Sebab jika proses pencatatan dan verifikasi data tidak berjalan dengan baik maka akan menimbulkan risiko yang cukup fatal karena masyarakat bisa mendapatkan vaksinasi Covid-19 sebanyak dua kali.
"Kalau (vaksinasi) door to door masalahnya di pencatatan. Pencatatan dan pelaporan apakah kemudian diiringi dengan (vaksinasi) yang selama ini berjalan. Selama pencatatan bisa connect dengan yang selama ini berjalan no problem," kata Yunis pada Kompas.com, Rabu (14/7/2021).
"Masalahnya kalau vaksinasi door to door tidak teridentifikasi, cakupan tidak terhitung, seseorang memungkinkan dua kali di suntik (vaksinasi)," sambungnya.
Yunis tidak menyarankan vaksinasi door to door dijalankan secara masif di Indonesia sebab program ini akan membutuhkan banyak sumber daya manusia.
"Tapi buat Indonesia rasanya upaya itu akan memakan banyak tenaga kalau door to door. Jangan door to door, tenaga kita terbatas, belum lagi buat pelayanan," imbuh dia.
Yunis lebih menyarankan vaksinasi dijalankan seperti saat ini, yaitu terpusat di suatu tempat.
Hanya yang perlu dibenahi adalah prosesnya supaya tidak menciptakan kerumunan.
"Banyak kerumunan bisa dihindari dengan proses pendaftaran online, jadi setelah pendaftaran online disitu (tempat vaksinasi) dilayani. Tidak ada pendataan langsung (di lokasi vaksinasi)," ungkapnya.
Adapun mulai Rabu ini, Badan Intelijen Negara (BIN) mulai melaksanakan program vaksinasi Covid-19 door to door atau secara langsung mendatangi rumah warga.
Kepala BIN Budi Gunawan menyebut program ini menargetkan 19.000 warga divaksinasi.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi langkah yang dilakukan BIN tersebut.
"Door to door ini bagus. Artinya kita mendatangi dari rumah ke rumah, yang ingin vaksin segera disuntik. Saya kita program dari rumah ke rumah ini bagus sekali," tutur Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/14/15353411/epidemiolog-ingatkan-pentingnya-pencatatan-data-saat-vaksinasi-door-to-door