Salin Artikel

Komnas Perempuan: Perbuatan Briptu Nikmal Dikategorikan Penyiksaan Seksual

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengusulkan pengaturan soal tindak pidana penyiksaan seksual dalam rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Selain itu, ia menilai ketentuan tersebut juga harus diatur dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

"Komnas Perempuan dan jaringan masyarakat sipil mengusulkan agar ada pengaturan tindak pidana penyiksaan dalam RKUHP dan tindak pidana penyiksaan seksual dalam RUU PKS," kata Siti, saat dihubungi, Jumat (25/6/2021).

Hal itu ia sampaikan dalam merespons kasus pemerkosaan yang dilakukan Briptu Nikmal Idwar terhadap anak di bawah umur, di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.

Menurut Siti, perbuatan Briptu Nikmal dapat dikategorikan sebagai penyiksaan seksual. Sebab, Briptu Nikmal melakukan kekerasan seksual dalam kapasitas sebagai penegak hukum.

"Disebut dengan penyiksaan seksual, karena perkosaan dilakukan oleh aparat penegak hukum di kantor kepolisian dalam kapasitasnya sebagai aparatur negara yang melakukan penangkapan terhadap dua orang remaja tersebut," ujarnya.

Siti mengatakan, selama ini belum ada aturan tindak pidana penyiksaan seksual dalam KUHP atau UU Perlindungan Anak. Bentuk-bentuk penyiksaan seksual masih disamakan dengan perkosaan secara umum.

Berdasarkan laporan yang diterima Komnas HAM dan lembaga perlindungan korban lainnya, ada beragam jenis kekerasan seksual yang dilakukan sebagai sarana penyiksaan dan penghukuman.

"Seperti pelecehan seksual dengan menelanjangi, memfoto, meremas payudara, menyetrum payudara, mengarak korban tanpa busana, dan sebagainya," tutur dia.

Ia memaparkan, aturan tindak pidana penyiksaan dan penyiksaan seksual, di antaranya mesti mengatur setiap pejabat negara dapat dipina apabila melakukan satu atau lebih tindak pidana, atau menyuruh, menghasut, menyetujui atau membiarkan kekerasan seksual.

Kekerasan seksual itu bertujuan mengintimidasi, paksaan, hukuman atau mendapatkan informasi atau pengakuan, atau segala alasan berdasarkan diskriminasi.

Kemudian, setiap orang yang melakukan satu atau lebih tindak pidana kekerasan seksual, yang dilakukan atas penggerakan, hasutan, persetujuan atau pembiaran oleh pejabat negara, untuk tujuan intimidasi, paksaan, hukuman, atau mendapatkan informasi atau pengakuan, atau untuk segala alasan berdasarkan diskriminasi, dipidana karena penyiksaan seksual.

Siti menambahkan, Komnas Perempuan mendukung langkah hukum yang diambil Polri untuk menjatuhkan sanksi etik dan pidana terhadap Briptu Nikmal. Selain itu, Komnas meminta kepolisian memastikan pendampingan dan pemulihan korban.

"Meminta kepolisian bekerjasama dengan pendamping hukum untuk memenuhi kebutuhan pemulihan psikologis, perlindungan, dan restitusi bagi korban," katanya.

Briptu Nikmal kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerkosaan. Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat atas kasus tersebut.

Selain itu, Propam Polri akan memecat Nikmal sebagai anggota polisi. Nikmal bakal mengikuti mekanisme Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.

"Bidang Propam Polda Maluku Utara dan Divisi Propam Polri akan memproses pemberhentian tidak dengan hormat kepada yang bersangkutan," ujar Sambo, Kamis (24/6/2021).

Briptu Nikmal dijerat dengan Pasal 80 dan Pasal 81 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimum 15 tahun penjara.

https://nasional.kompas.com/read/2021/06/25/11212961/komnas-perempuan-perbuatan-briptu-nikmal-dikategorikan-penyiksaan-seksual

Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke