Salin Artikel

Beda Data Kematian Covid-19 Antara Pemerintah Pusat dengan Daerah

JAKARTA, KOMPAS.com - LaporCovid-19 menyatakan bahwa ada gap atau selisih data kematian Covid-19 antara pemerintah kabupaten/kota dengan data Kementerian Kesehatan. Bahkan perbedaannya sangat jauh.

Berdasarkan hasil rekapitulasi data Covid-19 di kabupaten/kota yang dikumpulkan tim LaporCovid19 hingga 23 Juli 2021, angka kematian positif Covid-19 di Indonesia telah mencapai 100.436 jiwa.

Sementara, pada tanggal itu, jumlah kematian Covid-19 di Indonesia yang disampaikan oleh Kementerian Kesehatan sebanyak 80.598 jiwa. 

Berarti ada selisih sebanyak 19.838 atau atau 24,6 persen korban jiwa yang dilaporkan oleh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia tidak ada dalam laporan Kemenkes.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, adanya perbedaan data tersebut disebabkan karena pemerintah kabupaten/kota tidak melaporkan kematian Covid-19 ke sistem New-all Record (NAR).

"Karena kabupaten, kota, tidak langsung melaporkan data tersebut ke sistem NAR. Jadi kalau ada data kematian yang keluar hasil labnya harus langsung dilaporkan," kata Nadia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/8/2021).

Kondisi ini menunjukkan, ada masalah serius dalam pendataan kematian akibat pandemi di Indonesia karena ada lebih dari 19.000 pasien positif Covid-19 meninggal yang datanya belum tercatat di pemerintah pusat saat itu.

Padahal, dengan segala sumber daya yang dimiliki, pemerintah seharusnya bisa menyajikan informasi terkait pandemi Covid-19 yang sesuai dengan kondisi lapangan, selalu diperbarui, dan sinkron dengan informasi yang dipublikasikan pemerintah daerah.

Belum lagi, angka kematian dengan status suspek dan terduga Covid-19, yang memang tidak diumumkan oleh Kemenkes.

Padahal, dari laporan sejumlah daerah, masih menurut pendataan LaporCovid-19, terdapat 22.926 korban jiwa yang meninggal dengan status terduga Covid-19.

Angka tersebut bisa jauh lebih besar, karena tidak semua daerah melaporkan  kematian pasien suspek dan terduga Covid-19. Sehingga menyebabkan adanya kesenjangan jumlah korban yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 dengan angka kematian yang diumumkan.

Misalnya seperti yang terjadi di kota Malang, Jawa timur. Pada tanggal 19 Juli 2021, kota Malang melaporkan tidak ada pasien Covid-19 yang meninggal.

Tetapi, data pemakaman seperti yang dikutip dari Kompas.id menunjukkan, pada hari itu ada sebanyak 26 orang yang dimakamkan dengan protokol Covid-19, di mana 9 di antaranya meninggal saat isolasi mandiri.


Hal serupa juga banyak terjadi kabupaten/kota lain. Lonjakan kematian di desa-desa yang mencapai 10 kali lipat dari rata-rata juga tidak tergambar dalam data resmi karena mayoritas yang meninggal tidak didata sebagai korban, bahkan tidak dikuburkan dengan protokol Covid-19.

Misalnya, di Desa Burujul Wetan, Kecamatan Jatiwangi, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, dari 50 orang yang meninggal pada Juli 2021, namun hanya 5 orang yang dikubur dengan protokol Covid-19.

Dalam panduan WHO disebut bahwa korban Covid-19 adalah mereka yang meninggal dengan gejala klinis Covid-19, baik yang sudah terkonfirmasi melalui tes ataupun tidak, dengan pengecualian bagi mereka yang jelas meninggalnya karena penyebab lain, misalnya karena kecelakaan.

Menurut epidemiolog Indonesia di Griffith University Dicky Budiman dalam Kompas.id, sejumlah negara seperti Jepang, China, Ameriksa Serikat, dan negara-negara Eropa serta Amerika Selatan telah menyesuaikan definisi WHO ini sehingga kemudian ada penambahan angka kematiannya.

Namun, di Indonesia, justru seperti ada upaya mengecilkan angka kematian dengan mengutak-atik definisinya, di antaranya dengan mengeluarkan mereka yang punya penyakit bawaan dari data kematian Covid-19.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama, juga mengaku heran dengan belum diadopsinya definisi kematian terkait Covid-19 di Indonesia.

”Ini sudah lama dibahas di bawah. Namun, rupanya di atas pendapatnya berbeda,” kata Tjandra.


Pemerintah belum transparan

Epidemiolog dari Universitas Jenderal Soedirman Yudhi Wibowo mengatakan, pemerintah Indonesia masih belum transparan terkait kematian Covid-19, bahkan ada indikasi mengecilkan jumlah kasus.

Data kematian, kata Yudhi, menjadi politis padahal masyarakat butuh transparansi agar bisa menyikapi situasi dengan lebih baik. Data kematian yang akurat juga penting bagi kebijakan.

Yudhi mencontohkan, WHO sudah merekomendasikan penggunaan tes antigen untuk surveilans dan hal ini sudah pula diadopsi oleh Kemenkes.

”Namun, klaim kematian karena Covid-19 oleh rumah sakit belum bisa dilakukan kalau hanya dengan antigen, harus pakai PCR. Data kematian dengan korban dengan antigen tidak dimasukkan dalam data kematian Covid-19 secara nasional,” kata Yudhi.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/05/18560541/beda-data-kematian-covid-19-antara-pemerintah-pusat-dengan-daerah

Terkini Lainnya

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke