Salin Artikel

Memaknai Gaya Marah-marah Menteri Risma

“Tanpa emosi, kita menjadi sekadar penonton dan bukan partisipan dalam hidup kita sendiri” (Sally Planalp).

Di masa pandemi Covid-19 yang tidak pernah tahu sampai kapan selesainya ini, kita kerap disuguhi warta duka mengenai kematian yang terus terjadi.

Bocah-bocah yang menjadi yatim piatu karena ditinggal wafat orangtuanya, warga yang tidak tertolong mendapat tindakan medis walau sudah berada di halaman rumah sakit yang sesak, warga yang isolasi mandiri di rumah yang kehabisan oksigen dan bahan makanan, pedagang kaki lima yang berhenti usahanya karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan sederet kisah lara lainnya.

Untuk mengatasi dampak sosial yang terjadi di masyarakat, pemerintah mengucurkan berbagai bantuan tunai dan non tunai. Entah sembako, obat-obatan dan vitamin, uang tunai, subsidi pendapatan bagi golongan bawah, subsidi langganan listrik dan lain-lain.

Jika skema bantuan ini tepat sasaran, maka penerima akan mendapat bantuan yang tepat guna.

Kementerian Sosial telah menyiapkan dana Rp 7,08 triliun untuk 5,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Jumlah penerima manfaat itu berasal dari data-data yang dikumpulkan seluruh pemerintah daerah.

Selama bulan Juli sampai Desember 2021, setiap KPM mendapat Rp 200 ribu saban bulannya. Selain bantuan tunai, bantuan beras juga digelontorkan sebanyak 2.010 ton beras selama PPKM Darurat untuk para pekerja sektor informal se-Jawa Bali sebanyak 5 kilogram per KPM.

Dengan demikian, pengemudi ojek, buruh harian dan buruh lepas, pedagang kaki lima, pemilik warung makan bisa mendapat bantuan dengan pola ini.

Mengingat begitu besarnya dana yang dikelola kementerian sosial serta pentingnya program sosial bagi rakyat yang terdampak, maka sangat wajar jika proses penyaluran bantuan mendapat perhatian yang cukup intens dan mendapat pengawalan hingga diterima utuh oleh para penerimanya.

Marah-marah Risma

Aksi marah-marah yang dilakukan Menteri Sosial Tri Rismaharini di berbagai kesempatan, kerap disorot oleh berbagai kalangan dengan beragam tanggapan.

Ketidakberesan penyaluran bantuan sosial sebetulnya “penyakit lama” tetapi dijadikan “framing” oleh Mantan Walikota Surabaya itu.

Dalam berbagai survei yang diadakan sejumlah lembaga seperti LSI, Charta Politica, Nusakom Pratama dan Akar Rumput Strategic Consulting sebelum pandemi Covid gelombang dua terjadi - tepatnya di Januari – Mei 2021- Tri Rismaharini bersama Ketua DPR Puan Maharani, Gubernur Jawa Timur Khofifah Sri Indar Parawansa, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastusti selalu masuk dalam “top 5” tokoh perempuan yang diperhitungkan dalam bursa calon presiden dan wakil presiden.

Dengan konsisten, empat lembaga survei ini menempatkan Tri Rismaharini sebagai pemuncak survei diantara tokoh perempuan lain, mengungguli elektabiltas dan popularitas Puan Maharani, Sri Mulyani, Susi Pudjiastuti. Wajar jika pihak yang selalu mengaitkan “aksi marah-marah” Tri Rismaharini dengan mencari “panggung” politik menuju suksesi 2024.

Sebaliknya, pihak lain yang mengenal dekat dan paham dengan karakter Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kebudayaan itu beranggapan kalau memang itulah model kerja Tri Rismaharini.

Saat memimpin Surabaya dua periode, Tri Risma begitu lekat dengan gaya kepemimpinan yang “meledak-ledak”. Peraih 322 aneka penghargaan dari berbagai institusi nasional dan internasional itu sangat kesal dan mudah marah jika menemukan ketidakberesan.

Emosinya begitu memuncak dan jengkel jika menemukan adanya penyimpangan yang dilakukan anak buahnya.

Sifat mudah marahnya tidak ada hubungannya dengan elektabilitas dan popularitas, alih-alih dengan bursa capres dan cawapres 2024. Di luar kedinasan, komunikasi ibu dua anak itu sangat cair dan mudah akrab dengan siapa saja.

Saat meninjau kesiapan dapur umum yang dikelola kementerian sosial di Balai Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Wyata Guna, Bandung, Jawa Barat (Kompas.com, 13/07/2021), Tri Rismaharini marah besar karena anak buahnya dianggap sangat lamban dalam penyiapan bahan makanan untuk warga yang terdampak Covid.

Belum lagi dengan temuannya yang lain, Risma masih melihat ada pegawai balai yang asyik mengerjakan pekerjaan lain di ruang berpendingin udara. Risma bahkan mengancam pegawainya dimutasi ke Papua. 

Ia juga sewot karena mendapat sambutan dengan organ tunggal mengingat suasana pandemi sangat tidak cocok dengan formalitas sambutan di acara tersebut.

Di Tuban, Jawa Timur aksi “marah-marah” masih berlanjut ketika Bu Menteri menemukan kejanggalan dalam penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

Para penerima harusnya mendapat dana bantuan untuk tiga bulan sekaligus, tetapi yang diterima hanya dua bulan saja.

Risma meminta hak yang seharusnya diterima warga jangan ditahan karena potensi penyalahgunaanya sangat besar.

Dalam hitung-hitungannya, jika dana Rp 200 ribu dikalikan dengan jumlah penerima sebanyak 80 ribu jiwa, maka jika diendapkan dalam beberapa waktu tentu akan ada penambahan dana berupa bunga bank (Kompas.tv, 25 Juli 2021).

Terbaru, Tri Risma masih “ngamuk” lagi saat menemukan pratik pungutan liar (pungli) yang dialami sejumlah penerima bansos di Tangerang, Banten.

Salah satu warga mengadukan adanya pemotongan dana yang dikenal dengan istilah “uang kresek”. Besarannya Rp 50 ribu yang dikutip dari besaran nominal Rp 600 ribu.

Warga lain juga merasa besaran BPNT senilai Rp 200 ribu jika diperiksa ulang, ternyata nilanya barangnya hanya maksimal seharga Rp 177 ribu.

Masih dalam kalkalusai Risma, jika ada selisih Rp 23 ribu dikalikan dengan 18,8 juta penerima BPNT maka jelas terjadinya praktik korupsi yang besar.

Merubah mindset priyayi

Sebagai menteri pengganti setelah sebelumnya Juliari Peter Batubara dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena kongkalingkong pengadaan paket bansos Covid dengan gratifikasi senilai Rp 32,4 miliar, Risma ingin membawa perubahan mindset bawahannya.

Dari mental priyayi yang ingin dilayani menjadi tipe pekerja keras.

Tugas pokok Kementerian Sosial sendiri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2015 adalah menyelenggarakan urusan dibidang rehabilitasi sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial dan penanganan fakir miskin.

Risma mengerahkan segala daya, termasuk aksi “marah-marahnya” dalam memastikan jajaran kementeriannya untuk bekerja sebagaimana mestinya.

Tentu Risma tidak ingin mengecewakan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri yang telah memberi rekomendasi kepada Presiden Joko Widodo dalam memilih penganti Juliari Peter Batubara.

Sosok Megawati Soekarnoputeri sendiri begitu besar dalam perjalanan karir Tri Risma, terhitung sejak mencalonkan awal sebagai Walikota Surabaya.

Megawati begitu bangga dengan sentuhan Tri Risma untuk Surabaya yang mentransformasikan ibukota Jawa Timur tersebut dari kota kumuh menjadi kota yang memanusiawikan penduduknya.

Semasa Abdurahman Wahid menjabat presiden, institusi Departemen Sosial pernah dibubarkan dengan alasan menjadi sarang korupsi.

Mental korupsi yang terjadi di Departemen Sosial diibaratkan Gus Dur seperti tikus yang menguasai lumbung (Kompas.com, 07/12/2020).

Gaya kepemimpinan emosional

Tipikal kepemimpinan Risma sebangun dengan Basuki Purnama alias Ahok saat memimpin Kabupaten Belitung Timur dan selaku Gubernur DKI Jakarta.

Jika dirunut ke belakang, pola “marah-marah” kepala daerah juga pernah ada saat DKI Jakarta dipimpin Ali Sadikin atau Piet Alexander Tallo di Nusa Tenggara Timur.

Jika Bang Ali begitu keras menegakkan aturan tanpa kompromi di Jakarta, Piet Alexander Tallo juga benci dengan kemalasan warganya.

Tallo bahkan pernah menyumpal mulut seorang warga dengan tanah yang ketahuan malas dan tidur-tiduran di waktu siang.

Sedangkan Ahok, berhasil mengubah mental pegawai di Pemkab Belitung Timur yang terbiasa dengan masuk kerja di waktu siang dan menghabiskan jam kantor di warung kopi.

Semasa menjadi Gubernur Jakarta, Ahok juga kerap memaki-maki bawahannya jika ketahuan melakukan kesalahan.

Ahok melakukan aksi marah-marah karena pegawai Pemrov DKI begitu lama dalam kondisi nyaman tanpa ada penegakkan disiplin atas kesalahan yang dilakukan.

Gaya kepemimpinan dengan emosi terkadang dianggap efektif untuk mengubah pola kerja yang sudah terbentuk lama dan terbakukan.

Emosi merupakan hal yang tidak boleh diabaikan kalau menghendaki perubahan yang dilakukan berhasil.

Anggapan bahwa emosi merupakan hal yang diabaikan dan hanya merupakan faktor pengganggu saja merupakan pandangan yang menyesatkan dalam menanggapi perubahan organisasi.

Emosi dapat berfungsi positif dan mendorong tercapainya perubahan organisasi kalau emosi dikelola dengan wajar.

Hal ini disebabkan karena emosi memiliki fungsi adaptif bagi individu yang bersangkutan. Disamping itu, emosi juga merupakan komponen yang penting dalam motivasi sebab akan menggerakkan individu untuk berperilaku tertentu.

Suatu proses perubahan organisasi yang berjalan dengan baik melibatkan interaksi terus menerus antara proses emosi dan kognitif para anggota organisasi (Yuwono & Ani Putra, 2005).

Aksi emosional Risma hingga saat ini untuk kasus Bandung, Tuban dan Tangerang cukup membawa dampak.

Petugas di Balai Wyata Guna Bandung berubah giat bekerja dan lebih serius mengerjakan dapur umum.

Kasus penyunatan bansos di Tangerang berlanjut ke kepolisian dan diusut para pelakunya. Sedangkan di Tuban, dana yang sempat tertahan, akhirnya dikembalikan kepada yang berhak.

Aksi-aksi “penyunatan” bansos di daerah-daerah, kini juga semakin berani disuarakan karena masyarakat merasa mendapat “perhatian” dan “dukungan” dari Menteri Tri Risma.

Penyunatan jatah bantuan sosial tunai untuk warga Kelurahan Beji, Depok, Jawa Barat yang sempat dikutip Rp 50 ribu dari jatah Rp 600 ribu, menjadi terbongkar karena keburu viral di media sosial (Kompas.com, 29 Juli 2021).

Empat orang PKM di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah berani melaporkan ke kepolisian karena paket sembako yang diterimanya berbeda dengan ketentuan (Kompas.com, 29 Juli 2021).

Tri Risma sempat mendapat “perlawanan” dari Bupati Alor, Nusa Tenggara Timur Amon Jobo yang merasa tidak terima dengan aksi potong kompas penyaluran bantuan untuk korban badai seroja yang melanda NTT beberapa waktu lalu (Kompas.com, 03/06/2021).

Padahal, Tri Risma mengambil langkah cepat penyaluran bantuan untuk para korban karena kendala komunikasi sehingga pihaknya kesulitan berkoordinasi dengan dinas sosial setempat.

Infrastruktur dan jaringan komunikasi di Alor pasca badai memang mengalami kerusakan parah.

Agar gaya “meledak-ledak”nya tidak disalahartikan dan bisa diterima semua kalangan, tampaknya Risma tidak saja harus mempertimbangkan segi rasional, tapi juga segi emosional sehingga visi kepemimpinan yang dikemukakannya bersifat inspiring and motivating.

Risma harus memenangkan ”kepala dan hati ” jajaran di bawahnya agar Kementerian Sosial kembali ke jatidirinya sebagai pelayan rakyat.

Label sebagai kementerian yang penuh “penyamun” harus ditransformasikan menjadi kementerian yang sangat peduli dengan persoalan kerakyatan.

https://nasional.kompas.com/read/2021/07/31/11462361/memaknai-gaya-marah-marah-menteri-risma

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke