Salin Artikel

Bung Hatta

PROKLAMATOR Republik Indonesia Mohammad Hatta atau lebih dikenal dengan panggilan Bung Hatta adalah sosok yang saya kagumi.

Bermula ketika saya duduk di SMP meminjam buku dari perpustakaan sekolah berjudul Mendayung Antara Dua Karang yang ditulis oleh Mohammad Hatta.

Seingat saya, buku ini merupakan kumpulan pidato Bung Hatta mengenai politik luar negeri Indonesia dan pembenahan dalam negeri.

Setelah itu, ketika masih di SMP juga, saya menulis surat kepada Mohammad Hatta melalui majalah anak-anak Kawanku tahun 1979 yang menanyakan bagaimana kesan-kesan Bung Hatta ketika diasingkan ke Boven Digoel (Papua), sebuah wilayah yang mengerikan dan sangat terasing.

Surat dijawab melalui majalah tersebut dan saya dikirimi foto beliau yang saya simpan hingga saat ini.

Beberapa tahun kemudian saya membeli buku Memoar Mohammad Hatta yang diterbitkan Penerbit Tintamas Indonesia (pertama kali terbit 12 Agustus 1979). Buku setebal 598 halaman ini tampak mengasyikkan saat dibaca.

Sebuah buku otobiografi yang ditulis secara rinci perjalanan hidup Bung Hatta sejak di Bukittinggi, sekolah ke Negeri Belanda, aktif dalam gerakan kemerdekaan, hingga menyongsong kemerdekaan Indonesia.

Prinsip yang teguh

Pengenalan lebih jauh sosok Bung Hatta ini ternyata berlanjut ketika saya mengenal dengan baik ketiga putri Bung Hatta, yaitu Meutia Farida Hatta Swasono, Gemala Rabi’ah Hatta, dan Halida Nuriah Hatta.

Beberapa kali saya bertemu ketiganya di rumah Bung Hatta di Jalan Diponegoro 57, Jakarta. Juga beberapa kali bertemu di berbagai acara peluncuran buku.

Pengenalan lebih jauh ini karena saya (bersama Mulyawan Karim, Amalia Paramita) mengedit buku-buku karya Mohammad Hatta yang diterbitkan ulang oleh Penerbit Buku Kompas, yaitu Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi (judul asli Memoar Mohammad Hatta); Biografi Politik Mohammad Hatta (karya Deliar Noer); Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya (ditulis oleh ketiga putrinya); Mohammad Hatta: Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977); Mohammad Hatta: Hati Nurani Bangsa (Deliar Noer); Bung Hatta dan Ekonomi Islam (Anwar Abbas); Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun: Gagasan dan Pemikiran; Keteladanan Bung Hatta (M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu).

Melalui buku-buku tersebut tampak bahwa Bung Hatta adalah sosok yang tertib, disiplin, teguh, religius, kutu buku, pembelajar, serius, visioner, bersahaja, santun, dan konsisten.

Karena, siapa pun yang memiliki janji dengan Bung Hatta kemudian datang terlambat, maka Bung Hatta tidak mau menemuinya.

Selain itu Bung Hatta dikenal hemat. Bu Meutia (putri sulung) menuturkan, pada 1960-an suatu ketika ada saudara jauhnya yang mengatakan bahwa Bung Hatta pelit. Pasalnya, Bung Hatta sering menumpangkan sabun mandi yang sudah tipis ke sabun mandi baru. Hal ini menurut Meutia bukan pelit tapi kedaruratan yang terbawa semasa di pengasingan.

Selanjutnya Bu Meutia juga menuturkan keinginan Bung Hatta memiliki sepatu bermerek Bally yang tidak kesampaian hingga akhir hayatnya. Padahal Bung Hatta sudah sekian lama menabung, tetapi ketika uang tercukupi ada saudara yang membutuhkan uang tersebut.

Bu Meutia mengakui masih ada saja yang bertanya pada dirinya perihal alasan Bung Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden tahun 1956.

Dalam buku Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya, Bu Meutia mengatakan bahwa berbagai kekecewaan Bung Hatta terhadap Bung Karno tidak memberikan suasana kerja yang nyaman. Dalam banyak hal Bung Hatta tidak diajak berunding oleh Bung Karno dan dilampaui begitu saja.

Tetapi itu bukan penyebab utama, permasalahan utamanya adalah prinsip yang dipegang teguh Bung Hatta, yaitu setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja dan konstituante telah tersusun, maka Bung Hatta akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Itu yang tertulis dalam surat Bung Hatta tertanggal 20 Juli 1956 kepada DPR.

Esoknya, 21 Juli 1956 Bung Hatta kembali menulis surat kepada DPR mengenai maksud pengunduran dirinya. Bung Hatta berpendapat bahwa yang memilih dirinya sebagai Wakil Presiden adalah DPR.

Dalam suratnya kepada Kabinet bahwa sejak dulu Bung Hatta merasa tidak perlu ada jabatan Wakil Presiden dalam sistem Kabinet Parlementer.

Kemudian pada 1 Desember 1956 Bung Hatta memberi tahu Bung Karno melalui surat secara resmi bahwa terhitung sejak tanggal tersebut Bung Hatta meletakkan jabatan sebagai Wakil Presiden.

Kutu Buku

“Tak masalah jika aku harus dipenjara, namun aku ingin dipenjara bersama buku, karena dengan buku aku menjadi bebas”.

Itu adalah ucapan Bung Hatta ketika dipenjara karena aktivitas politik semasa penjajahan Belanda.

Bahkan ketika diasingkan ke Boven Digoel (Papua), Bung Hatta pun membawa berpeti-peti buku sebagai teman baca di dalam pengasingan. Butuh tiga hari lamanya hanya untuk mengepak buku-buku yang akan dibawa ke Boven Digoel.

Bung Hatta memang kutu buku, sejak usia 16 tahun sudah mengoleksi buku ketika masih belajar di Prins Hendrikschool, Batavia. Bahkan, selama 11 tahun di Negeri Belanda, Bung Hatta sudah memiliki buku sekitar 8.000 judul. Hebatnya lagi, hadiah perkawinan Bung Hatta kepada Bu Rahmi, juga berbentuk pemberian sebuah buku karya Sokrates.

Ketika saya bertemu dengan Bu Meutia di rumah Bung Hatta di Jalan Diponegoro 57, saya diberi kesempatan melihat perpustakaan milik Bung Hatta yang ada di Lantai 2.

Tampak ribuan buku tertata rapi. Bahkan di situ masih ada meja kerja Bung Hatta dekat jendela, di situlah Bung Hatta membaca dan menulis.

Saking banyaknya buku ini maka Bung Hatta dibantu seorang ahli perpustakaan bernama Gustav Apituley yang membantu menata buku sesuai klasifikasinya.

Buku meliputi ilmu ekonomi, hukum, tata negara, administrasi negara, filsafat, agama, politik, sejarah, sosiologi, antropologi, sastra.

Tanda tangan

Bu Gemala (putri kedua Bung Hatta), tahun 2020 lalu (sebelum pandemi) melalui WhatsApp memberi tahu saya bahwa ketika ia pergi ke sebuah mal di Bintaro, Bu Gemala melihat sepasang muda yang memakai T-shirt dengan quote Bung Hatta di bagian depan. Di punggung T-shirt tertera tiruan tanda tangan Bung Hatta.

Bu Gemala senang dan bangga pada sepasang muda tersebut yang kompak memakai T-shirt bergambar Bung Hatta.

Tetapi ketika Bu Gemala memperhatikan lebih jauh tiruan tanda tangan Bung Hatta tersebut, ia kecewa berat. Tidak sesuai aslinya.

Pasalnya, tanda tangan Bung Hatta ciri khasnya adalah ada dua lengkungan di bawah garis. Tetapi pada T-shirt tersebut lengkungan tersebut tidak ada.

Di Internet pun banyak beredar tanda tangan Bung Hatta yang tidak sesuai aslinya. Bu Gemala melalui temannya berusaha agar tanda tangan asli ditampilkan di dunia maya agar generasi mendatang mewarisi sejarah yang benar.

Kini di wikipedia sudah ada tanda tangan Bung Hatta yang benar.

Bu Gemala memiliki perhatian tersendiri terhadap tanda tangan ayahnya ini. Ia masih ingat ketika ayahnya menandatangani buku kenangan miliknya pada 29 Desember 1964 saat ayahnya berusia 62 tahun.

Ia memperhatikan tarikan tanda tangan ayahnya tidak berubah, sebab orang bilang bila usia bertambah maka tanda tangan pun berubah bentuk.

Ketertarikan pada tanda tangan ayahnya ini berlanjut. Menurutnya, tanda tangan ayahnya sangat unik. Ada tiga lekukan seperti gelombang air di kiri huruf H, itu adalah kode huruf ‘’m’’ (huruf kecil) kependekan dari Mohammad.

Menurut Bu Gemala, filosofi huruf 3 ‘m’ yang meliuk seperti air ini menandakan gelombang kehidupan manusia, yaitu lahir, dewasa, dan persiapan menghadap Sang Ilahi.

Sedangkan kata “Hatta” ditutupnya dengan tarikan garis lurus tegas yang naik ke atas yang saat menuliskannya ditarik dari ujung kanan dan digoreskan dengan cepat ke bawah sehingga bertemu dengan ujung H.

Selanjutnya, di bawah Hatta ada tulisan “Hatta” dalam huruf Arab. Penonjolan kaligrafi dalam rangkaian tanda tangan ini sangat mengagumkan sebagai bentuk penghormatan kepada agama.

Gemala kagum dengan tanda tangan ayahnya ini yang bagus, ringkas, jelas, dan menonjolkan keislamannya. 

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/12/13485051/bung-hatta

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke