Menurut Komnas HAM, fakta ini menunjukkan bahwa perlindungan terhadap kesehatan masyarakat belum cukup mendapat perhatian pada pilkada.
Padahal, perlindungan kesehatan menjadi salah satu bagian dari hak asasi manusia.
"Kita masih membaca dan melihat perkembangan di lapangan ternyata kampanye dengan protokol kesehatan tidak sejalan," kata Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab dalam diskusi daring yang digelar pada Selasa (20/10/2020).
"Jadi perlindungan kepada kesehatan publik ini kurang mendapat perhatian bersama baik oleh kontestan maupun oleh peserta atau tim sukses. Tentu ini akan menjadi masalah besar ke depan," lanjut dia.
Menurut Amiruddin, umumnya tantangan penyelenggaraan pemilihan mencakup dua hal, yakni mewujudkan kebebasan (free) dan keadilan (fair).
Namun, dengan adanya pandemi Covid-19, tantangan terbesar pada pilkada kali ini justru perlindungan kesehatan terhadap semua warga negara.
Amiruddin memahami bahwa sebagai penyelenggara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah merancang sejumlah protokol kesehatan untuk diterapkan pada pilkada.
Kendati demikian, hal itu belum tentu menjamin para peserta, petugas, ataupun pemilih di lapangan benar-benar menerapkan protokol kesehatan.
"Sebagai perlindungan kepada hak kesehatan individu atau publik pilkada kali ini dalam konteks HAM juga semestinya mengindahkan yang namanya perlindungan kesehatan publik ini," ujar dia.
Komnas HAM pun meminta semua pihak, terutama calon kepala daerah, disiplin menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Jika hal itu diabaikan, lanjut Amiruddin, bukan tidak mungkin pasca-pilkada selesai dan kepala daerah baru terpilih, kasus Covid-19 justru meningkat.
"Jangan sampai begitu Anda terpilih jadi kepala daerah, baru satu hari jadi kepala daerah, beban baru datang kepada anda semua karena kelalaian di masa kampanye dan pencoblosan pada protokol kesehatan," ujar Amiruddin.
"Oleh karena itu, dia tidak bisa ditawar dengan coba-coba, jangan (mengatakan) ini bisa diatasi sambil jalan," lanjut dia.
Untuk diketahui, kasus pelanggaran protokol kesehatan pada saat kampanye Pilkada 2020 mengalami peningkatan.
Peningkatan itu terjadi seiring dengan meningkatnya kegiatan kampanye dengan metode tatap muka atau pertemuan terbatas.
Bawaslu mencatat, terdapat 375 pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pada kurun 6-15 Oktober 2020.
Angka pelanggaran bertambah 138 kasus bila dibandingkan dengan pengawasan pada kurun waktu sebelumnya, yaitu pada 26 September hingga 5 Oktober yang tercatat 237 kasus.
"Bawaslu menindaklanjuti pelanggaran tersebut dengan memberikan peringatan tertulis untuk pasangan calon dan/atau tim kampanye hingga pembubaran kampanye," ungkap anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin dalam keterangan tertulis, Sabtu (17/10/2020).
Tercatat, ada 233 peringatan tertulis yang diberikan Bawaslu kepada para pelanggar protokol kesehatan di dalam rentang masa pengawasan sepuluh hari kedua.
Jumlah itu mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan peringatan tertulis yang diberikan pada 10 hari pertama, yaitu sebanyak 70 peringatan.
Adapun Pilkada Serentak 2020 digelar di 270 wilayah di Indonesia, meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Masa kampanye berlangsung selama 71 hari, dimulai sejak 26 September dan berakhir 5 Desember 2020.
Sementara itu, hari pemungutan suara pilkada rencananya dilaksanakan secara serentak pada 9 Desember.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/20/14484571/pilkada-diwarnai-pelanggaran-protokol-kesehatan-komnas-ham-ini-akan-jadi