JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Gerald Mario Semen berpendapat, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol tidak memiliki urgensi yang tinggi jika dibandingkan RUU lainnya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 dan 2018, prevalensi konsumsi alkohol jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsumsi rokok pada penduduk di atas usia 10 tahun.
"Penggunaan alkohol itu sangat jauh lebih kecil, hanya sekitar hampir 10 persen dari penggunaan rokok atau tembakau. Sehingga kalau kita berbicara urgensi, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol ini tidak memiliki urgensi yang tinggi," kata Gerald dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR, Rabu (14/7/2021).
Gerald mengungkapkan, prevalensi konsumsi alkohol pada penduduk usia di atas 10 tahun mencapai 3 persen.
Kemudian pada Riskesdas 2018, prevalensi konsumsi alkohol pada penduduk usia di atas 10 tahun sebesar 3,3 persen.
Sementara, prevalensi perokok usia di atas 10 tahun berdasarkan Riskesdas pada 2007 mencapai 28,8 persen dan Riskesdas 2018 mencapai 29,3 persen.
Dengan melihat data tersebut, Gerald menyimpulkan bahwa penggunaan tembakau atau konsumsi rokok justru lebih bermasalah.
"Maka kami titip pesan bahwa barangkali ada hal urgen yang lebih besar daripada masalah alkohol ini adalah masalah tembakau dan rokok," ujarnya.
Kendati demikian, Gerald menuturkan, pihaknya mendukung apabila ada aturan hukum untuk pengendalia minuman beralkohol, bukan pelarangan.
Pengendalian tersebut bertujuan untuk membatasi atau mengatur konsumsi minuman beralkohol pada daerah tertentu.
"Kami sangat mendukung sekali adanya pengaturan terhadap penggunaan alkohol ini apakah dibatasi atau diatur pada area atau lokasi-lokasi tertentu," tutur dia.
Gerald menyampaikan beberapa usulan IDI terkait pengaturan minuman beralkohol.
Usulan tersebut antara lain terkait batas kandungan alkohol pada minuman yang beredar, tempat yang diperbolehkan menjual minuman beralkohol, serta batas usia orang yang boleh mengkonsumsi minuman beralkohol.
"Batas kandungan alkohol yang ada di minuman itu yang harus diatur barangkali, apakah itu 10 persen atau lebih kecil. Kemudian, tempat-tempat yang diperbolehkan menjual minuman beralkohol, dan batas usia," kata dia.
"Kalau kita lihat memang batas usia, pada kelompok 10 tahun itu memang sangat berisiko terhadap timbulnya berbagai gangguan baik fisik maupun mental. Maka harus diatur apakah itu harus 17 tahun atau memiliki KTP dan lain-lain, sehingga tidak disalahgunakan UU ini," sambungnya.
Sebelumnya, DPR telah mengesahkan 33 RUU masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 pada rapat paripurna, Selasa (23/3/2021).
Adapun 33 RUU itu di antaranya terdiri dari usulan DPR (21), usulan pemerintah (10), usulan DPD (2).
RUU Larangan Minuman Beralkohol masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 dan merupakan inisiatif DPR.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/14/15301771/ruu-larangan-minuman-beralkohol-dinilai-tak-urgen