Sebab, setiap tahapan pilkada, pasti akan menghimpun banyak orang sehingga terjadi kerumunan dan berpotensi menjadi wadah penularan.
"Jadi menghimpun orang, walaupun itu (menerapkan) protokol kesehatan, tetapi akan ada risiko, risiko ini yang sulit dijaga kalau sudah berkerumun," kata Pandu dalam diskusi virtual bertajuk bertajuk 'Meninjau Kesiapan Pilkada di Tengah Pandemi', Jumat (23/10/2020).
Pandu mengatakan, kerumuman tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menekan angka Covid-19 selama Pilkada 2020.
Ia pun menyarankan agar pemerintah meningkatkan pelaksanaan tes Covid-19 di daerah-daerah peserta pilkada.
"Kita bisa mendorong kepada pemerintah untuk meningkatkan testing di daerah pilkada. Bulan November ini kita ada waktu 30 hari untuk meningkatkan testing," ujar dia.
Pandu menjelaskan, jika pemerintah kesulitan melakukan tes Covid-19 melalui metode real time polymerase chain reaction (PCR), maka bisa dengan tes antigen yang relatif lebih cepat.
"Kenapa test antigen penting? Karena dalam waktu 1-2 jam sudah keluar hasilnya, sehingga kita bisa berkumpul dalam masyarakat yang relatif lebih aman, membuat tidak ada lagi paslon, petugas KPU, bawaslu yang sedang melaksanakan tugas mulia harus terinfeksi," ucap dia.
Lebih lanjut, Pandu mengatakan, upaya menekan angka Covid-19 tidak hanya dengan meningkatkan tes, tetapi disertai dengan edukasi terhadap masyarakat tentang pentingnya menerapkan protokol kesehatan.
"Karena eduaksi adalah tulang punggung dalam mengatasinya, masyarakat diajak di sini akan jadi momentum yang baik," pungkas dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/23/11574761/epidemiolog-dorong-tes-covid-19-di-daerah-pilkada-ditingkatkan