Salin Artikel

Kemerdekaan Indonesia dan Toleransi Para Pemimpin Islam

Usai kemerdekaan diproklamirkan, pembukaan UUD 1945 yang sebelumnya telah disepakati sebagai Piagam Jakarta kemudian dipermasalahkan.

Sore hari usai memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta menerima telepon dari Nishiyama, pembantu Laksamana Maeda yang rumahnya dijadikan tempat menyusun naskah proklamasi.

Nishiyama lantas menyampaikan maksudnya untuk datang ke rumah Bung Hatta. Bung Hatta pun mempersilakan perwira tentara Jepang itu berkunjung ke rumahnya.

Saat tiba di rumah Bung Hatta, Nishiyama turut membawa rekannya yang juga tentara Jepang. Rupanya Nishiyama hendak mengantarkan rekannya  itu untuk menyampaikan sesuatu kepada Bung Hatta.

Rekan Nishiyama itu lalu menyampaikan, ia didatangi sejumlah perwakilan Kristen dan Katolik yang keberatan terhadap bagian kalimat dalam pembukaan UUD yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Para perwakilan Kristen dan Katolik menyadari bagian kalimat itu tak diperuntukkan bagi mereka. Namun mereka merasa ada unsur diskriminasi terhadap golongan minoritas di  dalam UUD 1945 jika kalimat tersebut dipertahankan.

Hatta lalu menjawab kalimat tersebut bukanlah bentuk diskriminasi. Ia mengatakan AA Maramis sebagai perwakilan Kristen dan Katolik yang ikut serta dalam Panitia Sembilan juga tak menunjukkan keberatan dengan menandatangani Piagam Jakarta pada 22 Juni 1945.

Namun rekan Nishiyama kembali meyakinkan Bung Hatta bahwa bisa terjadi perpecahan jika bagian kalimat tersebut dipertahankan. 

Bung Hatta pun mulai memikirkan dampak dari kalimat tersebut jika dipertahankan. Ia khawatir nantinya benar-benar terjadi perpecahan antargolongan. Bung Hatta lalu meminta pihak yang dekat dengan kalangan Kristen dan Katolik mendinginkan suasana.

Esoknya sebelum sidang BPUPKI pada 18 Agustus 1945, Bung Hatta menghampiri sejumlah tokoh Islam yakni Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Hasan.

Bung Hatta lantas menyampaikan maksudnya untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta sebagaimana yang diprotes golongan Kristen dan Katolik sebagai kelompok minoritas di republik.

Namun Ki Bagus Hadikusumo menolak usulan tersebut. Sebab, tujuh kata tersebut merupakan kesepakatan bersama yang telah dicapai pada rapat Badan Penyelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yakni pada 22 Juni 1945.

Kasman dan Ki Bagus Hadikusumo sama-sama representasi dari Muhammadiyah. Karena itu Bung Hatta meminta Kasman meluluhkan hati Ki Bagus Hadikusumo supaya menerima usulan penghapusan tujuh kata terkait syariat Islam.

Mantan anggota DPD DKI Jakarta yang pernah menjadi sekretaris pribadi Kasman, AM Fatwa, mengungkapkan bahwa waktu itu Kasman berbicara empat mata dengan Ki Bagus Hadikusumo.

Sebab, dua utusan sebelumnya yang juga mewakili golongan Islam, yakni Teuku Muhammad Hasan dan KH Wahid Hasyim, gagal membujuk Ki Bagus Hadiksumo. Kasman pun sejatinya merupakan perwakilan dari golongan Islam.

"Namun Pak Kasman sama sekali tak menganggap Pancasila bertentangan dengan Islam, bagi Beliau, Pancasila merupakan bagian dari Islam," ujar Fatwa saat diwawancarai di kediamannya di bilangan Jakarta Selatan, Minggu (19/6/2016).

Atas dasar itulah Kasman meyakinkan Ki Bagus Hadikusumo. Bahwasanya, penghapusan kewajiban menjalankan syariat Islam, dan diganti dengan frase Ketuhanan Yang Maha Esa tetap mewakili aspirasi umat Islam Indonesia.

Kasman menjelaskan kepada Ki Bagus Hadikusumo bahwa makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan ketundukan umat Islam kepada Allah SWT.

"Di samping itu Pak Kasman juga mendudukkan situasinya kepada Ki Bagus Hadikusumo bahwa saat itu kondisi memang sedang genting karena masih ada tekanan dari Jepang dan sekutu," tutur Fatwa.

"Indonesia saat itu butuh UUD sesegara mungkin sebagai syarat berdirinya negara agar diakui oleh pihak internal maupun eksternal. Enam bulan kemudian ada kesempatan untuk merevisinya lagi, itu yang diucapkan Pak Kasman," ujar Fatwa.

Argumentasi Kasman tersebut berhasil meluluhkan hati Ki Bagus Hadikusumo. UUD 1945 saat itu pun berhasil disahkan berkat kebesaran hati golongan Islam.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/21/18495021/kemerdekaan-indonesia-dan-toleransi-para-pemimpin-islam

Terkini Lainnya

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke