Potensi itu muncul jika soal TWK itu dilakukan untuk menyortir pegawai berdasarkan pandangan agama dan paham politik individu.
Menurut Usman hal itu termasuk tindakan diskriminasi pekerja, karena semestinya sebuah tes yang dijalani pegawai KPK itu lebih berfokus untuk melihat kompetensi dan kinerjanya.
"Mendiskriminasi pekerja karena pemikiran dan keyakinan agama, atau politik pribadinya jelas merupakan pelanggaran atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan berkeyakinan," kata Usman dihubungi Kompas.com, Rabu (5/5/2021).
"Ini jelas melanggar hak sipil dan merupakan stigma kelompok yang sewenang-wenang," kata dia.
Usman mengatakan, semestinya sebuah tes kepegawaian tidak digunakan untuk menyatakan seseorang lulus atau tidak berdasarkan kemurnia ideologisnya.
Jika hal ini dilakukan, Usman melanjutkan, pemerintah sama dengan mundur ke era Orde Baru.
Ketika itu, seseorang harus melalui penelitian khusus atau litsus untuk mengetahui apakah seseorang bebas dari keterkaitan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menjadi ASN.
Selain itu, Isi soal TWK yang mengandung pertanyaan tentang agama dan paham politik pribadi menurut Usman adalah upaya screening ideologi dan merupakan kemunduran penghormatan HAM.
"Screening ideologis yang diduga dilakukan melalui Tes Wawasan Kebangsaan seperti ini sungguh merupakan langkah mundur dalam penghormatan HAM di negara ini, dan sekaligus mengingatkan kita kembali pada represi Ode Baru, saat ada litsus untuk mengucilkan orang-orang yang dianggap terkait dengan Partai Komunis Indonesia," ujar dia.
Sebagai informasi, sebanyak 1.349 pegawai KPK mengikuti TWK sebagai syarat untuk alih fungsi status kepegawaian menjadi ASN.
Hal itu diatur melalui Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Namun dalam perjalanannya informasi beredar bahwa puluhan pegawai KPK termasuk penyidik senior KPK Novel Baswedan dinyatakan tidak lolos dalam tes ini.
Selain itu berdasarkan pengakuan sejumlah pegawai KPK yang tak ingin identitasnya disebutkan, sejumlah soal pada materi TWK itu tampak janggal.
Beberapa materi soal menyinggung tentang pandangan agama dan politik pribadi seseorang.
Peserta tes diminta untuk memilih sikap mereka terhadap pernyataan yang ada pada soal tes itu, pilihannya adalah sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Adapun pernyataan dalam materi soal itu beragam mulai dari pandangan agama hingga terkait kebijakan negara.
https://nasional.kompas.com/read/2021/05/05/16221411/tes-wawasan-kebangsaan-di-kpk-amnesty-nilai-ada-potensi-langgar-ham