Hal tersebut pun menjadi permasalahan yang dihadapi kedua kelompok tersebut terutama dalah hal pemenuhan layanan di berbagai sektor.
"Permasalahan yang dihadapi saat ini oleh para penyandang disabilitas dan lansia adalah kurangnya perhatian dari pemerintah serta masyarakat dalam hal pemenuhan layanan di berbagai sektor kehidupan bermasyarakat," ujar Asisten Deputi Bidang Pemberdayaan Disabilitas dan Lansia Kemenko PMK Togap Simangunsong, dikutip dari situs resmi Kemenko PMK, Senin (5/4/2021).
Oleh karena itu, kata dia, perlu ada undang-undang (UU) tentang pengalokasian anggaran untuk kegiatan pemberdayaan disabilitas dan lansia.
Dengan demikian, kata dia, maka pemerintah daerah (pemda) baik provinsi, kabupaten, maupun kota dapat mengalokasikan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) mereka untuk itu.
“Pentingnya persiapan payung hukum sehingga pemda provinsi, kabupaten dan kota dapat mengalokasikan APBD untuk kegiatan pemberdayaan disabilitas dan lanjut usia,” kata dia.
Togap mengatakan, adanya anggaran kegiatan tersebut akan membuat kebutuhan para penyandang disabilitas dan lansia dapat terpenuhi secara optimal.
Selain itu, pembiayaan melalui APBD juga diperlukan karena kegiatan untuk disabilitas dan lansia akan menjadi program nasional.
"Ini sudah ada dasar hukumnya terkait kesejahteraan sosial sehingga tercipta pemenuhan kebutuhan para disabilitas dan lansia secara optimal,” kata dia.
Adapun menurut UU Nomor 13 Tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai 60 tahun ke atas.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat lansia di perkotaan sebesar 14,20 juta jiwa dan di pedesaan sebesar 12,61 juta jiwa.
Sementara jumlah penyandang disabilitas di Indonesia sebesar 21,84 juta jiwa, yang lebih dari 3,7 juta jiwa penyandang disabilitas tergolong penduduk kurang mampu.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/05/13284091/kemenko-pmk-perlu-ada-alokasi-apbd-untuk-pemberdayaan-penyandang-disabilitas