Hari ini, Rabu (2/6/2021), Megawati menerima penghargaan Bintang Jasa Persahabatan dari pemerintah Rusia yang diwakilkan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Georgievna Vorobyova.
Adapun di awal kemerdekaan hingga lengsernya ayahanda Megawati, Presiden Soekarno, Indonesia memiliki hubungan yang hangat dengan Uni Soviet yang berhaluan komunis.
Adapun hubungan diplomatik antara Indonesia terjalin pada 1950. Kala itu Indonesia dan Uni Soviet memiliki ketergantungan satu sama lain.
Usai perang dunia kedua, Soviet membutuhkan sekutu di Asia Tenggara untuk menandingi pengaruh Amerika Serikat.
Sedangkan Indonesia membutuhkan dukungan Soviet, khususnya dalam bantuan persenjataan untuk menghadapi Belanda yang masih berupaya mengancam kedaulatan Indonesia.
Kunjungan Bung Karno ke Soviet
Pada 1956, Bung Karno untuk kali pertama mengadakan lawatan ke Uni Soviet. Sang proklamator mendapat sambutan hangat dan meriah dari rakyat Uni Soviet.
Soekarno senang bukan kepalang dengan meriahnya sambutan yang diberikan Uni Soviet. Musabanya saat ia turun dari pesawat, 150 orang dalam satu barisan menyambutnya dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Dalam kunjungan tersebut, Soekarno juga disambut langsung oleh Perdana Menteri Soviet Nikita Khrushchev.
“Di Moskow 150 orang barisan musik menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai penyambutan terhadap kedatanganku di lapangan terbang. Sungguhpun aku datang dengan sebuah pesawat Amerika. Pemandangan ini menyebabkan mataku berlinang-linang karena bangga,” ujar Bung Karno dalam autobiografinya yang berjudul Soekarno Penyambung Lidah Rakyat.
Kedekatan antara Uni Soviet dan Indonesia ternyata bukan Cuma isapan jempol. Persahabatan antara kedua negara dibuktikan dengan bantuan pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) secara besar-besaran dari Uni Soviet.
Ketika itu, Bung Karno mengutus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) sekaligus Menteri Pertahanan AH Nasution ke Moskow untuk memperoleh alutsista.
Kedatangan Nasution ke Soviet ternyata telah dinanti Khrushchev. Sang perdana menteri langsung mengurus kebutuhan pengadaan alutsista tersebut.
Dari kunjungan Nasution ke Soviet itu, Indonesia membawa pulang alutsista senilai 450 juta Dollar Amerika Serikat (AS).
Alutsista tersebut didapat dari Soviet dengan skema utang berbunga rendah dan jangka waktu yang panjang.
Berkat bantuan Soviet, kala itu Indonesia menjadi negara dengan kekuatan militer yang ditakuti. Sebabnya selain mendapat alutsista dalam jumlah besar, alutsista tersebut merupakan yang termutakhir di zamannya.
Beberapa alutsista yang didapat Indonesia dari bantuan Soviet tersebut di antaranya 12 kapal selam, sejumlah pesawat jet tempur, serta kapal perang lainnya.
Pembangunan Gelora Bung Karno
Bantuan Soviet kepada Indonesia tak sebatas di sektor militer. Soekarno bahkan meminta agar Uni Soviet membantu pembangunan stadion di Jakarta untuk menunjang perhelatan Asian Games ke-IV pada 1962.
Ketika itu, Indonesia diwajibkan membangun sebuah multi-sports kompleks, yang kala itu belum terbayangkan seperti apa wujudnya.
Soviet pun menyanggupi permohonan Bumg Karno. Pembangunan GBK didanai melalui pinjaman lunak Uni Soviet senilai 12,5 juta dollar AS. Uni Soviet juga mengirimkan insinyur dan teknisinya untuk merancang Stadion Utama GBK.
Khrushchev pun turut hadir dalam pencanangan tiang pancang pertama pada 8 Februari 1960.
Tujuh tahun kemudian setelah lawatan Khrsuhchev ke Indonesia, Bung Karno dilengserkan.
Tahun 1967 pun menjadi awal renggangnya hubungan Indonesia dan Soviet lantaran saat itu Presiden Soeharto yang menggantikan Bung Karno sangat anti dengan komunisme.
Hubungan diplomatik kedua negara kembali terjalin setelah Soviet runtuh dan berganti menjadi Republik Federasi Rusia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/02/21070461/bintang-jasa-persahabatan-dari-rusia-untuk-megawati-dan-hangatnya-hubungan