Salin Artikel

AJI Minta Pemerintah Serius soal Revisi UU ITE

JAKARTA, KOMPAS.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta pemerintah berkomitmen dan serius mewujudkan rencana revisi Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pasalnya, UU ITE kerap menjadi alat untuk mengkriminalisasi jurnalis. AJI mencatat terdapat 25 kasus kriminalisasi jurnalis terkait UU tersebut dalam tiga tahun terakhir.

Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim berharap pemerintah memiliki komitmen dan serius dalam merivisi UU ITE.

"Kalau berkaca dari kasus-kasus yang dialami oleh teman-teman jurnalis, ini sudah sangat mengganggu kerja jurnalisme, padahal dalam melakukan kerja jurnalisme, sudah dilindungi oleh undang-undang," ujar Sasmito dalam Focus Group Discussion (FGD) Tim Kajian UU ITE, Rabu (10/3/2021).

Anggota Dewan Pers Imam Wahyudi menilai, asas dan tujuan UU ITE sejalan dengan prinsip jurnalisme, yaitu kemaslahatan publik.

Namun dalam perjalanannya, UU ITE justru menjadi momok yang menakutkan. Ia berharap agar UU ITE tak hanya direvisi, namun juga tidak lagi mengancam kebebasan pers.

"Pasal 27 UU ITE adalah monster yang kemudian selama ini bukan hanya menghantui namun seperti Dementor di film Harry Potter, benar-benar menghisap bukan hanya ke penjara namun juga nyali mereka karena ada pasal 27 ayat 3 dan juga pasal 28 dan pasal 40 soal ancamannya.” Ujar Imam.

Tim Kajian UU ITE bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini sudah memintai pendapat sejumlah pihak berkaitan dengan UU ITE.

Antara lain, pihak pelapor, terlapor, aktivis, hingga kalangan pegiat media sosial.

Pertimbangan para sejumlah pihak ini nantinya bisa menjadi pertimbangan Tim Kajian UU ITE untuk merevisi aturan atau tidak.

Pasal multitafsir

Berdasarkan catatan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), ada dua pasal dalam UU ITE yang dianggap multitafsir, yakni Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (2).

Pasal 27 ayat (1) melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Frasa "melanggar kesusilaan" dinilai memiliki konteks dan batasan yang tidak jelas.

Terkait Pasal 28 ayat (2), ICJR menilai pasal ini tidak dirumuskan sesuai dengan tujuan awal perumusan tindak pidana tentang propaganda kebencian.

Pasal itu memuat larangan bagi setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pada praktiknya, pasal tersebut justru menyasar kelompok dan individu yang mengkritik institusi dan penyampaian ekspresi yang sah.

Sedangkan menurut Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE. Salah satunya, Pasal 27 ayat (3).

Pasal ini dinilai dapat mengekang kegiatan berekspresi warga, aktivis, dan jurnalis. Selain itu juga mengekang warga untuk mengkritik pemerintah dan aparat penegak hukum.

https://nasional.kompas.com/read/2021/03/11/08554051/aji-minta-pemerintah-serius-soal-revisi-uu-ite

Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke