Din Syamsuddin menilai, revisi Undang-Undang Pemilu lebih banyak untuk mengakomodasi kepentingan partai politik.
"Yang muncul suuzan (prasangka buruk), bahwa pembahasan demi pembahasan RUU Pemilu yang selalu direvisi per lima tahun, lebih banyak untuk parpol-parpol melanggengkan posisinya. Sehingga mungkin saja dalam pasal demi pasal itu terselip interest subyektif dari parpol," kata Din.
Din mengatakan, pihaknya tentu akan kecewa apabila revisi UU Pemilu untuk kepentingan parpol.
Ia berharap, revisi UU Pemilu yang dilakukan pemerintah dan DPR merupakan bagian dari konsolidasi demokrasi.
"Kami berharap UU Pemilu ini merupakan bagian yang bersifat instrumental dalam konsolidasi demokrasi, karena memang sebagi pengantar, kami ingin memberikan sumbangan yang konkret," ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.
Din mengatakan, sebelum membahas revisi UU Pemilu, DPR harus satu visi tentang arah demokrasi Indonesia.
Ia menginginkan demokrasi ekonomi dan demokrasi politik sejalan agar tidak terjadi kesenjangan.
"Maka kita berharap wakil rakyat menyepakati satu visi masa depan tentang arah demokrasi Indonesia," kata Din Syamsuddin.
"Sebab kalau itu enggak sama di kalangan parpol, saya khawatir sustainibility UU yang diharapkan Ketua Komisi tak akan terjadi, ya bongkar pasang sewaktu-waktu dan selalu dimasuki interest politik," tuturnya.
Lebih lanjut, Din berharap, demokrasi tidak hanya menjadi ritual politik saja, tetapi sebagai instrumen untuk mewujudkan keadilan sosial.
"Demokrais harus bersifat instrumental, tak hanya ritual politik. Instrumental untuk mewujudkan keadilan sosial," kata dia.
Adapun revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam 50 RUU Prolegnas prioritas tahun 2020. RUU ini merupakan RUU inisiatif DPR.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/01/15075181/din-syamsuddin-kritik-revisi-uu-pemilu-dinilai-hanya-untuk-kepentingan