Mahfud kemudian berterima kasih kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Berterima kasih kepada Bapak Menkumham, bekerja dalam senyap, tidak ada yang tahu, tidak ada yang mendengar, karena memang harus bekerja secara hati hati," ujar Mahfud dalam konferensi pers, Kamis (9/7/2020).
Mahfud menuturkan, aparat penegak hukum Indonesia telah mengejar Maria sejak dia angkat kaki dari Indonesia.
Namun, pada setahun terakhir ini, Yasonna melakukan komunikasi secara diam-diam dengan Pemerintah Serbia dalam rangka memulangkan Maria ke Indonesia.
"Sehingga pada akhirnya tadi malam atau kemarin sudah diserahkan secara resmi melalui proses kerja sama hukum," kata Mahfud.
Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif.
Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003.
Ketika itu Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003.
Dia ke Singapura sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/09/11542631/mahfud-sebut-penangkapan-buron-17-tahun-maria-pauline-dilakukan-secara