BANJIR terjadi bergantian sejak Desember 2020 hingga Februari 2021. Mulai dari Surabaya, Jakarta, hingga Semarang.
Yang banyak didiskusikan bukan penyebab banjir, tapi hujatan dan gema soal masa depan. Benar-benar banjir rasa Pilpres.
Banjir dimulai dari Surabaya, Jawa Timur, pada 5 Desember 2020. Banjir kembali terjadi di kota itu pada 27 Desember, 4 hari menjelang tahun baru, disertai angin kencang yang merobohkan pohon-pohon.
Pada 17 Januari 2021 banjir pindah ke Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Sebulan kemudian, selama beberapa hari banjir menggenangi sejumlah lokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Air lalu bergeser ke barat. Hujan ekstrem pada 20 dan 21 Februari 2021 lalu membuat sebagian wilayah Bekasi, Jawa Barat, juga terendam banjir selama beberapa hari.
Bersamaan dengan awal banjir Bekasi, Jakarta juga mengalami banjir di sejumlah titik termasuk di Cipinang Melayu, Jakarta Timur, yang tak sampai 2 pekan sebelumnya sempat dibanggakan karena sejak puluhan tahun baru tahun ini tidak banjir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memang tak sampai 2 pekan sebelumnya membanggakan wilayah Cipinang Melayu yang tidak terendam banjir ketika musim hujan tahun ini.
Sebagian warga di sana juga senang. Sebab, selama 25 tahun tidak pernah tidak banjir alias selalu banjir.
"Dua puluh lima tahun kami tenggelam. Kerugian kami bukan hanya Rp 100 juta, Rp 200 juta mungkin lebih kalau dihitung-hitung luar biasa. Alhamdulillah tahun ini kami dapat hadiah yang besar untuk warga RW 04 dan RW 03, kami betul-betul tidak kebanjiran," kata Ali dalam video yang diunggah akun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Instagram, Selasa (9/2/2021).
Pernyataan senada juga diungkapkan Anies dalam akun Instagram pribadinya @aniesbaswedan.
"Alhamdulillah tahun ini dapat kembali mengunjungi RW 04 kelurahan Cipinang Melayu. Kampung yang dilewati Kali Sunter ini biasanya kalau musim hujan akan terjadi banjir yang amat tinggi, bahkan tahun lalu terendam sampai 3 meter. Tapi pada musim penghujan kali ini tak diterjang banjir," ungkap Anies.
Sontak publik gaduh. Sebagian besar tercermin di media Sosial.
Kantor Gubernur Jawa Tengah Terendam
Selang tak berapa lama, pada 23 Februari 2021, sejumlah titik di Kota Semarang, Jawa Tengah banjir. Bahkan air sempat menggenangi kantor Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Sang empunya kantor sampai tak percaya.
"Impossible, mosok kantor gubernur banjir, ini agak aneh. Saya tanya BMKG, hujannya cukup lebat, saya minta cek air kirimannya dari mana," kata Ganjar saat memantau kondisi kantornya, Selasa (23/2/2021).
Ganjar mengatakan, saat kantornya terendam banjir ia sedang berada di Kabupaten Kudus. Setibanya di Kota Semarang, Ganjar pun langsung mengecek kondisi kantornya, terutama di Gedung B yang kemasukan air.
Ganjar heran dengan banjir yang menerjang kantornya karena banjir separah itu baru terjadi hari ini.
"Agak aneh karena baru terjadi hari ini. Saya minta semacam audit air datang dari mana, karena kalau dari sekitar sini saja tidak mungkin segede itu," jelas Ganjar.
Belakangan Ganjar menulis dalam akun Twitter-nya terkait banjir yang menggenangi sejumlah tempat di Kota Semarang.
"Saya yang salah, yang lain sudah bekerja dengan baik."
Sontak tulisan ini menjadi ramai dibicarakan. Banyak yang kemudian berasumsi, jawaban Ganjar adalah sindiran kepada Gubernur Anies Baswedan.
Sebelumnya, Anies mengatakan bahwa banjir Jakarta terjadi karena kiriman air dari hulu di Bogor dan Depok.
Saya pun berkesempatan untuk menanyakan hal ini langsung ke Gubernur Ganjar pada program Sapa Indonesia Malam, Kompas TV (24/2/2021). Lugas dia menjawab, "Tidak ada Hubungannya!"
Memang, berbicara Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo tidak bisa dilepaskan dari hasil survei. Sejak awal 2020 hinggi kini, keduanya masuk dalam tiga besar nama yang selalu jadi jagoan survei bersama Prabowo Subianto.
Meski ada nama-nama lain yang juga menguat, seperti Tri Rismaharini dan Sandiaga Uno, namun komposisi nama di tiga besar tidak bergeser.
Setiap kali ada peristiwa pada daerah-daerah yang dipimpin para jagoan survei ini, tampaknya kegaduhan tercipta. Pilpres 2024 seolah sudah di depan mata.
Padahal, masih ada 2022 dan 2023 sebagai tahun pertaruhan bagi para kepala daerah yang habis masa jabatan dan tak bisa serta merta dipilih kembali karena Pilkada akan digelar serentak dengan Pilpres. Anies, Ganjar, Ridwan Kamil, dan Khofifah Indar Parawansa, akan kehilangan panggung.
Akankah bandul pilihan publik bergeser? Atau justru ada jurus jitu memperkuat posisi para mereka?
Menarik untuk dicermati.
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/01/09404581/banjir-rasa-pilpres