Kusnandi menyebut, kandidat vaksin yang diuji klinis di Bandung menggunakan dosis rendah hingga menengah.
Menurut Kusnandi, dosis ini akan mempengaruhi tingkat imunogenisitas tubuh setelah disuntik bakal vaksin.
Imunogenitas adalah kemampuan suatu substansi dalam memicu respons imun dari tubuh manusia atau hewan lainnya.
"Ada yang dosis tinggi dan dosis rendah. Yang dosis tinggi 96 persen (etektifitasnya) dan yang rendah 92 persen," ujar Kusnandi dalam talkshow daring bertajuk "Sejauh Mana Kualitas, Keamanan dan Efektivitas Vaksin Covid-19", Jumat (13/11/2020).
"Jadi kita pakai dosis rendah, Ya sekitar 92 persen ke atas," lanjutnya.
Uji klinis bakal vaksin itu dilakukan dengan memberikan dua kali penyuntikan. Jarak antara suntikan satu dan suntikan dua adalah selama dua pekan.
Tujuannya, supaya imunogenitasnya lekas tercapai.
"Hanya saja nanti turunnya lebih cepat juga. Nah berapa lama itu yang akan saya teliti nantinya," ungkapnya.
"Tapi harapan saya kalau untuk enam bulan sih masih ada. Sekitar 90-an persen Insya Allah," kata Kusnandi.
Dia pun mengingatkan, yang perlu diingat oleh masyarakat adalah tidak adanya kekebalan seumur hidup.
Sebab, vaksin berasal dari virus yang dimatikan.
"Kalau seperti itu, tak ada kekebalan yang seumur hidup. Jadi vaksinasi mesti diulang," tambahnya.
Lebih jauh, Kusnandi mengatakan, tidak seluruh relawan uji vaksin Sinovac di Bandung berhasil disuntik sebanyak dua kali.
Dari total 1.620 relawan, hanya 1.607 yang menjalani dua kali penyuntikan calon vaksin.
"Ada 1.620 relawan. Dari jumlah itu, semuanya sudah disuntik vaksin sebanyak satu kali. Kemudian yang berhasil disuntik dua kali 1.607 relawan," ujar Kusnandi.
Kusnandi menuturkan, sebanyak 13 orang relawan tidak bisa mengikuti penyuntikan kedua. Menurut Kusnandi, penyebabnya beraneka ragam.
Ada yang sakit saat jadwal penyuntikan, ada yang berpindah domisili kerja maupun sedang berhalangan. Meski demikian, seluruh relawan tetap diamati perkembangannya selama kurun waktu enam bulan.
Selain diamati, para relawan juga diambil sampel darahnya. Pengambilan sampel darah ini dilakukan sebelum disuntik, sebulan setelah disuntik, tiga bulan setelah disuntik dan enam bulan setelah disuntik vaksin.
Tujuannya untuk melihat kadar antibodi. Kemudian ditanya-tanya juga bagaimana kondisi kesehatannya," ungkap Kusnandi.
"Lalu panas berapa, bengkak seberapa (setelah disuntik). Semuanya tercatat," tutur dia.
Kusnandi mengungkapkan, hingga saat ini belum ada keluhan dari seluruh relawan. Para relawan menyatakan ada efek panas dan bengkak, tetapi tidak serius.
"Semua relawan yang ikut penelitian kita tidak ada yang mengeluh. Santai. Semua bilang, ah enggak apa-apa, panas cuma sedikit, bengkak cuma sedikit, dalam dua hari hilang," tutur Kusnandi.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/13/20070151/tim-riset-optimistis-efektivitas-vaksin-sinovac-di-ri-bisa-capai-90-persen