Perusahaan ini didirikan Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan yang berada di bawah Kemenhan pada 14 Agustus 2020 sebagai perusahaan swasta nasional. Perusahaan ini berstatus perseroan tertutup.
Adapun, yang menjadi perhatian publik adalah kedekatan orang-orang yang berada di bawah PT TMI dengan Prabowo.
Berdasarkan salinan akta perusahaan, disebutkan terdapat tiga direktur dan seorang komisaris PT TMI dengan status tidak memiliki saham.
Mereka adalah Prasetyo Hadi (komisaris), Satrio Dimas Aditya, Tony Setya Boedi Hoesodo, dan Wicaksono Aji.
Sedangkan pengurus dan pemilik saham adalah Glenny H Kairupan sebagai komisaris utama, Harsusanto sebagai direktur utama, Judi Magio Yusuf sebagai komisaris, Mundasir sebagai direktur, dan Nugroho Widyotomo sebagai komisaris.
Dikutip dari Kompas.id, Glenny dan Magio adalah teman seangkatan Prabowo di Akademi Militer yang juga aktif di Partai Gerindra, Harsusanto adalah mantan pimpinan PT PAL, sedangkan Nugroho adalah lulusan Akmil 1983 dan Mundasir lulusan Akmil 88A.
Direktur Jenderal Strategi Pertahanan Kemenhan Mayjen TNI Rodon Pedrason mengakui bahwa Prabowo mengenal sejumlah orang di PT TMI.
Menurut dia, penunjukan seseorang yang dikenal Prabowo masuk dalam PT TMI sebagai hal yang wajar dan bukti integritas pemimpin.
"Ada beberapa personel yang membawahi PT TMI kebetulan dikenal baik oleh menteri (Prabowo). Kalau saya berpikir wajarlah kalau pimpinan menunjuk yang beliau kenal. Ini masalah integritas," ujar Rodon dalam diskusi virtual, Senin (7/6/2021).
Rodon menegaskan, perusahaan tersebut pada dasarnya bukan dibentuk Prabowo selaku pimpinan tertinggi di Kemenhan, melainkan dibentuk yayasan milik Kemenhan.
Ia juga memastikan, PT TMI bukanlah perusahaan cawe-cawe dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Sebab, PT TMI tidak mempunyai peran untuk mengadakan tender dalam rangka pembelian alutsista.
"(PT TMI) bukan PT yang diberi wewenang untuk ikut tender," kata dia.
Ia menambahkan, PT TMI sendiri diisi mantan jenderal hingga para ahli yang memang menguasai teknologi canggih alutsista.
Dalam pelaksanaannya, PT TMI nantinya hanya mempunyai porsi tugas sebagai pemberi saran terkait negara dan jenis senjata apa yang bisa diborong Kemenhan.
"Yang diminta itu orang-orang yang diminta saran terkait jenis senjata, terkait negara mana, terkait senajata apa," ujar dia.
Tak ada kontrak
Corporate Secretary PT TMI, Wicaksono Aji memastikan bahwa pihaknya tak ada kontrak satu pun dengan Kemenhan seiring rencana modernisasi alutsista.
"Perlu diketahui bahwa tidak ada satu kontrak pun dari Kementerian Pertahanan ke PT TMI. PT TMI tidak ditugaskan untuk pembelian atau pengadaan oleh Kementerian Pertahanan," kata Aji dalam keterangan tertulis yang diterina Kompas.com, Rabu (2/6/2021).
Aji menjelaskan, PT TMI mempunyai visi mewujudkan transfer of technology (ToT) yang berbobot dan berkualitas dari segi teknologi dan teknis.
Menurut dia, kehadiran PT TMI adalah untuk menjawab permasalahan ToT yang selama ini belum maksimal.
"Yang kerap kali disebabkan oleh beberapa prinsipal yang belum penuh dalam memberikan teknologinya kepada Indonesia," ucap dia.
Utang sejak dulu
Rencana pengadaan alutsista senilai Rp 1.700 triliun tertuang dalam dokumen Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
Berdasarkan rancangan tersebut, pengadaan alutsista ini bisa dilakukan dengan skema peminjaan dana asing alias utang.
Belakangan, Kemenhan membantah nilai pengadaan alutsista itu dan pembahasan rancangan tersebut belum final.
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bobby Rizaldi menyebut pembelian alutsista TNI melalui skema anggaran pinjaman luar negeri sudah berlangsung sejak dulu.
"Kalau masalah pinjaman luar negeri itu kan dari dulu memang pembelian alutsista itu pinjaman luar negeri, itu sih tidak ada yang berubah," ujar Bobby.
Dari hasil pembelian alutsista menggunakan dana pinjaman luar negeri, kata Bobby, Indonesia mampu memiliki teknologi pertahanan yang setingkat dengan negara lain.
Selain itu, pinjaman dana luar negeri tersebut juga dianggap wajar. Sebab, penggunaan material dalam negeri sendiri untuk membuat alutsista sejauh ini belum efisien.
"Kalau kita coba buat dalam negeri itu masih tidak efisien," kata dia.
Pihaknya mengaku mendukung rencana Kemenhan tersebut. Mengingat, postur pertahanan TNI dianggap mengalami ketertinggalan.
Berdasarkan catatannya, pada 1998 hingga 2008, pertahanan Indonesia tidak mengalami fase modernisasi alutsista.
Akibatnya, banyak alutsista yang sudah tidak layak pakai. Ditambah, tingkat kesiapan alutsista tersebut juga dianggap rendah.
Akan tetapi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (MEF) pada 2009 mengeluarkan program Minimum Essential Force (MEF). Hal ini menandai terjadinya modernisasi alutsista TNI.
Bobby melanjutkan, pemerintah tetap perlu melakukan modernisasi alutsista guna menutupi ketertinggalan yang terjadi pada periode periode 1998-2008.
"Jadi ketertinggalan 10 tahun tersebut harus segera dipenuhi karena kalau tidak postur kita masih belum sama seperti postur sebelum tahun 98," ujar Bobby.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/08/09331091/polemik-pengadaan-alpalhankam-dan-keterlibatan-pt-tmi-bentukan-yayasan