Firman mengatakan, DPR harus mempertimbangkan pandangan pemerintah terkait dua RUU tersebut, apakah dua RUU tersebut penting untuk dibahas.
"Jangan sampai juga nanti setelah kita setujui di harmonisasi DPR, kemudian sampai pimpinan tidak jalan lagi, atau sebaliknya, dari pimpinan DPR sudah setuju, sampai kepada tingkat pemerintah, pemerintah tidak setuju," kata Firman dalam rapat Baleg secara virtual, Kamisn(12/11/2020).
Firman mengingatkan, kemunculan dua RUU tersebut jangan sampai membuat citra DPR di mata publik terkesan hanya membahas UU yang asal-asalan.
"Kembali lagi seolah-olah nanti DPR dikesankan oleh publik membahas UU ini asal-asalan saja, tidak dibutuhkan oleh kepentingan negara," ujarnya.
Firman juga mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol masih berkutat pada judul RUU.
Menurut Firman, pemerintah pernah mengusulkan agar judul RUU Larangan Minuman Beralkohol diganti menjadi RUU Pengaturan Minuman Beralkohol.
"Kalau saya setuju dengan pengaturan, karena pengaturan ini kan bisa melarang di daerah tertentu yang bisa memperbolehkan di (daerah lain), karena ini keanekaragaman kita harus jaga," ucapnya.
Lebih lanjut, Firman mengingatkan, Indonesia memiliki tradisi masyarakat yang beragam di mana minuman beralkohol ada yang digunakan untuk ritual keagamaan.
Oleh karenanya, ia berharap, DPR melakukan komunikasi dengan pemerintah apakah memiliki perhatian yang sama pada RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut.
"Kalau tidak, maka sebaiknya 2 UU ini dikeluarkan saja, kita ganti yang betul-betul pemerintah siap untuk membahas," pungkasnya.
Sebelumnya, usulan Rancangan Undang-Undang Larangan Minuman Beralkohol kembali dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Pada Selasa (10/11/2020), pengusul memaparkan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang saat ini masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.
Salah satu pengusul, anggota DPR dari Fraksi PPP Illiza Sa'aduddin Djamal mengatakan, RUU Larangan Minol bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif akibat pengonsumsian minuman beralkohol.
"RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketenteraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol, selain itu adanya RUU ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol," kata Illiza saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/11/2020).
Pengusul RUU Larangan Minol terdiri atas 21 anggota DPR. Sebanyak 18 orang dari Fraksi PPP, 2 orang dari Fraksi PKS, dan 1 orang dari Fraksi Partai Gerindra.
Surat permohonan pembahasan RUU Larangan Minol sudah dibuat pada 24 Februari 2020.
Namun, baru diterima Baleg DPR pada 17 September, hingga akhirnya dijadwalkan pemaparan pengusul pada 10 November.
Menurut Illiza, soal minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam undang-undang. Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Sementara itu, dia mengatakan aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/12/16513221/fraksi-golkar-minta-ruu-larangan-minuman-beralkohol-dan-ruu-ketahanan