untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan TWK terhadap pegawai KPK.

Selain itu, Komnas HAM juga merekomendasikan agar ada pembinaan terhadap seluruh pejabat kementerian atau lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan TWK.

Pembinaan itu, menurut Taufan, supaya pejabat tersebut tetap patuh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat menjalankan kewenangannya.

Ia berharap, pejabat itu juga dapat memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi asas keadilan dan sesuai dengan standar HAM.

Lebih lanjut, Komnas HAM menilai, perlu adanya penguatan terkait wawasan kebangsaan, hukum dan HAM.

"Dan perlunya nilai-nilai tersebut menjadi code of conduct dalam sikap dan tindakan setiap aparatur sipil negara," ucap Taufan.

Terakhir, Komnas HAM juga merekomdasikan kepada presiden untuk melakukan pemulihan nama baik pegawai KPK yang dinyatakan TMS.

"Laporan pemantauan dan penyelidikan ini akan disampaikan kepada Presiden RI. Komnas HAM RI berharap agar rekomendasi dimaksud dapat segera mendapat perhatian dan tindak lanjut Bapak Presiden RI," ujar Taufan.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/16/15595851/komnas-ham-diduga-twk-jadi-upaya-singkirkan-pegawai-kpk-tertentu-dengan

Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke