Seperti diketahui, Suharjito merupakan penyuap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster.
Suharjito mengikuti persidangan dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui sambungan video conference.
"Pada persidangan sebelumnya, saudara mengajukan surat tertulis tentang pengajuan justice collaborator sehingga itu masih kami cermati, kami pelajari, tentang urgensi atau relevansinya," kata ketua majelis hakim Albertus Usada di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Rabu (24/3/2021) dikutip dari Antara.
Dalam perkara ini, Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri atas 103.000 dollar AS (sekitar Rp 1,44 miliar) dan Rp 706.055.440,00 kepada Edhy Prabowo
"Memang banyak perusahaan, 65 perusahaan bisa saja punya potensi (memberi suap) seperti Saudara. Persoalannya kenapa satu? Akan tetapi, bukan kewenangan majelis menjawab, hal itu ada pada penyidik," kata hakim Albertus.
"Nah, persoalannya, ini dari sekian yang diberi izin ekspor benih lobster maupun izin budi daya ada sekian perseroan atau perusahaan, tetapi yang dihadirkan di persidangan hanya satu, itu 'kan juga menjadi pertanyaan dan catatan majelis dalam hubungannya dengan permohonan Saudara." ucap hakim.
Kendati demikian, Hakim Albertus menyatakan majelis masih belum membuat keputusan soal pemberian status justice collaborator pada sidang pembacaan vonis.
"Apakah kemudian urgensi dan relevansi pengajuan justice collaborator itu akan sedang kami pelajari, dan nanti sebelum penyusunan surat tuntutan, kami akan menyatakan sikap atas permohonan Saudara. Jadi, masih ada waktu," ucap Albertus.
Di sisi lain, penasihat hukum Suharjito, Aldwin Rahadian mengatakan permohonan sebagai justice collaborator itu telah disampaikan sejak awal penyidikan.
Aldwin menyebut, Suharjito juga tidak punya beban karena terlah mengakui perbuatannya.
"Bukan apa-apa karena ini iktikad baik dan kooperatif saja, apa pun akan siap terdakwa jawab dengan sejujur-jujurnya termasuk di BAP terdakwa bisa ditanyakan tentang hal-hal yang Saudara terdakwa ketahui juga," kata Aldwin.
"Dia memang mengakui perbutannya, ya, terlepas perbuatannya itu memenuhi unsur pidana atau tidak biar kemudian majelis hakim yang menilai karena Pak Harjito sendiri mengatakan dia memberikan uang karena diminta," ujar dia.
Aldwin menyebut kliennya hanya sebagai korban saat ingin mengurus izin ekspor dan budi daya benih lobster.
"Karena 'kan persyaratannya lengkap, jadi tidak ada yang dilanggar sebetulnya, mau suap dilakukan atau tidak izin pasti keluar. Pak Harjito justru merasa sebagai korban dan mempertanyakan kenapa hanya dia sendiri?" ucap Aldwin.
"Coba kalau lihat sitaan KPK lebih puluhan miliar rupiah dia 'kan hanya mengakui memberikan 2 kali, yaitu 77.000 dollar AS dan 26.000 dollar AS, nah, yang disita puluhan miliar rupiah milik siapa?" tutur dia.
KPK menyita uang sekitar Rp 52,3 miliar yang diduga berasal dari para pengekspor benih lobster yang mendapatkan izin dari KKP pada tahun 2020 pada (15/32021).
Edhy Prabowo diduga memerintahkan Sekjen KKP agar membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank (bank garansi) dari para pengeksor kepada Kepala Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) KKP.
Selanjutnya, Kepala BKIPM KKP memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno-Hatta untuk menerima bank garansi tersebut.
KPK menyebut aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benur tersebut diduga tidak pernah ada.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/25/14251031/penyuap-mantan-menteri-kp-edhy-prabowo-ajukan-diri-jadi-justice-collaborator