Helmud tutup usia di udara, dalam penerbangan dari Denpasar, Bali, menuju Maros, Sulawesi Selatan, Rabu (9/6/2021).
Berdasarkan otopsi, polisi menyatakan tidak ada temuan racun di tubuh Helmud. Menurut polisi, kematian Helmud disebabkan komplikasi penyakit menahun.
"Sudah dilakukan autopsi dan penyebab kematian wakil bupati diduga karena komplikasi penyakit menahun yang diderita. Pada saat pemeriksaan tidak ditemukan adanya racun," kata Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Jules Abraham Abast dalam keterangannya, Senin (14/6/2021).
Namun, tim forensik tetap mengambil beberapa sampel organ tubuh jenazah Helmud untuk diperiksa di laboratorium forensik.
Jules mengatakan, hasil pemeriksaan laboratorium forensik biasanya sekitar dua minggu.
"Masih menunggu hasil dari labfor terhadap organ tubuh yang diperiksa kurang lebih dua minggu," ujarnya.
Otopsi dilakukan di Ruang Pemulasaran Jenazah Rumah Sakit Liung Kendage Tahuna, Senin pagi ini selama kurang lebih dua jam, sejak pukul 05.30-07.10 Wita.
Diberitakan, Helmud meninggal dalam perjalanan udara Lion Air JT 740 dari Denpasar, Bali, menuju Maros, Sulawesi Selatan.
Setelah setengah perjalanan, ia mengeluh kepada ajudannya, Harmen Kontu, bahwa lehernya sakit. Beberapa laporan juga menyebut ia merasa gatal di tenggorokan.
Helmud kemudian meminta air minum, tetapi setelah minum ia terbatuk. Dari hidung dan mulutnya keluar darah, kemudian ia hilang kesadaran.
Meski sempat mendapatkan pertolongan pertama oleh awak kabin dan seorang dokter yang kebetulan satu penerbangan dengannya, nyawa Helmud tak terselamatkan.
Setibanya di Bandara Sultan Hassanudin, Maros, tim Kantor Kesehatan Pelabuhan Makassar memeriksanya, lalu menyatakan Helmud telah meninggal dunia pada pukul 16.22 Wita.
Kematian Helmud memantik spekulasi adanya kaitan dengan penolakannya terhadap kehadiran pertambangan emas di Pulau Sangihe.
Helmud adalah satu-satunya figur di kalangan eksekutif dan legislatif Kabupaten Kepulauan Sangihe yang menyatakan penolakan secara resmi.
Pada 28 April 2021, Helmud melayangkan surat resmi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral agar mempertimbangkan pembatalan izin operasi pertambangan PT Tambang Mas Sangihe (TMS).
Dalam surat itu, Helmud menyatakan usaha pertambangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Helmud juga menyatakan aktivitas pertambangan akan merusak hutan, pantai, hutan bakau, terumbu karang, dan keanekaragaman hayati di dalamnya.
Di samping itu, masyarakat juga akan kehilangan hak atas tanah dan kebun, serta secara terstruktur akan terusir dari kampungnya sendiri.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/14/11414611/otopsi-jenazah-wabup-sangihe-polisi-tidak-ada-temuan-racun