Salin Artikel

Menanti Jerat TPPU dalam Kasus Eks Sekretaris MA Nurhadi

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan, KPK juga akan menjerat Nurhadi dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kami memastikan akan segera menerapkan pasal TPPU dalam perkara ini setelah dari hasil pengumpulan bukti kemudian disimpulkan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup," kata Ali, Rabu (2/12/2020).

Diketahui, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, kini tengah menjalani persidangan selaku terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Keduanya didakwa menerima suap senilai Rp 45,7 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto dan gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan.

Ali mengatakan, KPK saat ini masih menelaah lebih lanjut terkait penerapan pasal TPPU dalam perkara yang menjerat Nurhadi.

Ia menjelaskan, TPPU akan diterapkan apapbila terdapat bukti permulaan yang cukup atas dugaan perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi ke aset-aset bernilai ekonomis.

"Seperti properti, kendaraan, surat berharga, dan lain-lain," ujar Ali.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango sebelumnya sempat menyebut KPK akan memulai penyidikan dugaan TPPU Nurhadi dalam waktu dekat.

"Sudah pernah ada ekspose. Kita tinggal menunggu saja. Mungkin dalam waktu dekat. Mudah-mudahan enggak terlalu lama lagi," ujar Nawawi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip dari Tribunnews.com, Senin (14/9/2020).

Namun, belakangan Deputi Penindakan KPK Karyoto menyebut KPK belum mengenakan pasal pencucian uang terhadap Nurhadi karena berkaca pada kasus Tubagus Caheri Wardana alias Wawan yang dinyatakan tidak melakukan TPPU oleh majelis hakim.

Karyoto mengatakan, Nurhadi akan dikenakan pasal TPPU jika KPK berhasil membuktikan tindak pidana asal atau predicate crime.

"Kalau kita mendapatkan tindak pidana asal atau predicate crime-nya, tentunya akan kita naikkan lagi dengan kasus TPPU," ujar Karyoto, Kamis (22/10/2020).

KPK Diminta Usut TPPU

Pernyataan Ali soal penerapan pasal pencucian uang itu disampaikan menanggapi permintaan sejumlah elemen masyarakat sipil untuk menjerat Nurhadi dengan pasal pencucian uang.

Peneliti Lokataru Foundation Meika Arista mengatakan KPK mesti segera menindalkanjuti dugaan upaya Nurhadi menyamarkan dan menyembuntikan hasil suap dan gratifikasi.

"Inilah yang kemudian harus ditelusuri oleh KPK lebih lanjut apakah memang ada upaya untuk menyamarkan transaksi dan menyembunyikan hasil tindak pidana suap dan gratifikasi itu," kata Meika dalam diskusi yang disiarkan akun Facebook Sahabat ICW, Rabu.

Meika mempertanyakan sikap KPK yang tak kunjung menjerat Nurhadi dengan pasal pencucian uang.

Padahal, menurut Meika, fakta-fakta persidangan sejauh ini telah menunjukkan ada dugaan pencucian uang yang dilakukan Nurhadi dan Rezky dengan cara mengaburkan transaksi yang diduga berasal dari suap dan gratifikasi.

"Misalnya saja transaksi indirect yang dilakukan maksudnya transaksi diputar kemudian ditempatkan ke beberapa tempat melalui beberapa pihak yang kemudian diberikan baik dalam bentuk tunai maupun dalam bentuk lain," ujar Meika.

Kekayaan fantastis yang dimiliki Nurhadi dan Rezky, kata Meika, juga mengindikasikan adanya pencucian uang dan mestinya dapat menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengusut dugaan TPPU.

"Sudah ada beberapa data yang muncul di permukaan bahwa memang Nurhadi maupun Rezky Herbiyono itu memiliki aset yang jumlahnya ratusan miliar. Sedangkan pendapatan dari seorang Sekjen MA maupun pegawai negeri sipil itu kan tidak akan sebegitu besarnya hasilnya," kata Meika.

Alasan Nurhadi yang menyebut kekayaannya bersumber dari kegiatan bisnis pun sudah terbantah kesaksian saksi yang menyebut bisnis tersebut adalah bisnis fiktif.

Menurut Meika, hal itu menjadi tantangan bagi KPK dalam mengusut dugaan TPPU yang dilakukan Nurhadi.

"Pertanyaan besarnya adalah dari mana kepemilikan aset tersebut didapatkan dan kemudian bagaimana caranya KPK bisa menelusuri aset-aset yang dimiliki oleh yang bersangkutan dan membuktikan bahwa dugaan kuat adanya tindak pidana pencucian uang itu bisa terbukti lebih lanjut," kata dia.

Perintangan Penyidikan

Selain penerapan pasal pencuian uang, KPK juga ditagih untuk menerapkan pasal perintangan penyidikan atau Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Wacana menerapkan pasal perintangan penyidikan itu sebelumnya dilontarkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers penangkapan Nurhadi dan Rezky, Selasa (2/6/2020).

"Kita pertanyakan kenapa sejak Nurul Ghufron mengatakan akan meringkus pelaku yang menyembunyikan Nurhadi, praktis 6 bulan kalau kita hitung mundur sejak bulan Juni hal itu juga tidak kunjung di kerjakan oleh KPK," kata Kurnia.

Kurnia mengatakan, semestinya tidak sulit bagi KPK untuk mengenakan pasal perintangan penyidikan atau Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebab, menurut Kurnia, pelarian Nurhadi yang memakan waktu berbulan-bulan sudah pasti dibantu oleh pihak-pihak lain.

Kurnia menilai, perlu ada political will dari pimpinan KPK untuk meminta tim Kedeputian Penindakan KPK agar segera menindaklanjuti dugaan perintangan penyidikan tersebut.

"Jangan sampai justru ketika penyidiknya memang sudah semangat untuk menaikkan ke proses penyidikan, justru ada hambatan pada internal KPK itu sendiri," ujar Kurnia.

Ia meyakini, KPK bukannya tidak mampu menerapkan pasal perintangan penyidikan tersebut.

Sebab, sebelumnya sudah beberapa kali diterapkan, misalnya saat KPK menjerat Fredrich Yunadi, pengacara eks Ketua DPR Setya Novanto.

"Poinnya bukan bisa atau tidak tapi mau atau tidak mau mengusut hal tersebut. Kalau tidak mau, apa kendalanya, apakah ada institusi tertentu yang membuat KPK tidak berani melangkah, tentu itu akan berimplikasi pada citra kelembagaan KPK itu sendiri," kata Kurnia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/03/07092061/menanti-jerat-tppu-dalam-kasus-eks-sekretaris-ma-nurhadi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke