Salin Artikel

Setahun Jokowi-Ma'ruf: Lemahnya Oposisi dan Tumbuhnya Suara Jalanan

Peran oposisi tampak redup karena posisinya yang tak seimbang dengan parpol pendukung pemerintah.

Berbeda dengan periode pertama, di periode keduanya, Jokowi memiliki kekuatan lebih dari 60 persen di parlemen karena disokong enam fraksi.

Pemerintah dinilai semakin sulit dikontrol lantaran mendapat sokongan penuh dari mitra koalisinya di parlemen.

Hal ini berbeda 180 derajat dengan situasi periode pertama kepemimpinan Jokowi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Untuk kondisi saat itu, DPR dinilai menjalankan fungsi legislatifnya untuk mengontrol jalannya kekuasaan pemerintah.

Sejenak flashback, saat Jokowi memerintah bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla, suara mereka kalah di DPR lantaran hanya didukung empat dari 10 fraksi di DPR.

Keempat fraksi tersebut ialah PDI-P, PKB, Nasdem, dan Hanura.

Sisanya yakni Golkar, Gerindra, PAN, PKS, PPP, dan Demokrat merupakan kelompok oposisi dan menamakan diri mereka Koalisi Merah Putih (KMP)

Akibatnya, pemerintahan Jokowi sempat dibuat pusing. Salah satunya saat mengajukan RAPBN 2016.

Saat itu Wakil Presiden Jusuf Kalla turun langsung sebagai juru lobi yang mewakili pemerintah untuk berkomunikasi dengan Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Riau, AburIzal Bakrie.

Hingga akhirnya Golkar dan beberapa anggota KMP lainnya menyetujui RAPBN 2016 yang diusulkan pemerintah.

Oposisi Lemah atau Dilemahkan?

Kini, dari sembilan fraksi di DPR, enam fraksi merupakan bagian dari partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.

Keenamnya adalah fraksi PDI-P, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Nasdem, PKB, dan PPP.

Tiga fraksi lainnya, PKS, Partai Demokrat, dan PAN, tak bergabung ke dalam koalisi pemerintah.

Konfigurasi partai politik di parlemen saat ini praktis menguntungkan pemerintahan Jokowi karena didukung mayoritas partai politik di DPR.

Fenomena ini menunjukkan partai oposisi di periode kedua Jokowi tak bisa memberikan kritik berarti kepada pemerintah lantaran posisi mereka yang kalah jumlah dengan partai koalisi.

Melemahnya oposisi terlihat nyata saat Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja yang diusulkan Jokowi dengan cepat disahkan menjadi undang-undang.

Pembahasan Undang-undang Cipta Kerja yang sempat menghadapi tarik ulur lantaran derasnya protes buruh tak membuat pemerintah dan DPR goyah.

Klaster ketenagakerjaan yang sebelumnya ditunda dibahas atas desakan buruh yang hendak melakukan demonstrasi besar-besaran pada 1 Mei, justru dibahas kembali oleh pemerintah dan DPR.

Demi melancarkan pengesahannya, RUU Cipta Kerja pun dibahas secara kilat dan tertutup. Diketahui rapat sempat dilakukan di hotel dan dilakukan pada akhir pekan.

Undang-undang usulan Jokowi itu dibawa ke rapat paripurna DPR pada 5 Oktober untuk disahkan.

Namun, anehnya, fraksi PKS selaku oposisi mengaku tak memegang draf RUU Cipta Kerja yang akan disahkan dalam rapat paripurna.

"Di tengah paripurna, bahan drafnya (UU Cipta Kerja) belum ada di tangan para anggota. Sampai hari ini belum dikirim dan belum kelihatan barangnya di anggota," kata Mulyanto dalam diskusi secara virtual bertajuk 'UU Cipta Kerja, Nestapa Bagi Pekerja', Kamis (8/10/2020).

Lemahnya suara oposisi pada rapat paripurna juga terlihat saat Pimpinan DPR yang didominasi anggota partai pendukung pemerintah mematikan mikrofon saat Fraksi Partai Demokrat menginterupsi jalannya rapat.

Mereka pun memutuskan walk out dari rapat paripurna pengesahan Undang-undang Cipta Kerja.

Direktur Eksekutif Voxpol Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyatakan konfigurasi politik di parlemen saat ini memang tidak sehat.

Hal itu membuat pemerintah semakin sulit dikontrol lantaran mendapat sokongan penuh dari mitra koalisinya di parlemen.

Di satu sisi pemerintah leluasa untuk mengefektifkan kinerjanya karena RUU yang diusulkan praktis mendapat dukungan partai koalisi di parlemen.

Namun di sisi lain, saat RUU yang diusulkan pemerintah bertentangan dengan kepentingan masyarakat, suara oposisi yang melemah tak bisa mengkritik dan menegosiasikan RUU tersebut agar sesuai dengan harapan masyarakat.

Menurut Pangi, hal itu terjadi dalam proses pengesahan UU Cipta Kerja yang merugikan para pekerja lantaran menghilangkan hak-hak pekerja yang sebelumnya diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Ia mengatakan, jika kekuatan oposisi dan koalisi di parlemen seimbang, ada kemungkinan Undang-undang Cipta Kerja yang merugikan pekerja gagal disahkan.

"Kita bisa bayangkan kalau kekuatan partai politik parlemen berimbang, tidak menjadi kekuatan monopoli atau dikuasai pemerintah, mungkin omnibus law tidak akan lolos dan tak akan disahkan," kata Pangi kepada Kompas.com.

Suara oposisi di jalanan?

Ia menyadari keberadaan oposisi yang seimbang dengan koalisi berpotensi menghambat kinerja pemerintah karena proses legislasi bisa tersandera.

Kendati demikian, kehadiran oposisi yang kuat juga penting untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan.

"Padahal harusnya kekuatan politik oposisi punya kemampuan mengimbangi, menjadi kekuatan check and balances, mampu mengkoreksi jalannya pemerintahan, tapi kekuatan oposisi di parlemen sekarang tidak berimbang," lanjut dia.

Akibatnya, lemahnya oposisi di parlemen memunculkan aksi-aksi penolakan kebijakan pemerintah di jalanan yang dilakukan oleh elemen buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil.

Ia menambahkan, jika suara oposisi di parlemen kuat, bisa aksi protes masyarakat terhadap kebijakan pemerintah di jalanan akan berkurang karena mereka merasa apirasinya terwakili di DPR.

"Itu menggapa kemudian peran oposisi diambil alih perannya oleh mahasiswa, buruh, termasuk KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) karena tidak sehatnya iklim politik kita di parlemen, parlemen jalanan mencoba mengambil alih peran oposisi," tutur Pangi.

"Selama kekuatan partai politik di parlemen tidak berimbang, maka kekuatan oposisi di luar parlemen akan terus menguat dan tumbuh," lanjut dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/21/17455911/setahun-jokowi-maruf-lemahnya-oposisi-dan-tumbuhnya-suara-jalanan

Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 MiliarĀ 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 MiliarĀ 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke