Sebab, menurut Dewi, jika konflik masih terus terjadi, Myanmar berpotensi dikenakan sanksi internasional yang berdampak pada ASEAN.
"Bayangkan negara-negara Uni Eropa akan mengatakan tak akan berhubungan dengan Myanmar dan ini akan berdampak ke ASEAN, ketika ASEAN berhubungan dengan Uni Eropa dan negara barat dan mereka mengatakan tidak mau berhubungan kalau ada Myanmar," kata Dewi dalam diskusi virtual bertajuk 'Perkembangan Krisis Myanmar', Sabtu (13/3/2021).
Dewi mengatakan, penyelesaian konflik di Myanmar tidak mudah dilakukan dan membutuhkan kesabaran.
Ia mengatakan, negara-negara ASEAN tentu tidak bisa melakukan intervensi, namun setidaknya dapat memberikan alternatif.
"Kita masyarakat ASEAN itu memberikan alternatif kepada Myanmar namun konflik domestik hanya bisa diselesaikan secara domestik," ujarnya.
Lebih lanjut, Dewi mengatakan, jika Indonesia ingin menjembatani konflik di Myanmar, maka harus siap untuk dikritik.
"Indonesia juga harus siap dicaci maki karena di pihak NLD (Partai Aung San Suu Ki) tidak suka ASEAN berbicara dengan militer, Bu Retno (Menteri Luar Negeri) di demo, tetapi saya sampaikan ke Menlu kalau Indonesia jadi jembatan maka siap diinjak-injak," pungkasnya.
Situasi dan kondisi di Myanmar saat ini masih memanas karena terjadi aksi kudeta oleh militer.
Akibatnya, banyak korban berjatuhan karena melakukan aksi protes terhadap hal tersebut.
Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pun saat ini tengah ditahan oleh pihak militer Myanmar yang menuduh Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC) gagal menangani ketidakberesan besar dalam pemilu Myanmar yang digelar pada November 2020 lalu.
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/13/13330471/peneliti-lipi-konflik-di-myanmar-jadi-batu-ujian-bagi-asean