Salin Artikel

Amnesty: Ada 43 Insiden Kekerasan oleh Polisi dalam Aksi Penolakan UU Cipta Kerja

JAKARTA, KOMPAS.com – Amnesty International Indonesia menyebut ada 43 insiden kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam aksi unjuk rasa penolakan terhadap omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja di berbagai daerah, pada 6 Oktober hingga 10 November 2020.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, temuan tersebut merupakan hasil verifikasi dari 51 video aksi kekerasan. Proses verifikasi dilakukan bersama Crisis Evidence Lab dan Digital Verification Corps Amnesty International.

“Ada sekitar 51 video yang memang kami verifikasi dan menggambarkan setidaknya 43 insiden kekerasan yang secara terpisah dilakukan oleh polisi,” kata Usman, dalam konferensi pers secara daring, Rabu (2/12/2020).

Dari 51 video yang diverifikasi, setengahnya berisi bukti penggunaan tongkat polisi, potongan bambu dan kayu dan bentuk pemukulan lainnya yang melanggar hukum.

Berdasarkan hasil verifikasi, Usman mengatakan, polisi di berbagai wilayah terbukti telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Menurut Usman, respons polisi terhadap pengunjuk rasa telah melecehkan kebebasan berpendapat.

“Sebagian mereka sayangnya direspons dengan kekerasan yang luar biasa, termasuk pemukulan, penyiksaan, dan juga pelakuan buruk lain yang menunjukan pelecehan terhadap kebebasan mereka berkumpul, dan juga menyatakan pendapat,” kata Usman.

Selain itu, Amnesty juga mencatat ada 402 korban kekerasan polisi selama aksi di 15 provinsi. Sementara, sebanyak 6.658 orang ditangkap di 21 provinsi.

Usman menuturkan, sebanyak 301 orang ditahan dengan jangka waktu yang berbeda, termasuk 18 jurnalis, yang kini telah dibebaskan.

"Berdasarkan laporan tim advokasi gabungan, setidaknya ada 300 orang ditahan dengan jangka waktu yang berbeda-beda,” kata Usman.

Kemudian, Amnesty menemukan protes yang dikemukakan secara daring ditanggapi dengan intimidasi.

Catatan Amnesty, pada 7 hingga 20 Oktober 2020 ada 18 orang di tujuh provinsi yang dijadikan tersangka karena dituduh melanggar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Undang-undang ini seringkali digunakan untuk mengahadapi kritik dengan alasan pencemaran nama baik, atau dengan alasan penodaan agama dan lainnya," ucap Usman.

Usman menyayangkan insiden kekerasan yang dilakukan polisi selama aksi unjuk rasa. Ia menilai insiden kekerasan itu mengingatkan pelakuan aparat saat unjuk rasa pada era reformasi 1998.

“Dan ini insiden yang mengingatkan kita pada brutalitas aparat keamanan terhadap para mahasiswa di tahun 1998-1999 di masa-masa akhir presiden otoriter Soeharto. Seharusnya peristiwa-peristiwa brutal semacam ini tidak lagi terjadi,” kata Usman.

Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono membantah anggapan polisi telah bertindak represif dalam pengamanan aksi demonstrasi.

"Terkait dengan proses, seperti pengamanan demo yang pernah saya sampaikan, jangan dibilang dibalik-balik, polisi represif, bukan. Kita bukan represif, polisi juga manusia," ucap Awi, di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (26/10/2020)

Menurutnya, polisi telah dibekali pendidikan tentang hak asasi manusia (HAM). Awi menambahkan, aparat juga diajarkan mengenai psikologi massa.

Untuk pelaksanaan di lapangan, polisi mengklaim telah memiliki prosedur standar operasional atau SOP serta prosedur tetap (Protap) yang menjadi pedoman pengamanan aksi unjuk rasa. Awi mengatakan, aparat bertindak sesuai eskalasi yang terjadi di lapangan.

"Kalau saat massa sudah anarki, tentunya pasti polisi akan melakukan tindakan-tindakan terukur," tutur dia.

"Mulai dari tangan kosong sampai menggunakan pentungan, tameng, bahkan menggunakan water cannon, tembakan gas air mata," kata Awi.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/02/16021301/amnesty-ada-43-insiden-kekerasan-oleh-polisi-dalam-aksi-penolakan-uu-cipta

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke