Menurutnya, dalam sejarah pandemi, libur panjang selalu berpotensi memperburuk penularan penyakit.
"Ingat, libur panjang ini di mana pun selama sejarah pandemi, dengan pola penyakit yang seperti ini (Covid-19) ya jelas tidak bisa dibantah akan memperburuk (penularan)," ujar Dicky kepada Kompas.com, Senin (30/11/2020).
Dia meminta semua pihak belajar lebih serius dari beberapa kali pengalaman libur panjang selama pandemi.
Dicky menyebut selalu ada dampak kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan setelah libur panjang.
"Yang membuat kenapa Indonesia seperti itu penularannya karena indonesia ini punya demografi yang didominasi oleh usia dewasa muda. Sehingga yang terjadi adalah silent outbreak," tegas Dicky.
"Jadi yang saat ini terjadi adalah silent transmission, lalu juga silent outbreak. Termasuk ada penularang terjadi dari superspreading events atau keramaian," lanjutnya.
Jika kondisinya demikian, dia menyarankan baik pemerintah maupun masyarakat harus sama-sama memberikan respons pencegahan penularan secara maksimal.
Menurutnya, salah satu kontribusi yang bisa dilakukan adalah meminimalisasi mobilisasi. Termasuk tidak memberikan gimmick yang menggiurkan untuk wisata.
"Mencegah libur panjang, semua jenis mobilisasi massa termasuk pilkada. Yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai ada upaya yang berlawanan dengan pencegahan mobilisasi manusia ini," ungkap Dicky.
"Antara lain, misalnya memberi diskon atau tidak adanya pengaturan orang keluar masuk daerahnya. Jika tidak dilakukan bersama bisa memperburuk situasi pandemi kita," tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/30/12293711/epidemiolog-dalam-sejarah-pandemi-libur-panjang-selalu-berpotensi