Vaksinasi Covid-19 yang disebut-sebut akan dimulai Desember telah disiapkan sejak sekarang. Ia meyakini vaksin akan menjadi senjata pamungkas pemutus mata rantai penularan Covid-19.
Untuk itu, ia tak ingin vaksinasi Covid-19 tersebut terhambat lantaran perencanaan yang tak matang. Hal tersebut menjadi topik pembahasan dalam rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/10/2020).
"Mengenai pelaksanan vaksinasi, saya minta timeline pelaksanaan ini segera diselesaikan dengan memperhatikan ketersediaan sarana-prasarana dan infrastruktur pendukung, jalur distribusi, dan interval pemberian vaksin yang akan digunakan per wilayah," kata Jokowi.
"Daerah ini kapan, ini detail. Saya minta detail sekali. Daerah ini kapan, daerah ini kapan, siapa yang dapat, siapa yang gratis, siapa yang bayar, semuanya harus direncanakan, dipersiapkan secara detail," lanjut dia.
Ia pun meminta para menteri yang berurusan dengan vaksin Covid-19 harus bisa menjelaskan kepada masyarakat kriteria orang yang diprioritaskan dan bisa mendapat vaksin gratis.
Oleh karena itu, menginstruksikan jajarannya untuk segera membuat pengelompokan masyarakat prioritas yang akan memperoleh vaksin gratis.
Selain itu, Jokowi menginstruksikan harga vaksin Covid-19 bagi yang harus membayar tetap dibuat terjangkau.
"Jadi jelaskan siapa saja kelompok masyarakat yang mana yang mendapatkan prioritas vaksinasi lebih awal, kenapa mereka dulu, itu harus dijelaskan. Mengapa mereka mendapatkan prioritas," tutur Jokowi.
"Kemudian, lakukan pelatihan dan simulasi, baik oleh tenaga kesehatan maupun tenaga keamanan yang nanti atau relawan yang nanti dilibatkan dalam pelaksanaan vaksinasi," lanjut dia.
Harus aman
Kendati demikian, ia meminta proses vaksinasi dilakukan secara cermat. Ia meminta proses vaksinasi Covid-19 tak diburu-buru lantas melanggar kaidah kesehatan.
"Hati-hati, jangan sampai kita tergesa-gesa ingin vaksinasi sehingga kaidah-kaidah saintifik, data-data kesehatan dinomorduakan. Tidak bisa," kata Jokowi.
Ia pun meminta para menteri dan kepala lembaga yang mengurus pengadaan dan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bekerja sesuai kaidah kesehatan dan data saintifik.
Ia mengingatkan jajarannya agar tak memberikan kesan kepada masyarakat bahwa seolah pemerintah menerobos aturan kesehatan demi mengamankan stok vaksin Covid-19.
Jokowi menginstruksikan jajarannya untuk memastikan keamanan vaksin terlebih dahulu sebelum disuntikkan secara massal ke masyarakat sebagai langkah memutus mata rantai penularan Covid-19.
"Keamanan artinya kalau disuntik betul-betul melalui sebuah tahapan-tahapan uji klinis yang benar. Karena kalau tidak, ada satu saja yang masalah, nanti bisa menjadikan ketikdakpercayaan masyarakat akan upaya vaksinasi ini," tutur Jokowi.
"Saya melihat aspek keamanan vaksin menjadi concern utama masyarakat, termasuk para pakar dan peneliti. Karena itu, semua tahapan harus melalui kaidah-kaidah saintifik," lanjut Presiden.
Pemerintah terburu-buru gembar-gembor vaksin
Menanggapi langkah pemerintah dalam menyiapkan vaksin Covid-19, epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo menilai hal tersebut sudah bagus.
Kendati demikian, ia menilai program vaksinasi Covid-19 tak perlu digembar-gemborkan karena uji klinis belum selesai.
Ia menilai pemerintah terlalu terburu-buru menggembar-gemborkan vaksinasi Covid-19 ke masyarakat.
Pasalnya, saat ini uji klinis tahap ketiga semua kandidat vaksin yang akan digunakan di Indonesia belum selesai.
Ia menduga pemerintah menggembar-gemborkan vaksin Covid-19 sebagai senjata utama pemutus mata rantai penularan Covid-19 agar masyarakat percaya diri beraktivitas sehingga ekonomi kembali bergerak.
"Nah itu, karena kan maunya supaya ekonomi bergerak. Kan pemerintah ini kan sejak dulu terburu-buru. Ya sudah sejak Mei-Juni sudah ngomong new normal life, orang sudah lepas-lepasan, padahal itu terlalu cepat," kata Windhu kepada Kompas.com, Senin (26/10/2020).
"Demikian pula vaksin (terburu-buru). Gembar-gembornya kan terus-terusan, apalagi katanya Desember (dimulai). Padahal, ini kan belum selesai (uji klinis)," lanjut dia.
Ia pun mengingatkan kepada masyarakat sebaiknya tak memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap vaksin Covid-19.
Untuk itu, ia menyarankan agar masyarakat tetap menjadikan protokol kesehatan sebagai senjata utama dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.
"Sekarang yang penting terutama masyarakat, tidak boleh punya ekspektasi yang terlalu tinggi. Toh nanti katakanlah semua vaksin ini oke, enggak bisa juga langsung (disuntikkan semua). Butuh waktu dan panjang," ucap Windhu.
"Artinya sekarang enggak usah ribut soal vaksin. Serahkan ke BPOM. Tugas kita masyarakat 3 M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak) itu. Jangan sampai mengandalkan vaksin," lanjut Windhu.
Ia menambahkan, proses vaksinasi akan efektif bila telah disuntikkan ke 70 persen populasi. Saat ini penduduk Indonesia berjumlah sekitar 260 juta jiwa.
Dengan demikian, vaksin perlu disuntikkan ke 180 juta orang untuk menciptakan imunitas kawanan (herd immunity).
Jika belum disuntikkan secara merata ke 70 persen total populasi di Indonesia, penularan Covid-19 terus akan terjadi.
Windhu mengatakan, proses penyuntikan vaksin ke 180 juta penduduk Indonesia membutuhkan waktu yang lama.
Ia memperkirakan butuh waktu dua tahun untuk menyuntikkan vaksin ke 180 juta jiwa penduduk Indonesia.
Oleh karena itu, masyarakat juga tetap harus menerapkan protokol kesehatan dan pemerintah tetap harus melakukan pengetesan dan penelusuran kontak untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
"Masyarakat jangan keburu mikirkan vaksinasi ini, karena ini nanti akan bertahap banget sampai dua tahunan agar semua orang 180 juta tervaksinasi semua," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/27/07345911/vaksinasi-covid-19-gembar-gembor-pemerintah-dan-perintah-jokowi