Salin Artikel

Kini di Bawah Presiden, Ini Sejarah Singkat BIN

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2020 tentang Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).

Beleid baru itu menggantikan beleid lama, yaitu Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2015 tentang Kemenko Polhukam.

Ada yang berbeda dari beleid baru itu, yakni dicoretnya Badan Intelijen Negara (BIN) dari tugas koordinasi Kemenko Polhukam.

Pada Pasal 4 aturan itu disebutkan bahwa Kemenko Polhukam mengoordinasikan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, Kemenkumham, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Selain itu, Kemenko Polhukam juga bertugas untuk mengoordinasikan Kemenpan RB, Kejaksaan Agung, TNI, Polri, dan instansi lain yang dianggap perlu.

Menanggapi hal tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD pun angkat bicara.

"BIN Langsung berada di bawah Presiden karena produk intelijen langsung dibutuhkan oleh Presiden," kata Mahfud dalam Twitter resminya, Sabtu (18/7/2020).

Hal itu pun sejurus dengan profil BIN bila dilihat pada laman resminya, yakni BIN hanya melayani single client, yaitu Presiden.

Dalam sejarahnya, organisasi intelijen negara ini sudah enam kali berganti nama, mulai dari Badan Rahasia Negara Indonesia (Brani), Badan Koordinasi Intelijen (BKI), Badan Pusat Intelijen (BPI), Komando Intelijen Negara (KIN), Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), hingga yang terbaru BIN.

Namun, dalam perkembangannya, organisasi intelijen di Indonesia mengalami perjalanan yang cukup panjang.

Mantan tentara Peta

Dilansir dari laman resmi BIN, badan intelijen pertama di Indonesia dibentuk pasca-proklamasi kemerdekaan yang dinamakan Badan Istimewa (BI).

Kolonel Zulkifli Lubis memimpin lembaga ini bersama sekitar 40 mantan tentara Pembela Tanah Air (Peta) yang menjadi penyelidik militer khusus.

Para personel lembaga ini merupakan jebolan Sekolah Intelijen Militer Nakano, yang didirikan pada masa pendudukan Jepang 1943.

Lembaga ini kemudian menjadi payung gerakan intelijen dengan beberapa unit ad hoc, bahkan operasi luar negeri.

Berikutnya, mantan Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membentuk Badan Pertahanan B yang dikepalai seorang mantan komisioner polisi pada Juli 1946.

Setelah itu dilakukan penyatuan seluruh seluruh badan intelijen di bawah Menhan pada 30 April 1947. Brani menjadi Bagian V dari Badan Pertahanan B.

Pada awal tahun 1952, mantan Kepala Staf Angkatan Perang TB Simatupang menurunkan lembaga intelijen menjadi Badan Informasi Staf Angkatan Perang (BISAP).

Pada tahun yang sama, mantan Wakil Presiden Mohammad Hatta dan mantan Menhan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menerima tawaran Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat untuk melatih calon-calon intel Indonesia di Pulau Saipan, Filipina.

Dalam rentang 1952-1958, semua angkatan dan kepolisian memiliki badan intelijen sendiri-sendiri tanpa koordinasi nasional yang solid.

Hal itu kemudian yang menjadi dasar bagi Presiden Soekarno membentuk Badan Koordinasi Intelijen (BKI) dan dipimpin oleh Kolonel Laut Pirngadi sebagai kepala pada 5 Desember 1958.

Selanjutnya, 10 November 1959, BKI menjadi Badan Pusat Intelijen (BPI) yang bermarkas di Jalan Madiun, yang dikepalai oleh DR Soebandrio.

Pada era tahun 1960-an hingga akhir masa Orde Lama, pengaruh Soebandrio pada BPI sangat kuat diikuti perang ideologi komunis dan non-komunis di tubuh militer, termasuk intelijen.

Kondisi ini kemudian berubah setelah kekuasaan Orde Lama dan Soekarno jatuh.

Era Soeharto

Pasca-peristiwa 1965, Presiden kedua RI Soeharto yang mengepalai Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) membentuk Satuan Tugas Intelijen (STI) di seluruh Komando Daerah Militer (Kodam).

Pada tanggal 22 Agustus 1966, Soeharto mendirikan Komando Intelijen Negara (KIN) yang dipimpin oleh Brigjen Yoga Sugomo sebagai kepala.

Kepala Komando Intelijen Negara (KIN) pun bertanggung jawab langsung kepada Soeharto.

Sebagai lembaga Intelijen strategis, maka BPI dilebur ke dalam KIN yang juga memiliki operasi khusus (opsus) di bawah Letkol Ali Moertopo dengan asisten Leonardus Benyamin Moerdani dan Aloysius Sugiyanto.

Kurang dari setahun, 22 Mei 1967, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk mendesain KIN menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin). Mayjen Soedirgo menjadi Kepala Bakin pertama.

Pada masa Mayjen Sutopo Juwono, Bakin memiliki Deputi II di bawah Kolonel Nicklany Soedardjo, perwira Polisi Militer (Pom) lulusan Fort Gordon, AS.

Sebenarnya di awal 1965 Nicklany sudah membentuk unit intel PM, yaitu Detasemen Pelaksana Intelijen (Den Pintel) Pom.

Secara resmi, Den Pintel Pom menjadi Satuan Khusus Intelijen (Satsus Intel), lalu tahun 1976 menjadi Satuan Pelaksana (Satlak) Bakin dan pada era 1980-an kelak menjadi Unit Pelaksana (UP) 01.

Mulai tahun 1970, terjadi reorganisasi Bakin dengan tambahan Deputi III Pos Opsus di bawah Brigjen Ali Moertopo.

Sebagai inner circle Soeharto, Opsus dipandang paling prestisius di Bakin, mulai dari urusan domestik Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat, kelahiran Golongan Karya (Golkar), hingga masalah Indocina.

Tahun 1983, sebagai Wakil Kepala Bakin, LB Moerdani memperluas kegiatan intelijen menjadi Badan Intelijen Strategis (Bais).

Selanjutnya, Bakin tinggal menjadi sebuah direktorat kontrasubversi dari Orde Baru.

Setelah mencopot LB Moerdani sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan (Menhankam), Soeharto mengurangi mandat Bais dan mengganti namanya menjadi Badan Intelijen ABRI (BIA) pada tahun 1993.

Tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengubah Bakin menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/20/09300611/kini-di-bawah-presiden-ini-sejarah-singkat-bin

Terkini Lainnya

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke