Salin Artikel

Pakar: Apa Masih Bisa Berharap pada Presiden Terbitkan Perppu KPK?

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum dan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menyebut tidak berharap lagi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu disampaikan Bivitri menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak tiga permohonan uji materi dan uji formil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Bivitri menjelaskan sebenarnya harapan penguatan KPK bisa ditempuh dengan mendorong Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Namun dirinya pesimis Jokowi mau melakukan hal itu.

"Tentu saja secara teknis hukum Perppu bisa dikeluarkan. Tapi pertanyaannya apa masih bisa berharap pada Presiden?" sebut Bivitri pada Kompas.com, Rabu (5/5/2021).

Menurut Bivitri saat ini pembuatan Perppu dan UU baru untuk memperkuat KPK bukanlah harapan yang realistis.

"Menurut saya kita sudah tidak bisa menaruh harapan apapun pada Jokowi. Jadi Perppu ataupun membuat UU baru tidak menjadi harapan saya karena tidak realistis. Hanya bisa secara teoritis," lanjutnya.

Terkait dengan KPK, Bivitri saat ini menyebut ingin fokus pada para pegawai KPK yang diisukan tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat peralihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Ia menuturkan, para pegawai tersebut mesti dibantu karena merupakan tulang punggung KPK dari masa ke masa.

"Sebab mereka itu adalah bagian dari tulang punggung KPK yang membuat KPK kuat dari awal meski berganti pimpinan, bahkan saat UU-nya direvisi masih bisa mendorong dari bawah sampai ada penangkapan 2 Menteri Jokowi. Jadi ke situ saja arah harapannya," imbuhnya.

Sebagai informasi MK menolak tiga permohonan uji formil UU KPK yang diajukan eks pimpinan KPK Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Sitomorang.

Putusan itu dibacakan ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan secara daring, Selasa (4/5/2021).

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai RUU KPK sudah sesuai dengan ketentuan dengan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak lama.

Kemudian Mahkamah juga menyatakan membantah jika masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan revisi UU KPK.

Mahkamah juga menilai penolakan revisi UU KPK dari masyarakat merupakan kebebasan menyatakan pendapat.

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan dalil naskah akademik fiktif dinilai Mahkamah tidak beralasan menurut hukum.

Terkait Presiden Jokowi yang tidak menandatangani UU KPK hasil revisi, Saldi menyebut hal itu bukan merupakan tolak ukur pelanggaran formil.

Karena meski tidak ditandangani Presiden, UU KPK tetap berlaku dengan sendirinya apabila dalam waktu 30 hari tidak ditandatangani.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/05/12435861/pakar-apa-masih-bisa-berharap-pada-presiden-terbitkan-perppu-kpk

Terkini Lainnya

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke